Mohon tunggu...
Achmad Saifullah Syahid
Achmad Saifullah Syahid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

orang-orang cahaya berhimpun di dalam tabung cahaya, tari-menari, di malam yang terang benderang sampai fajar menjelang di cakrawala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pendidikan Lubang Semut

5 Desember 2016   23:28 Diperbarui: 6 Desember 2016   17:56 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berpikir kecil dalam pendidikan adalah ngopeni, menumbuhkan, ngayomi upaya-upaya kecil yang memiliki akar pemberdayaan pendidikan di tengah lingkungan. Keluhan sahabat saya, Shohibul Izar, menguatkan hal itu. Di tengah keterbatasan tenaga pendidik, sekolah di dusun Bajulmati harus berhadapan dengan “raksasa” formalisme regulasi pemerintah. Alih-alih para pengabdi itu didatangi, ditanya sedang membutuhkan fasilitas apa, didukung, dibesarkan hatinya—raksasa formalisme regulasi itu seakan hendak melumat habis upaya pemberdayaan yang dirintis oleh anak-anak muda dusun itu.

Saya menghibur hati Pak Izar, “Pemerintah memang sangat mementingkan sekolah, tapi mengesampingkan pendidikan. Bajulmati akan bersedekah kepada Indonesia melalui model pendidikan khas yang dimilikinya.”

Pendidikan Lubang Semut yang Tanpa “Ala”

Membaca sebuah sub judul media cetak yang menulis pendidikan di Bajulmati dikatakan ala Laskar Pelangi—saya protes keras. Pendidikan Bajulmati ya ala Bajulmati. Pendidikan Laskar Pelangi ya ala Laskar Pelangi. Setiap pemberdayaan pendidikan, sekecil apapun, se-nano apapun, di dusun atau di desa, di pelosok atau di tengah belantara kota tidak perlu dicarikan ala-padanan, karena mereka memiliki akar dan model pertumbuhan ala mereka sendiri. Setiap gerakan pendidikan yang mengakar di tanah lingkungan itu memiliki takdir, martabat, dan harga diri sendiri.

Raksasa pendidikan nasional yang masih saja limbung dan entah hingga kapan menjadi tonggak untuk membangun peradaban di negeri ini sesungguhnya sedang memerlukan kejelian, kecermatan, kejernihan memandang pendidikan lubang semut seperti di dusun Bajulmati dan daerah pelosok nusantara lainnya. Menghidupi akar pendidikan di lubang semut ini akan menyegarkan darah pendidikan secara keseluruhan karena komponen dan partikel terkecil dirawat dengan baik.

Problematika pendidikan nasional tidak cukup diselesaikan secara makroskopik. Di era nano teknologi ini pendidikan harus diberangkatkan dari gerak mikroskopik, pendidikan lubang semut—yang selama ini justru terinjak oleh kaki raksasa para gajah. Peta solusi itu dihancurkan sendiri oleh pembuat kebijakan dan regulasi.  

Masih tidak percaya? Ketika jari-jari suit, ibu jari (gajah) lawan kelingking (semut) pemenangnya adalah semut. []

rumah ngaji 51216

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun