Mohon tunggu...
Achmad Humaidy
Achmad Humaidy Mohon Tunggu... Freelance KOL Specialist - Blogger -- Challenger -- Entertainer

#BloggerEksis My Instagram: @me_eksis My Twitter: @me_idy My Blog: https://www.blogger-eksis.my.id

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hari Puisi Nasional: Membaca Kembali Karya Penyair Fenomenal

28 April 2017   21:50 Diperbarui: 28 April 2017   22:35 2601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.geevv.com

      Manusia adalah makhluk yang kreatif. Hanya banyak yang tak menyadarinya. Puisi ada di setiap hal, dimana-mana. Tidak hanya tentang mengolah kata, tetapi mula-mula melatih sensitivitas kita. Ketika sensitivitas itu ada, puisi akan ada hadir di hati kita.

     Aku suka puisi sejak kecil. Aku mulai menulis dan mendeklamasikannya di setiap kesempatan. Mulai dari SMA, aku pun mulai mengenal para penyair yang fenomenal dengan tatanan kata berantai yang begitu menggugah hati. Salah satunya yang ku ketahui yaitu puisi-puisi karya Chairil Anwar.

     Sajak Chairil Anwar semakin dikenal masyarakat. Sajak-sajaknya yang dimuat dalam buku Aku karya Sjuman Djaya menjadi referensi pelengkap film lokal berjudul Ada Apa Dengan Cinta. Film tersebut cukup mengangkat karya sastra di Indonesia karena pemeran utamanya dikisahkan bernama Rangga termasuk pencinta sastra.

     Kini, buku Aku yang ditulis berdasarkan perjalanan hidup dan karya Chairil Anwar akan segera diproduksi kembali menjadi film layar lebar yang juga digarap oleh Miles Production (Mira Lesmana dan Riri Riza). Sambil menunggu film tersebut direlease, mari kita baca kembali puisi-puisi karya Chairil Anwar tepat di Hari Puisi Nasional tanggal 28 April sekaligus diperingati sebagai tanggal wafatnya penyair legendaris Indonesia ini.

Sia-sia

 Penghabisan kali itu kau datang
 membawaku karangan kembang
 Mawar merah dan melati putih:
 darah dan suci
 Kau tebarkan depanku
 serta pandang yang memastikan: Untukmu.

Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.

Sehari itu kita bersama. Tak hampir-menghampiri.

Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi.

AKU

Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

HAMPA

Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
 

Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Di Mesjid

Kuseru saja Dia
Sehingga datang juga

Kami pun bermuka-muka.

Seterusnya Ia bernyala-nyala dalam dada.
Segala daya memadamkanya

Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda

Ini ruang
Gelanggang kami berperang.

Binasa-membinasa
Satu menista lain gila

Derai-derai Cemara

Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

DOA

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh

cahyaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

Tuhan yang sungguh diingat penuh seluruh dalam puisi Chairil Anwar adalah Tuhan yang terlebih dahulu menghendaki seseorang untuk mengingat-Nya, Apakah Tuhan baru dikenal ketika manusia dililit persoalan dan didera kesulitan hidup? (Michael M. Soge)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun