Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menguak Sosok Gajah Mada

25 Mei 2019   08:10 Diperbarui: 25 Mei 2019   08:24 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Araska Publisher

Akibatnya, Gajah Mada yang tidak mendapat restu saat menyerang rombongan pengantin dari Sunda tersebut disingkirkan dari urusan politik istana Majapahit. Sejak itu, Gajah Mada yang masih menjabat sebagai Mahapatih Amangkubhumi, namun tidak memiliki hak untuk menerapkan kebijakan di Majapahit.

Ketika Gajah Mada mangkat pada tahun 1364, Hayam Wuruk merasa kehilangan atas seorang yang sangat diandalkan dalam memerintah kerajaan. Wafatnya Gajah Mada dapat dikatakan sebagai detik-detik awal dari keruntuhan Majapahit. 

Sepeninggal Gajah Mada, Hayam Wuruk memanggil para anggota Dewan Pertimbangan Agung (Bhattara Saptaprabhu) yang terdiri dari keluarga raja, yakni: Bhre Kuripan, Bhre Daha, Bhre Lasem, Raja Wengker, Raja Metahun, serta Bhre Pajang.

Di dalam rapat keluarga kerajaan Majapahit tidak dapat memutuskan seseorang yang pantas untuk menggantikan kedudukan Gajah Mada sebagai Mahapatih Amangkubumi. Rapat akhirnya memutuskan bahwa Gajah Mada tidak akan diganti. Untuk mengisi lowongnya posisi Mahapatih Amangkubumi, Hayam Wuruk memilih enam Mahamantri Agung untuk membantunya dalam menyelesaikan urusan negara. 

Keenam Mahamantri tersebut, yakni: Empu Tandi terpilih (Wreddhamantri), Empu Nala (Tumenggung Mancanegara), Srti Nata Krertawardana dan Wikramawardhana (Dharmadyaksa atau Ketua Mahkamah Agung), Patih Dami (Yuwamantri atau Menteri Muda), dan Empu Singa (Sekretaris Negara).

Semua urusan negara yang dikemukakan di atas semula menjadi pekerjaan Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada seorang. Dengan demikian, betapa pentingnya kedudukan Gajah Mada semasa pemerintahan Hayam Wuruk di Majapahit. 

Jabatan Mahapatih Hamangkubhumi tidak terisi selama tiga tahun, sebelum akhirnya Gajah Enggon ditunjuk oleh Hayam Wuruk untuk mengisi jabatan tersebut sesudah Gajah Mada meninggal. 

Akan tetapi, prestasi Gajah Enggon tidak segemilang Patih Gajah Mada. Hal inilah yang menyebabkan salah satu faktor mulai surutnya Majapahit. [Sri Wintala Achmad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun