Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Filosofi Kopi 2 The Movie, Tanpa Rasa, Meski Punya Nyawa

28 Juli 2017   06:45 Diperbarui: 28 Juli 2017   08:59 2222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.detik.com

Perjalanan 2 tahun setelah Ben (diperankan oleh Chicco Jericho) dan Jody (diperankan oleh Rio Dewanto) memutuskan untuk menjual kedai kopi mereka dan berkeliling Indonesia demi membagikan "kopi terbaik' menemui jalan buntu. Perjalanan mereka merintis usaha seolah tak memiliki akhir dan tujuan hidup. Puncaknya, terjadi suatu malam di Bali, saat para karyawan yang bernama Aga, Aldi, dan Nana memutuskan untuk mengundurkan diri dengan alasan masing-masing. Filosofi Kopi pun seakan hanya mitos.

Ben dan Jody kini harus mulai mimpi baru dan pulang ke Jakarta. Ben membujuk Jody untuk kembali membuka kedai lama di daerah Melawai yang sudah tampak usang. Mimpi Ben yang idealis tidak begitu mudah ditempuh karena Jody sudah terlalu jemu untuk menghidupkan lagi kedai Filosofi Kopi yang pernah dibangunnya itu. Jody pun sadar selalu berada di bawah bayang-bayang Ben. Konflik persahabatan mereka mulai teruji.

Dalam usaha mereka mencari suntikan dana dari investor baru, Ben dan Jody dipertemukan dengan seorang wanita dewasa bernama Tarra (diperankan oleh Luna Maya). Ia muncul untuk memberi harapan baru agar kedai Filosofi Kopi bisa buka seperti sediakala. Tanpa berpikir panjang, Ben yang terpincut dengan Tarra sejak awal langsung menandatangani surat kesepakatan kerja sama yang salah satu pointnya mengatakan bahwa syarat kepemilikan kedai akan dikuasai 49% oleh Tarra dan Ia mampu mempersiapkan dana 2,5 milyar untuk membangun kembali Filosofi Kopi.

Awalnya, Jody yang penuh perhitungan menolak permintaan Tarra. Namun, Ben memaksa Jody untuk menyanggupi permintaan Tarra apapun itu alasannya. Sulit memang mencari investor seperti Tarra yang begitu berani.

Lets the journey begin. Kedai pun dibuka. Lama-kelamaan kedai Filosofi Kopi bangkit dengan pengembangan sayap cabang di Jogja yang juga menghadirkan barista baru dengan karakter geek bernama Brie (diperankan oleh Nadine Alexandra). Tokoh Brie hadir atas referensi dari Jody yang telah merekrutnya sebagai karyawan baru di kedai tersebut. Namun, Ben tidak suka akan kehadiran Brie karena dianggap masih terlalu junior untuk menjadi seorang barista di kedai Filosofi Kopi yang sudah punya nama.

Pertemuan terhadap Tara dan Brie membawa Ben dan Jody bertaruh akan persahabatan mereka. Kehadiran mereka justru membuat Ben dan Jody memulai kisah-kisah baru yang saling berpengaruh akan keberlangsungan bisnis kedai kopi itu sendiri. Ada problematika yang memacu mereka untuk tetap merenungi tentang apa yang mereka cari selama ini.

Dari awal hingga akhir cerita, Ben dan Jody berusaha melengkapi agar tidak berdiri sendiri di atas egosentris yang dipertaruhkan. Bayang-bayang Tarra dan Brie memberi percikan konflik untuk refleksi yang dilakukan oleh Ben dan Jody. Keberanian wanita-wanita tersebut berhasil menyembuhkan luka dan duka yang telah dialami para pria.

Tarra dibentuk sebagai sosok perempuan mandiri. Brie hadir sebagai karakter perempuan cerdas. Tak sekedar berperan sebagai pemanis, kedua tokoh wanita ini memberi warna tersendiri yang mumpuni untuk mengokohkan cerita tentang hal-hal yang bersifat pribadi. Fantasi kisah cinta segi empat pun berhasil diracik namun tidak mampu mengelabui penonton karena tak terbalut dalam nuansa penuh teka-teki.

Unsur percintaan hadir sebagaimana film-film lainnya. Berawal dari benci, benih-benih cinta seolah menguatkan untuk berkata bahwa pada akhirnya pasangan itu sudah memiliki takdirnya. Kombinasi dramatik yang mengantar penonton untuk larut dalam setiap adegan.

Cerita pun mengalir ringan namun tak berisi. Masa lalu kembali menghantui narasi yang dijejali pada kedalaman karakterisasi bukan konflik yang pasti. Gaya tutur bertele-tele memaksa penonton untuk masuk dalam suasana film yang penuh dramatisir.

Belum lama setelah Filosofi Kopi di Jogja resmi dibuka, Ben mendapat kabar dari Lampung bahwa ayahnya telah tiada. Dibalik kisah duka tersimpan cerita luka. Ayah Tarra yang merupakan pengusaha sawit memberi karangan bunga untuk ayah Ben yang telah tiada dan karangan bunga juga dikirimkan saat pembukaan kedai Filosofi Kopi di Jogja. Dari situ Ben tahu bahwa ayah Tarra merupakan salah satu direktur perusahaan sawit yang juga berperan dalam alih fungsi lahan kopi ke sawit hingga menyebabkan konflik agraria di Lampung. Konflik lahan tersebut menelan korban jiwa, salah satunya ibu dari Ben.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun