Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menguak Sejarah Singasari dan Makar Jayakatwang

31 Mei 2019   03:00 Diperbarui: 31 Mei 2019   04:05 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Araska Publisher/Solusi

Makar Jayakatwang 

Sebagai seorang raja, Kertanagara adalah sosok penguasa yang memiliki kemauan keras. Segala yang telah menjadi gagasan dan cita-cita harus didukung oleh seluruh bawahannya. Segala titah yang diperintahkan pada bawahan harus ditaatinya. Bagi siapa yang berani menentang perintahnya akan menanggung risiko besar. Diturunkan, dimutasi, atau bahkan dilengserkan dari jabatannya dengan secara tidak hormat.

Apa yang diungkapkan di muka adalah sejalan dengan Serat Pararaton. Menurut naskah tersebut, Kertanagara telah menurunkan pangkat Mpu Raganata dari Rakryan Patih menjadi Ramadhayaksa, karena berani menentang cita-citanya. Sementara jabatan patih kemudian diserahkan oleh Kertanagara pada Kebo Anengah dan Panji Angragani.

Nasib buruk yang dialami oleh Mpu Raganata, pula dialami oleh Aria Wiraraja. Seorang demung yang telah berani menentang kebijaksanaan Kertanagara itu dimutasikan ke Sumenep (Madura). Kedudukan Aria Wiraraja diturunkan dari pangkat demung menjadi bupati.

Berpijak pada sumber Serat Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama, bahwa perombakan susunan kabinet di Singhasari itu telah berdampak ketidakpuasan dari Kalana Bhayangkara. Dipicu dari ketidakpuasan itu, Kalana Bhayangkara yang menurut Kakawin Nagarakretagama disebut Cayaraja itu memberontak terhadap kekuasaan Kertanagara (1270). Selain Kalana Bhayangkara (Cayaraja),  Mahisa Rangkah (seorang tokoh yang dibenci oleh penduduk Singhasari) pula melakukan pemberontakan pada kekuasaan Kertanagara pada tahun 1280.

Saat terjadinya pemberontakan baik yang dilakukan Kalana Bhayangkara maupun Mahisa Rangkah, Kertanagara masih dapat memadamkannya. Namun beberapa tahun kemudian, Kertanagara merasa kewalahan saat menghadapi pemberontakan yang dilakukan Jayakatwang. Seorang bupati Gelanggelang.

Sembilan tahun sesudah pemberontakan Mahisa Rangkah atau tepatnya pada tahun 1289, Kertanagara kedatangan seorang duta dari Kubilai Khan. Kedatangan duta dari Mongolia yang bernama Meng-ki itu menyampaikan surat perintah dari Kubilai Khan pada Kertanagara. Surat itu berisi agar Kertanagara tunduk pada Kubilai Khan. Melihat isi surat itu, Kertanagara berang. Tanpa berpikir panjang, Kertanagara melukai Meng-ki. Karena menyadari bahwa tindakannya itu bakal dibalas oleh Kublilai Khan, Kertangara memerkuat pasukannya di Sumatera.

Tiga tahun sesudah kedatangan Meng-ki dari Mongol atau tepatnya pada tahun 1292, kekuasaan Kertanagara kembali digoyang oleh pemberontakan Jayakatwang. Pemberontakan itu muncul, sesudah Jayakatwang yang masih keturunan Kertajaya (Kakawin Nagarakretagama) itu dihasut oleh Aria Wiraraja. Seorang bupati Sumenep yang sakit hati pada Kertanagara.

Selain melibatkan pasukan Jaran Guyang, pemberontakan Jayakatwang mendapat dukungan Patih Kebo Mundarang dan Ardharaja (putra Jayakatwang dan sekaligus menantu Kertanagara). Tidak seperti pemberontakan-pemberontakan sebelumnya. 

Kudeta Jayakatwang menuai hasil gemilang. Bahkan melalui Jayakatwang, Kertanagara yang tengah berpesta minuman keras  (versi pertama) atau berpesta seks dengan para istri (versi kedua) itu berhasil dibunuh di medan laga. Raja Singhasari itu tewas bersama Mpu Raganata, Patih Kebo Anengah, Panji Angragani, serta Wirakreti. Sementara, Dyah Wijaya melarikan diri ke Sumenep untuk meminta perlindungan pada Aria Wiraraja.

Menurut Kakawin Nagarakretagama, arwah Kertanagara dicandikan bersama istrinya di Sagala sebagai Wairocana dan Locana dengan lambang arca tunggal Ardhanareswari. Sepeninggal Kertanagara, Jayakatwang menobatkan diri sebagai raja di Daha. [Sri Wintala Achmad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun