Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merasakan Sunyi Batin Indonesia

21 Juni 2020   11:37 Diperbarui: 21 Juni 2020   11:40 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Anton, penjual gas dan sayur keliling di Rumah Sakit Hermina, Jalan Tole Iskandar, Depok, Jumat (8/2/2019). Sumber: KOMPAS. COM/CYNTHIA LOVA

Menikmati Indonesia bukan hanya merasakan sensasi laju roller coaster politik, naik turun tikungan tajam ekonomi, dagelan tawa solo panggung Fadli Zon, atau rush hour kemacetan komunikasi publik mengatasi pandemi Corona.

Indonesia juga bukan hanya warna merah PDIP, biru Demokrat, hijau PPP atau GR panggung Pilkada. Apalagi Indonesia tidak cukup dimengerti sekadar melalui pro kontra debat Ngabalin vs Rocky Gerung.

Sesekali, marilah mendengar sunyi lubuk hati Indonesia melalui suara-suara tak terdengar. Kiprah para penggerak dan pejuang kemanusiaan yang kadang sengaja sembunyi dari mata kamera.

Tidak banyak bacot, sepi ing pamrih rame ing gawe, ketika sebagian besar masyarakat tersedot perhatiannya oleh hiruk pikuk rame ing pamrih sepi ing gawe.

Ibarat samudra Indonesia bukan hanya gelombang dan ombak yang menghempas pantai. Indonesia adalah kehidupan dasar laut yang semakin diselami semakin ditemukan keunikan dan potensinya yang khas dan unik.

Alam berpikir masyarakatnya kadang terasa naif namun jangan terburu mengatakan tidak rasional. Masyarakat memiliki pola idiomatik ungkapan bahasa khas mereka.

"Losss gak pakai rewel" merupakan ekspresi budaya yang lebih "jelata" ketimbang "Indonesia Terserah". Bukan karena jelata identik dengan kemiskinan dan ketidakberdayaan, melainkan justru dalam kejelataan itulah tersimpan potensi daya hidup.

Mohon para pakar tidak mengatakan rakyat tengah mengalami situasi apatis. Masyarakat bahkan tengah membuktikan bahwa mereka bisa menjadi rakyat yang kuat di saat pemerintah lemah. 

Gotong royong, guyub rukun, saling menguatkan kian bersemi bersama perilaku kekuasaan yang sak karepe dewe.

Kita pakai ilustrasi dagelan saja. Seorang laki-laki naik bus. Ia berdiri berdesakan sepanjang perjalanan. Kakinya diinjak oleh orang yang memakai sepatu.

"Mas, nyuwun sewu, sepatunya menginjak kaki saya."

Sepatu bergeser, hanya sebentar, lalu menginjak lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun