Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Freelance KOL Specialist - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Sehat Mental dengan Saling Memaafkan

22 Mei 2020   22:49 Diperbarui: 22 Mei 2020   22:45 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengalaman bermaaf-maafan (pixabay)


     Aku memutuskan untuk mengasingkan diri dari rumah. Keputusan itu justru tetap diabaikan oleh keluargaku. Sampai akhirnya, aku tak bisa mengendalikan diri dengan apa yang aku lakukan. Terus menerus aku merasa self blaming (menyalahkan diri sendiri) dan cenderung melukai diri.

     Puasa di tahun itu, aku lalui sendiri tanpa ada momen buka bersama dan sahur dengan keluarga. Lebaran pun tak ku temui siapapun. Seharian aku habiskan waktu di masjid Istiqlal untuk mendekatkan diri pada sang Ilahi.


     Aku mulai melakukan self diagnose. Aku merasa memiliki gejala bipolar. Berhubung aku tak mau kesehatan jiwaku semakin terganggu, aku konsultasi dengan ahli kejiwaan. Aku berupaya keras untuk berdamai dengan kenyataan.


     Ada tausiah yang aku dengar pada lebaran itu, bilamana orangtua salah maka si anak harus tetap lebih dahulu untuk mohon maaf kepada orangtua. Selama perbedaan pendapat yang terjadi di dalam keluarga tersebut bukan karena perintah untuk berbuat syirik (menduakan Allah) atau melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT.
     

Berarti, kata-kata kasar yang orangtua sempat lontarkan kepadaku dalam keadaan emosi harus dimaafkan. Aku hanya bisa berupaya menyarankan kepadanya supaya berkata lebih lembut. Meski tak semudah itu mereka bisa memahaminya.


     Hatiku yang mulai pulih juga dikuatkan dengan kalimat bijak bahwa "kesuksesan seorang anak tergantung pada keridaan dari kedua orangtua". Aku semakin yakin untuk memaafkan mereka dan kembali ke keluarga. Tanpa keluarga, aku tak mungin bisa menuju tahap dewasa sampai sekarang.

     Motivasi lain aku dapat dari buku-buku yang mengisi kekosongan hati. Sudut pandangku mulai terbentuk dan aku bangkit dari proses hidup yang memilukan itu. Aku  lebih banyak menghabiskan waktu untuk lakukan hal-hal yang disukai.

     Aku pun memberi jeda pada kehidupan di dunia maya. Aku lebih banyak memandang orang-orang yang berada di bawah bukan di atas. Hal ini sejalan dengan sebuah hadis yang memberi petunjuk.

Petunjuk hadis (desain pribadi)
Petunjuk hadis (desain pribadi)
     Hadis di atas mengajarkan kepadaku untuk selalu bersyukur dengan apapun yang ada didalam diri meski dalam keadaan sulit menjalani kehidupan. Ketika aku melihat ke bawah, ternyata masih banyak orang yang lebih sulit atau menderita karena mereka tak pernah merasakan kehangatan keluarga. Lantas, tak ada gunanya aku mengeluh hanya karena merasa sendiri dan kurang mendapat perhatian sehingga terasa dikucilkan dari manapun.


     Alhamdulillah, momen saling bermaafan itu masih bisa terlaksana di bulan Syawal. Aku semakin yakin bahwa kata 'maaf' punya kekuatan untuk memperbaiki hubungan yang telah rusak dan menyembuhkan hati yang terluka. Bermaaf-maafan dengan tulus yang dilakukan ternyata bisa membuat hati terasa lega dan tak ada lagi emosi negatif yang menyebabkan stres.


     Dikutip dari laman Psychology Today, permintaan maaf memengaruhi fungsi tubuh orang yang menerimanya, yaitu  mengurangi tekanan darah, memperlambat detak jantung, dan mengatur pernapasan. Efek positif ini akan merespon suasana yang lebih akrab.
     Adapun manfaat emosional dari permintaan maaf, diantaranya:
1. Seseorang yang telah dirugikan akan merasakan penyembuhan emosional ketika keberadaan atau luka hatinya diakui oleh orang yang bersalah.
2. Ketika seseorang menerima permintaan maaf, seseorang tidak lagi menganggap pelaku yang bersalah sebagai ancaman pribadi.
3. Permintaan maaf membantu kita mengatasi kemarahan dan mencegah diri terjebak di masa lalu.
4. Permintaan maaf membuka pintu bagi pengampunan dengan membiarkan kita memiliki empati terhadap orang yang bersalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun