Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sansan

17 Februari 2018   03:01 Diperbarui: 17 Februari 2018   05:40 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

DI DALAM kamar belajar, Sansan tak membuka buku. Ia sangat muak dengan rumus-rumus matematika. Rumus-rumus itu sudah serasa disuntikkan gurunya di benak kepalanya. Ia senasib mesin, kalkulator, personal computer, atau android. Hingga keputusannya, ia tak akan mengerjakan pr aljabar-nya.

Pintu kayu bercat coklat tua dibuka dari luar. Ibu Eliana berang saat melihat Sansan tak membuka buku pelajarannya. Alat-alat tulisnya masih tersimpan rapat di kotak plastik kecil sepanjang 25 cm. perempuan paruh baya itu semakin berang, manakala anak bungsunya hanya menatap eternit putih susu. Menyaksikan sekawanan cicak yang lidahnya serupa batangan magnit mungil. Melahap nyamuk-nyamuk yang berkerumun di seputar neon 20 watt.

"Belum kau kerjakan pr-mu, Sansan?"

"Aku tak ingin jadi ilmuwan, Bu."

"Kau ingin jadi apa, anak bengal?"

"Pahlawan!"

"Kenapa?"

"Aku ingin menjadi cicak untuk nyamuk-nyamuk yang mengisap sehabis-habis darah ibu, ayah, dan kakak-kakakku."

Ibu Eliana menggebrak meja belajar. Kotak plastik yang berisikan alat tulis itu terpental. Pena, penggaris, penghapus karet, dan kalkulator berserakan di lantai berubin merah saga. "Kau tak mengindahkan pesan Kakek Abraham."

"Apa pesan Kakek?"

"Pesan beliau bahwa keturunannya dikharamkan menjadi pahlawan. Kau ingin tahu mengapa?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun