Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kisah Toleransi Beragama: Bak Ikhtiar Wujudkan Persaudaraan Antar Iman

17 April 2022   14:00 Diperbarui: 17 April 2022   14:06 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
#KitaSama wujudkan toleransi beragama (arsip personal)

Urgensi untuk jadikan agama sebagai penuntun dalam merawat persaudaraan biasanya didasari asas kemanusiaan. Hal ini sebagai bentuk ikhitiar mewujudkan persaudaraan antar iman. Bangun kesepahaman dan komitmen kolaborasi dalam perbedaan pernah menjadi saksi hidup penulis saat menjadi minoritas di Nusa Tenggara Timur.

Toleransi itu ibarat jiwa luhur nasionalisme yang sangat penting dijaga sampai saat ini. Keutuhan NKRI dipertaruhkan didalamnya supaya tak ada oknum yang mau dan mudah diadu domba lagi. Apalagi Indonesia itu termasuk dalam negara yang majemuk, maka sikap toleransi harus dikedepankan dibanding mau menang sendiri.

Toleransi yang dipupuk sejak dini, aku rasakan saat berada di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur beberapa tahun lalu. Saat perayaan Paskah, aku sebagai seorang muslim dapat undangan untuk hadir meliput seperti apa perayaan yang khidmat bagi mereka yang meyakini agama Kristen dan Katolik.

Sebagai penganut paham toleransi, aku pun menyetujui dan datang ke perayaan tersebut tanpa pikir panjang. Disinilah sikap saling menghormati dan saling menghargai antar individu terjalin secara arif nan bijak tanpa kedepankan ego. Bagiku, kepentingan bersama jauh lebih besar dibanding kepentingan individu.

Selama perayaan Paskah tahun 2017 itu, aku terenyuh dalam suasana damai di gereja. Doa-doa dilantunkan, aku pun sibuk mengabadikan setiap ritual ibadah mereka. Momen itu membuat aku sadar apabila setiap individu punya jiwa toleransi, secara otomatis mereka juga tidak mudah diprovokasi.

Suasana perayaan Paskah penuh toleransi di Gereja Katedral, Atambua (dokpri)
Suasana perayaan Paskah penuh toleransi di Gereja Katedral, Atambua (dokpri)

Tiba-tiba, aku juga teringat setiap kebersamaan dalam setiap acara lainnya selama di Atambua. Sebelum pembukaan acara, ada doa bersama yang dilakukan dalam dua versi, baik doa secara Islam dan Katolik. Kesepakatan ini tak pernah diperdebatkan karena masing-masing sudah paham seperti apa makna toleransi. Orang yang mengerti toleransi tidak akan mendikotomikan suku, ras, dan agama mana yang bakal dibela. Bukankah kita sudah meyakini ajaran agama masing-masing. Tinggal bagaimana kita jadikan doa untuk mengetuk pintu hati Sang Pencipta-Nya.

Saat itu, aku tak pernah khawatir hidup menjadi minoritas. Meski sempat ragu apakah aku sanggup bertahan di perbatasan Indonesia dan Timor Leste kala itu. Tapi, keraguanku ditepis ketika dipertemukan dengan warga Belu yang ramah dan selalu memberi senyuman yang sumringah.

Andai waktu bisa terulang lagi, aku pasti kembali. Saat aku bertanya keberadaan masjid atau ingin tahu arah kiblat, mereka selalu coba membantuku. Apalagi jaringan teknologi belum begitu canggih sehingga susah sinyal kadang membuatku kesulitan.

Pernah suatu ketika saat aku berada di pedalaman desa. Aku ingin menunaikan salat Jumat. Rasanya aku sudah pasrah tergeming sebab tak menemukan masjid di sekitar. Begitu aku bilang ke warga desa itu, aku justru langsung diantar naik sepeda motor untuk menemukan masjid yang aku cari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun