Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Klasik Spektakuler "Centhini Gugat" (Bagian I)

9 Maret 2018   14:58 Diperbarui: 9 Maret 2018   17:13 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.asia-pacific-photography.com


DESA JURANG JANGKUNG

MATAHARI menyembul dari balik bukit timur. Kabut yang menggenangi desa Jurang Jangkung perlahan-lahan tersingkap. Beburung yang berkicauan berloncatan dari dahan ke dahan pepohonan. Kekupu dan capung-capung berterbangan tanpa menggendong beban di punggungnya. Semilir angin yang menggetarkan dedaunan dan rerumputan terasa memberikan kesejukan jiwa.

Langit safir yang tak tergores awan memayungi desa Jurang Jangkung. Desa yang menghampar di lembah dengan dilingkungi perbukitan. Desa subur yang ditumbuhi aneka pepohonan: kelapa, mahoni, jati, rambutan, jambu biji, jambu air, kelengkeng, dan lainnya. Desa makmur dengan hamparan ladang jagung, tomat, cabai, bayam, bayung, sawi, kobis, kacang panjang, dan lainnya. Desa sejahtera yang diyakini banyak orang sebagai irisan surga.

Sebagaimana orang-orang yang meladang dengan tubuh dan wajah bermandikan keringat, Centhini masih tegar mengayunkan cangkulnya ke tanah garapan. Agar tanaman jagungnya yang baru berumur setengah bulan itu dapat tumbuh kembang dengan baik. Memberikan hasil jagung-jagung segar yang besar. Terbebas dari serangan hama dan ulat.

Di naungan matahari yang semakin terik, Centhini mengatur napasnya yang mulai ngos-ngosan. Menyeka leleran keringat di wajah dan leher dengan tapak tangannya yang kasar. Dengan memanggul cangkul, ia menuju gubug di tepian pematang. Duduk di ambenan gubug itu. Menenggak air yang keluar dari lubang moncong kendi. Rasa segar menjalar ke seluruh tubuhnya.

Dalam diam, Centhini mendesah. Teringat pada keputusannya yang bodoh. Menerima perintah Syeh Amongraga untuk menikah dengan Monthel. Lelaki bertubuh tambun yang kemudian menceraikannya sesudah tergoda dengan seorang janda kembang. Meninggalkannya tanpa mengingat nasib Kinanthi. Anak perempuan semata wayangnya yang akan merasa damai tinggal di antara ayah dan ibunya.

Menjelang matahari tepat di titik terpuncak kubah langit, Centhini beranjak dari amben gubug. Dengan perutnya yang mulai keroncongan, ia meniti pematang ladang. Pulang ke rumah.  Meletakkan cangkul dan kendi di dapur. Membasuh wajah, tangan, dan kaki di sumur. Memasuki ruangan depan. Menyantap secowek nasi jagung, sayur lodeh, dan lauk gorengan tempe garit. Melepas lelah sambil menikmati secangkir secang gula aren yang dipersiapkan Kinanthi di atas meja kayu.

"Masakanmu sangat lezat, Kinanthi!" Centhini mengipas-ngipaskan salah satu selendang lurik pemberian Tambangraras ke lehernya yang basah karena keringat. "Secang gula aren buatanmu dapat membuat kemepyar. Sungguh bakat masak mendiang nenekmu telah kamu warisi, Ndhuk."

"Apakah Nenek juga pintar masak, Mak?"

"Kalau tidak pintar masak, nenekmu tidak bakalan dipercaya sebagai tukang masak keluarga Ki Bayi Panurta."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun