Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menguak Fakta Sejarah Palihan Nagari

19 Juni 2019   02:20 Diperbarui: 19 Juni 2019   06:02 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://s3.bukalapak.com 

PADA tahun 1742, istana Kasunanan Kartasura yang hancur akibat Geger Pecinan itu dipindahkan oleh Sunan Pakubuwana II (Raden Mas Prabasuyasa) di wilayah Sala (Surakarta). Sejak saat itu, negeri yang semula didirikan oleh Sunan Amangkurat II (Raden Mas Rahmat) tidak lagi dikenal dengan Kasunanan Kartasura, melainkan Kasunanan Surakarta. Sementara wilayah bekas istana Kasunanan Kartasura kelak dikenal dengan nama Wanakarta.

Sesudah memerintah di Kasunanan Surakarta, Sunan Pakubuwana II menghadapi berbagai persoalan. Salah satu persoalan itu, di antaranya: Pangeran Cakraningrat dari Madura yang semula memberi dukungan politis kepada Sunan Pakubuwana II berubah mendukung Pangeran Mangkunagara atau Raden Mas Said -- putra Pangeran Arya Mangkunagara yang dikenal dengan nama Pangeran Prangwadana atau Raden Mas Suryakusuma (Babad Tanah Jawa), Pangeran (Adipati) Mangkunagara (Babad Giyanti), Pangeran Samber Nyawa. 

Hal ini disebabkan Pangeran Cakraningrat yang mampu menumpas pemberontakan orang-orang Cina tersebut tidak mendapatkan realisasi dari VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang berupa penyatuan 2 wilayah yakni Sumenep dan Madura, Jepara dan Pasuruhan, serta Jipang dan Lamongan.

Akibat dari rasa kecewanya yang sangat mendalam, Pangeran Cakraningrat yang mendapatkan dukungan Pangeran Mangkunagara itu melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Sunan Pakubuwana II. Namun berkat bantuan pasukan VOC, Sunan Pakubuwana II berhasil menumpas pemberontakan tersebut. Selain itu, Sunan Pakubuwana II berhasil menumpas pemberontakan orang-orang Kedu yang dipimpin Mangkuyuda.

Perselisihan dengan Pangeran Mangkubumi 

Tanah Sukawati yang merupakan wilayah kekuasaan Kasunanan Surakarta itu dikuasai Tumenggung Martapura dan Pangeran Mangkunagara. Melihat kenyataan itu, Sunan Pakubuwana II bergegas memerintahkan kepada Pangeran Mangkubumi untuk merebut tanah Sukawati. Apabila berhasil, Pangeran Mangkubumi akan mendapatkan hadiah dari Sunan Pakubuwana II yakni tanah seluas 3.000 cacah.

https://musabab.com 
https://musabab.com 

Menurut Babad Tanah Jawa, Pangeran Mangkubumi yang mendapatkan dukungan sejumlah 400 orang dari Desa Butuh, Jatitengah, Kombang Ambrok, dan Sukawati berhasil merebut tanah Sukawati dari kekuasaan Tumenggung Martapura dan Pangeran Mangkunagara. Namun keberhasilan Pangeran Mangkubumi itu tidak disertai dengan pelunasan janji Sunan Pakubuwana II. Dikarenakan masukan dari Patih Pringgalaya dan Baron van Inhoff (Gubernur Jenderal VOC) di Betawi, Sunan Pakubuwana II tidak jadi memberikan tanah Sukawati kepada Pangeran Mangkubumi.

Rasa kecewa Pangeran Mangkubumi semakin memuncak saat mengetahui bahwa Sunan Pakubuwana II yang mengingkari janji untuk menghadiahkan tanah Sukawati kepadanya itu justru menyewakan tanah di daerah pesisir kepada VOC dengan harga 20.000 real per tahun. Selain itu, tanah milik Pangeran Mangkubumi, atas desakan Baron van Hohendorff, dikurangi 3.000 cacah hingga satu nambang oleh Sunan Pakubuwana II.

Akibat dari rasa kecewanya dengan kebijakan Sunan Pakubuwan II, Pangeran Mangkubumi keluar dari Kasunanan Surakarta. Menggalang pasukan bersenjata dan bersekutu dengan gerakan perjuangan Pangeran Mangkunagara untuk melawan kebijakan Sunan Pakubuwana II yang mendapatkan dukungan sepenuhnya dari VOC.

Perang Suksesi Jawa III 

Hubungan antara Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Mangkunagara semakin lama semakin solid. Sesudah pasukan yang mereka galang telah mencapai ketangguhannya, pemberontakan terhadap kekuasaan Sunan Pakubuwana II tidak dapat dihindari lagi. Pecahlah kemudian Perang Suksesi Jawa III antara Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Mangkunagara versus Sunan Pakubuwana II yang mendapatkan dukungan VOC. Perang tersebut meletus sejak tahun 1747 dan berakhir 1757.

https://www.viva.co.id 
https://www.viva.co.id 

Baru 2 tahun Perang Suksesi Jawa III berlangsung, Sunan Pakubuwana II jatuh sakit. Tepatnya pada tanggal 11 Desember 1749, Sunan Pakubuwana II yang sakitnya semakin parah itu menyerahkan sepenuhnya pada Jenderal Baron van Hohendorff (petinggi VOC di Semarang) sebagai saksi atas pergantian raja. 

Selain itu, Sunan Pakubuwana II menandatangani surat perjanjian atas penyerahan kedaulatan kerajaan secara utuh pada VOC. Sejak itulah titik awal hilangnya kedaulatan Kasunanan Surakarta di tangan VOC. Pengertian lain, hanya VOC yang memiliki hak penuh atas pelantikan raja-raja keturunan Mataram. Peraturan ini berlaku sampai zaman kemerdekaan Indonesia yakni tahu 1945.

Pada tanggal 20 Desember 1749, Sunan Pakubuwana II mangkat. Sebagai penggantinya, VOC melantik Raden Mas Suryadi sebagai raja di Kasunanan Surakarta bergelar Sri Susuhunan Pakubuwana III. Pelantikan Raden Mas Suryadi sebagai raja merupakan hak pertama VOC sejak memangku kedaulatan kerajaan secara utuh.

Di awal pemerintahan Sunan Pakubuwana III yang mendapatkan dukungan penuh dari VOC masih melanjutkan Perang Suksesi Jawa III dengan Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Mangkunagara. Sekalipun pasukan gabungan Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Mangkunagara itu semakin kokoh dan solid, namun belum mampu menurunkan Sunan Pakubuwana III dari takhta kekuasaannya sebagai raja di Kasunanan Surakarta.

Perjanjian Giyanti

Pada tahun 1752 M, VOC sering mengadakan pertemuan dengan Pangeran Mangkubumi untuk melakukan perundingan yang berakhir pada Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755). Isi Perjanjian Giyanti adalah pengakuan VOC atas kedaulatan Pangeran Mangkubumi sebagai raja keturunan Mataram yang menguasai separoh wilayah kekuasaan Sunan Pakubuwana III. Berdasarkan pada Perjanjian Giyanti tersebut, Pangeran Mangkubumi mendirikan kerajaan baru di Hutan Pabringan yang kemudian dikenal dengan nama Kasultanan Yogyakarta pada tahun 1755. Selama menjabat sebagai raja, Pangeran Mangkubumi menyandang gelar Sultan Hamengkubuwana Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Kalifattullah (Sultan Hamengkubuwana I).

https://urusandunia.com 
https://urusandunia.com 

Akibat dari Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkunagara secara otomatis menjadi musuh Sunan Pakubuwana III, Sultan Hamengkubawana, dan VOC. Karena semakin lama semakin terdesak, Pangeran Mangkunagara mulai bersedia untuk melakukan perundingan dengan VOC. Hasil dari perundingan tersebut kemudian melahirkan Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757. 

Dari hasil Perjanjian Salatiga, Pangeran Mangkunagara yang telah menyatakan kesetiaannya pada Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan VOC tersebut mendapatkan daerah kekuasaan yang meliputi: Kaduwang, Matesih, Hanggabayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah utara, dan Kedu. Sesudah dinobatkan sebagai adipati di Praja Mangkunegaran, Pangeran Mangkunagara mendapatkan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati (KGPAA) Mangkunagara (Mangkunagara I).

Dari uraian di muka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Giyanti mengakibatkan wilayah kekuasaan Kasunanan Surakarta terbagi menjadi 2 bagian, yakni: separoh wilayah Kasunanan Surakarta di bawah kuasa Sunan Pakubuwana III dan separoh bekas wilayah Kasunanan Surakarta (Kasultanan Yogyakarta) di bawah kuasa Sri Sultan Hamengkubuwana I. Pembagian wilayah kekuasaan Kasunanan Surakarta menjadi 2 negara itu disebut Palihan Nagari. [Sri Wintala Achmad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun