Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Semoga "New Normal" Tidak Makin "New-Sahin" Masyarakat

30 Mei 2020   12:51 Diperbarui: 30 Mei 2020   20:01 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi new normal (SHUTTERSTOCK/INTERSTID) via Kompas.com

Hari ini, 30 Mei 2020, masa PSBB di Malang Raya berakhir. Skenario new normal disiapkan. Bukan hanya Malang Raya, beberapa kota lainnya juga berkemas memasuki pola hidup baru.

Sejumlah pertanyaan diajukan. Apakah pelonggaran PSBB dan penerapan new normal tidak terlalu prematur? Bagaimana menyikapi tingkat kedisiplinan masyarakat yang dinilai belum sesuai harapan?

Bagaimana pula merespons pola komunikasi pemerintah yang dikhawatirkan sejumlah pihak justru menciptakan abnormalitas baru?

Ekonomi memang harus digerakkan. Tiga bulan bukan waktu yang sebentar ketika pandemi nyaris melumpuhkan sektor vital. Namun, skenario new normal tidak cukup dimotori oleh misi ekonomi. Kesehatan dan keselamatan masyarakat harus jadi pertimbangan utama.

Warga net pun menandatangani petisi agar tahun ajaran baru ditunda. Rencana tahun ajaran baru yang ditetapkan pada pertengahan Juli 2020 dinilai keputusan yang sembrono.

Pegawai swalayan Carrefour menunjukkan poster kepada pengunjung usai ditempel di BG Junction, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (27/5/2020). Penempelan poster yang berbunyi Aturan New Normal Ritel itu agar pengunjung memahami protokol pencegahan penularan COVID-19 saat mengunjungi pusat perbelanjaan. Sumber: KOMPAS.com/ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Pegawai swalayan Carrefour menunjukkan poster kepada pengunjung usai ditempel di BG Junction, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (27/5/2020). Penempelan poster yang berbunyi Aturan New Normal Ritel itu agar pengunjung memahami protokol pencegahan penularan COVID-19 saat mengunjungi pusat perbelanjaan. Sumber: KOMPAS.com/ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Bahkan Ikatan Dokter Indonesia mengajukan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Kemendikbud bila Juli 2020 diputuskan awal tahun ajaran baru.

Tak kalah menarik adalah langkah pemerintah mempersiapkan pola hidup baru di tengah masyarakat. 340.000 personel TNI/Polri dikerahkan. Tugas mereka adalah "membina" masyarakat di empat provinsi dan 25 kota/kabupaten.

Upaya ini menimbulkan kesan bahwa masyarakat selalu menjadi pusat persoalan karena sulit diatur, susah diarahkan, ngeyel didisiplinkan.

Dilarang mudik malah nekat mudik. Diimbau pakai masker malah los tidak pakai masker. Dilarang keluar rumah malah menyerbu mall beramai-ramai. Dinasihati ibadah di rumah malah shalat berjamaah di masjid.

Stereotipe masyarakat Indonesia dibangun sedemikian rupa sebagai sekumpulan manusia yang ngeyel, dengkal, mokong, indisipliner dan seterusnya.

Stigma negatif itu dikomunikasikan melalui wacana satu arah, atas bawah, di mana pihak yang berkuasa akan selalu benar sehingga tiada kesan lain bahwa masyarakat selalu salah dan penguasa selalu benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun