Mohon tunggu...
Sri Wintala Achmad
Sri Wintala Achmad Mohon Tunggu... Penulis - Biografi Sri Wintala Achmad

SRI WINTALA ACHMAD menulis puisi, cerpen, novel, filsafat dan budaya Jawa, serta sejarah. Karya-karya sastranya dimuat di media masa lokal, nasional, Malaysia, dan Australia; serta diterbitkan dalam berbagai antologi di tingkat daerah dan nasional. Nama kesastrawannya dicatat dalam "Buku Pintar Sastra Indonesia", susunan Pamusuk Eneste (Penerbit Kompas, 2001) dan "Apa dan Siapa Penyair Indonesia" (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Profil kesastrawanannya dicatat dalam buku: Ngelmu Iku Kelakone Kanthi Laku (Balai Bahasa Yogyakarta, 2016); Jajah Desa Milang Kori (Balai Bahasa Yogyakarta, 2017); Menepis Sunyi Menyibak Batas (Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). Sebagai koordinator divisi sastra, Dewan Kesenian Cilacap periode 2017-2019.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Orang-orang Serigala

14 Februari 2018   10:25 Diperbarui: 16 Februari 2018   00:26 1583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/Mohamed_Hasan

DIKATAKAN mimpi, tetapi di alam nyata. Dikatan nyata, namun serasa di dunia mimpi. Bagaimana tidak? Sewaktu tersesat di suatu perkampungan di wilayah Kalurahan Nguditentrem, aku menyaksikan seluruh orang yang merangkak seperti serigala. Kedua mata mereka menyala bara serupa mata iblis. Lidah mereka menjulur-julur berliur menjijikkan. Bila marah, mereka meraung-raung. Mencakar-cakar tubuhnya sendiri hingga berdarah.

Semakin aku dibuat terheran-heran. Saat mengetahui, kalau orang-orang serigala itu tidak memakan nasi, sayur, dan buah. Mereka memakan besi, kaca, dan plastik. Terkadang mereka memakan sampah dan kotoran yang keluar dari duburnya sendiri. Lebih menyeramkan, mereka memakan bayi yang baru dilahirkan istrinya. Sungguh! Ini perkampungan iblis yang belum pernah diberitakan televisi dan koran. Diunggah oleh pengguna twitter atau facebook.

Sejak menyerupai sarang iblis, kampung yang kemudian dikenal dengan Kampung Serigala itu terisolir dari kampung-kampung lainnya. Hanya orang-orang bernyali besar yang nekad datang ke kampung itu. Bukan sekadar melihat ketandusan sawah dan ladangnya hingga tidak dapat ditanamai padi, ketela, jagung, sayuran, dan buah-buahan; namun pula seluruh penghuninya.

Lambat laun, persediaan makanan di Kampung Serigala ludas tidak tersisa. Karenanya, orang-orang serigala mulai nekad mengadu nasib di kampung-kampung sekitarnya. Mengais-ngais gunungan sampah untuk mencari besi, kaca, dan plastik. Dengan membabi buta, mereka mencuri bayi-bayi yang baru dilahirkan ibunya untuk diglagag sendiri.

Menanggapi laporanku tentang petaka yang melanda kampung-kampung lain di Nguditentrem, Lurah Dulkemit bergegas bertindak. Mengerahkan seluruh anggota Hanra dan Hansip untuk menghabisi orang-orang serigala yang berkeliaran di wilayah kelurahan itu. Sebagai warga yang terbilang baru, aku turut membantu menyukseskan misi itu. Meskipun harus bertaruh nyawa. Mengingat mereka lebih berbahaya dari harimau, singa, atau buaya liar.

vignette2.wikia.nocookie.net
vignette2.wikia.nocookie.net
Siang-malam, orang-orang Kalurahan Nguditentrem selalu berjaga-jaga di setiap tepian kampung mereka masing-masing. Tidak hanya kampung-kampung lainnya, seluruh warga Kampung Pasiraman di mana aku tinggal selalu bergiliran untuk menjaga keamanan dari ancaman orang-orang serigala.

Pada malam bulan penuh, aku mendapatkan giliran jaga di poskamling. Ditemani Kiai Miswan, Kontet, Panjul, dan Gondes; aku menjadi tidak gentar untuk menghadapi bahaya yang kemungkinan muncul malam itu. Terlebih kampak, linggis, dan pedang tidak jauh dari jangkauan.

"Sesungguhnya aku tidak tega membunuh orang-orang serigala itu!" Kiai Miswan memecah suasana senyap. "Seharusnya kita mendoakan, agar mereka dapat terbebas dari kutukan. Kampung Serigala kembali menjadi sejahtera. Sawah dan ladang mereka dapat kembali ditanam padi, jagung, ketela, sayuran, dan buah-buahan. Hingga mereka tidak lagi memakan besi, kaca, dan plastik. Hingga mereka tidak lagi memakan bayi. "

"Kenapa mereka kena kutukan, Kiai?" Aku semakin penasaran. "Kenapa kampung mereka bertanah tandus?"

"Semula Kampung Serigala dikenal dengan nama Kampung Ngudimakmur. Karena kemakmurannya, orang-orang di sana terninabobokan. Mereka tidak menjaga sawah dan ladang mereka yang subur. Sebaliknya, mereka memanfaatkan hasil bumi yang berlimpah untuk ditukar dengan uang. Uang itu, mereka tukar dengan kenikmatan dunia. Bermain perempuan hingga banyak anak kharam dilahirkan. Mabuk tuak. Ngibing dengan sindhen tayup. Bersabung jago. Berjudi kartu, dadu, dan rolet."

"Sungguh sangat kasihan orang-orang itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun