Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik Politik Versi Pelukis Daryono Yunani

24 Februari 2018   03:44 Diperbarui: 24 Februari 2018   04:45 1231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CILACAP terus menggeliat dalam bidang kesenian. Hal ini tidak dapat dilepaskan dengan peran aktif dari para penggiat seni baik tradisi maupun modern yang terus menggali, melestarikan, serta menumbuh-kembangkan bidang garap tersebut. Di antara para penggiat seni di Cilacap, terdapat nama Daryono Yunani. Seorang perupa yang menekuni bidang kesenian lain, semisal teater dan musik tradisi.

Karena komitmennya dalam mensosialisasikan dan mengembangkan seni rupa di Cilacap, Daryono Yunani tidak hanya mencipta, namun pula terus berupaya untuk memresentasikan karya-karyanya secara intensif di ruang apresiasi publik.

Gaya Modern Bertema Tradisi

DISADARI bahwa sebagian kreator seni rupa di Indonesia berada di antara pengaruh tradisi dan modernisasi. Fakta ini ditunjukkan bahwa banyak karya seni rupa bergaya modern, namun tema dan simbol yang diangkat bernapas tradisi. Dari sini terbaca, bahwa perupa memiliki suatu kearifan dalam memerkenalkan produk budaya tradisi melalui seni rupa modern. Sehingga karya-karya dari perupa yang tetap berpijak pada budaya leluhurnya senantiasa akrab dengan apresian dan penikmat lokal. Di samping karya-karya tersebut memiliki peluang besar untuk survive di era global.

dokpri
dokpri
Daryono Yunani termasuk salah seorang perupa Cilacap yang konsisten untuk mengangkat tema serta simbol tradisi lokal dalam setiap karyanya melalui gaya visual modern. Pendapat ini berdasarkan karya-karya yang bertajuk: Prabu Jaka Wirang, Pidato dan Bendera Setengah Hati, Petruk Dadi Asu, Bocah Bajang Giring Angin, Semar Kendhat, dll. Karya-karya yang memvisualkan figur tokoh wayang untuk menyampaikan kritik mengenai ketidakberesan dalam kehidupan politik di negerinya.

dokpri
dokpri
Selain tokoh-tokoh wayang, Daryono Yunani di dalam menyampaikan kritik politisnya melalui figur Barong (Barong I dan Barong II). Melalui figur barong yang dapat disaksikan dalam pertunjukan Ebek, Jathilan, atau Reyog Ponorogo; Daryono Yunani terkesan menyindir mengenai para pemimpin (pejabat) negeri yang korup. Dikarenakan, Barong berkepala singa dalam Reyog Ponorogo tersebut menyimbolkan raja Majapahit 'Bhre Kertabhumi' (1474-1486) yang gila melakukan praktik korupsi. Akibat praktik korupsi yang dilakukan Kertabhumi tersebut mengakibatkan pemberontakan Ki Ageng Kutu. Tokoh yang disimbolkan dalam Reyog sebagai panari topeng badut merah.

Semar Kendhat

MENILIK karya-karya seni lukis Daryono Yunani sungguh menarik. Namun dari keseluruhan karya, terdapat satu karya yang sangat menggelitik. Karena selain menarik secara visual, karya yang bertajuk Semar Kendhat tersebut niscaya mampu membuka wacana politik bagi publik. Karya dengan visualisasi tokoh Semar (Sabdapalon) yang menggantung diri dapat ditangkap sebagai bentuk kritik mengenai ketidakberesan politik di negeri ini. 

Ketidakberesan politik yang disebabkan banyak pejabat dan politikus lebih memrioritaskan kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, dan partainya ketimbang kepentingan rakyat. Akibatnya, rakyat hidup dalam keputusasaan dan penderitaan panjang.

Karya Daryono Yunani bertajuk Semar Kendhat sangat menggugah ingatan publik mengenai kepergian Sabdapalon dari bumi Majapahit. Sesudah banyak pemangku jabatan penting di Majapahit lebih disibukkan dengan perang saudara untuk memertahankan atau merebut tahta kerajaan ketimbang memerhatikan nasib rakyat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa karya Semar Kendhat cenderung merefleksikan harapan Daryono Yunani, agar sejarah Majapahit yang mengalami kehancuran (1527) sesudah ditinggalkan Sabdapalon (rakyat) tersebut tidak terjadi lagi di bumi nusantara.

Harapan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun