Ketika batu diranggas dengan gerenda, terdengar teriakan hingga memekakkan telinga, "Aku ingin terbebas dalam jati diri yang sederhana."
Lantaran sudah berkepala batu, pengrajin akik terus membentuk batu dengan tangan besi. Hingga tak peduli percik api dan kepul debu menyerbu wajahnya. Wajah yang mengingatkanku kebengisan Hitler
Batu terus diasah sungguhpun telah terbentuk mata cincin. Agar semanis paras manekin yang dipajang di dalam etalase. Mata cincin terus dikilaukan dengan serbuk intan. Agar secerlang mata Monaliza yang memancarkan sinar bintang di balik muram kedukaannya.
Ketika batu sempurna sebagai mata cincin pada embanan. Pengrajin akik berkata, "Aku membentuk mumi peradaban di dalam peti kristal."
-Sri Wintala Achmad-