Terbangun aku, terloncat duduk
Kulayangkan pandang jauh keliling,
Kulihat hari tlah terang, jernihlah falak
Telah lamalah kiranya fajar menyingsing
Kuisap udara
Legalah dada,
Kupijak tanah
Tiada guyah
Kudengar bisikan
Hatiku rawan:
"Kita berperang, Kita berjuang!"
Sebagai dendang menyayu kalbu
Bangkitlah hasrat damba nan larang
Ingin ke medan ridlah menyerbu:
"Beserta saudara turut berjuang!"
Puisi "Kita Berjuang" jadi karya dari pejuang perfilman Indonesia yang dikenal dengan nama Usmar Ismail. Sajak-sajaknya bernafaskan cinta tanah air dan penolakan terhadap penjajahan Belanda. Ia turut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan menjadi tentara. Pangkat terakhir yang Ia sandang dalam kemiliteran yaitu mayor. Walau Ia telah jadi orang militer, tapi bidang sastra tetap ditekuni.
Bersama Cornel Simanjuntak, beliau pernah menciptakan lagu perjuangan berjudul Pada Pahlawan dan Teguh Kukuh Berlapis Baja. Bukan hanya sebagai penyair dan pencipta lagu, Usmar Ismail dikenal sebagai produser, sutradara, dan penulis skenario film nasional. Layak jika kata 'pahlawan' tersemat untuk perjuangannya sejak masa dahulu kala.
Sejarah lahir Hari Film Nasional diinisiasi eksistensi Usmar Ismail. Hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa (Long March of Siliwangi) menjadi pencetus hari bersejarah itu. Film lokal tersebut kental diproduksi tahun 1950 dengan ciri khas Indonesia. Selain sebagai sutradara filmnya, Ia juga memproduseri film itu di bawah naungan Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia). Perusahaan tersebut didirikan bersama kawan dekatnya, Rosihan Anwar.
Sejarah perfilman Indonesia sendiri sudah mulai dari zaman Hindia Belanda. Tapi, semangat film nasional kembali dibangkitkan Usmar Ismail pada masa kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Ibaratnya, tonggak sejarah perfilman Indonesia sebenarnya mulai ditancapkan.
Di waktu revolusi, Usmar membentuk gerakan "Seniman Merdeka". Ia bersama kawan-kawannya masuk kampung keluar kampung untuk berpidato sambil menyanyi, main musik, dan agitasi. Tujuannya yaitu membangkitkan semangat patriotisme dan revolusi kemerdekaan rakyat Indonesia.
Usai kemerdekaan diraih, banyak orang terutama para veteran coba menghilangkan ingatan tentang masa-masa kekacauan pada awal revolusi kemerdekaan. Tapi, Usmar Ismail mengingatkan masa-masa kelam itu melalui karya Lewat Djam Malam di tahun 1954. Ia melihat bagaimana sejumlah pihak berlatar tentara raih jabatan tinggi.
Jatuh bangun Usmar Ismail mengiringi langkah kehidupannya. Ia pernah menggugat peredaran film. Film-film impor eks Amerika mendominasi masa putar sebagian besar gedung-gedung bioskop di seluruh Indonesia. Penguasa gedung bioskop terlalu menganaktirikan film Indonesia. Sekali waktu Usmar terpaksa mendobrak dengan jalan kekerasan.
Nasib film Indonesia masih jauh dari upaya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Tak ada kebijakan Pemerintah untuk melindungi karya anak negeri. Pengembangan kreativitas Usmar juga terhadang sensor yang asal gunting. Artinya, sensor yang dikenakan tidak adil dan memasung kemerdekaan kreativitas para seniman film. Â