Mohon tunggu...
Achmad Faiz
Achmad Faiz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resensi Buku Muda. Berdaya. Karya Raya!

7 Desember 2022   22:34 Diperbarui: 7 Desember 2022   22:41 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Memaknai Hidup Waktu Krisis 

Judul : Muda. Berdaya. Karya Raya!  

Penulis : Fahd Pahdepie  

Penerbit : Republika Penerbit, Jakarta   

Tahun Terbit : 2019  

Tebal : xx + 336 halaman  

Ukuran : 13,5×20,5 cm  

Jenis kertas : Bookpaper  

Harga : Rp. 85.000

Quarter life crisis adalah situasi-situasi psikologis yang dihadapi oleh kebanyakan orang di usia awal dua puluhan hingga pertengahan tiga puluhan. Pada periode ini akan terjadi ketidakpercayaan diri, keraguan, dan kekecewaan pada hal-hal seputar karir, hubungan, dan kondisi finansial. Perasaan-perasaan ini yang membuat manusia merasa tidak cocok dengan dunia, tetapi tak tahu harus berbuat apa.

Buku Muda. Berdaya. Karya Raya! merupakan kisah nyata Fahd Pahdepie, sang penulis. Fahd mengemas karyanya dengan gaya jurnal karena yakin semua orang punya cara sendiri untuk mengatasi masalah yang sedang dilalui. Oleh karena itu, penulis mengharapkan agar bukunya digunakan sebagai refleksi dan renungan diri bukan menjadi buku panduan. Buku ini memiliki 10 bagian yang dibagi lagi menjadi beberapa subbagian yang mengajak pembaca untuk mengarungi sebuah proses kehidupan Fahd dari masa terburuknya hingga bangkit menjadi seorang penulis, aktivis, dan pengusaha sukses.

Pertama, Fahd bercerita mengenai cita-cita dan masa terburuk kehidupannya yaitu ayahnya bankrut dan ditipu oleh teman ayahnya sehingga semua harta, tahta, dan jabatan hilang. Perlakuan kasar rentenir kepada ibu dan adik perempuannya telah menjadi trauma sekaligus pemecut Fahd untuk meraih kesuksesannya. Fahd yang kecil sudah bercita-cita menjadi penulis mulai membangun pijakannya dengan lomba menulis karya tulis kandungan Al-Quran tingkat provinsi hingga nasional. Fahd berkata bahwa "Jadilah penulis. Jika kau mati, kata-katamu tidak” mengisyaratkan bahwa Fahd menjadi penulis bukan hanya karena uang, tetapi juga ia ingin pemikirannya yang tertulis didalam karya-karyanya dapat abadi di dunia dan bermanfaat bagi orang lain.

Kedua, Fahd bercerita mengenai tujuan hidupnya. Fahd mewujudkan impian-impiannya dengan satu prinsip yaitu memulai dari akhir. Dengan memulai dari akhir, kita harus menentukan tujuan dan merancang jalan untuk mencapainya. Tujuan yang sudah ditentukan akan dipertemukan dengan kita bila dicari. Kekalahan mungkin akan terjadi sehingga Fahd mengutip kata yang ditulis W. Thackeray yaitu " Apapun kamu nanti, cobalah untuk menjadi yang terbaik". Jadi, bila kita mengalami kegagalan maka harus berusaha menjadi yang terbaik sejauh kemampuan dan terus bergerak menatap masa depan. Fahd juga memberi saran bahwa kita jangan menyepelekan kata-kata yang terucap oleh mulut.

Ketiga, Fahd bercerita mengenai semangat pantang menyerah. Fahd mengalami kegagalan dalam bisnis umrohnya sehingga merugi miliaran, tetapi setelah itu keuntungan-keuntungan mulai diraih bisnisnya. Fahd dan rekan-rekan bisnisnya tidak tahu doa jemaah mana yang dikabulkan Allah hingga bisnisnya kembali pulih. Fahd pun berpesan agar kita harus terus bergerak meskipun hidup ini terasa begitu sulit. Dalam menjalankan bisnisnya, Fahd selalu berkomitmen pada terpenuhinya hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selain itu, Fahd mengajarkan untuk menjadi diri sendiri daripada menjadi KW Super Premium sekalipun. Fahd juga berpendapat bahwa hidup yang tidak ada karyanya maka tidak layak untuk diteruskan.

Keempat, Fahd menjelaskan bahwa jika kita berhasil memberi makna dalam hidup, maka bisa menghentikan waktu. Hal ini karena hidup kita tidak diperbudak oleh durasinya. Kita tidak tahu kehidupan orang seperti apa, persepsi kitalah yang menjadi sebuah perangkap untuk menghujat kehidupan orang lain. Kualitas hidup seseorang bukan dari seberapa lama bertahan dan jauh berjalan, tetapi tentang langkah tambahan yang ditempuhnya. Fahd juga menjelaskan bahwa kita juga harus belajar dari Thomas Alva Edison. Edison berpendapat bahwa ide tanpa keringat tidak akan pernah terwujud. Hal ini menjelaskan bahwa kita perlu bekerja keras untuk mewujudkan ide-ide menjadi nyata. Fahd berpendapat bahwa manusia adalah sebuah mesin proses yang berarti bahwa kita akan menjadi sesuai apa yang dilihat, didengar, dan dimakan diri sendiri. Fahd juga berpendapat bahwa hidup bukan tentang sebagai apa kita dilahirkan, tetapi bagaimana cara bertindaknya dan sebagai siapa nanti sampai ajal menjemput.

Kelima, Fahd mengajarkan kita untuk memperhatikan sekeliling. Fahd memberi pembaca pandangn baru mengenai menjadi santri, sekolah di sekolah yang bukan favorit dan swasta, berteman dengan orang yang membawa kebaikan, hidup berdampingan dengan perbedaan, dan percaya kepada yang tidak viral di media sosial. Fahd yang merupakan lulusan pesantren kerap dicaci maki karena menganggap orang tuanya sudah mengambil keputusan yang salah. Pandangan orang mengenai pesantren selalu negatif, entah itu tempat anak-anak nakal ataupun yang lainnya. Fahd merasa pesantren adalah tempat baginya menuntut ilmu sebanyak-banyaknya bukan untuk tempat rehabilitasi. Fahd juga mengubah pandangan seseorang mengenai sekolah favorit yang menurutnya tidak perlu terlalu berjung masuk disana karena yang menentukan kulitas seseorang adalah dirinya sendiri bukan dimana ia bersekolah.

Fahd yang berlatar belakang pendidikan berbasis agama juga menyisipkan beberapa nilai-nilai Agama Islam dalam bukunya ini. Hal tersebut menambah nilai-nilai kehidupan yang bisa diambil jauh lebih kompleks. Buku ini selalu memiliki quote disetiap akhir subbagiannya yang menjadi refleksi maupun pemecut diri. Bahasanya yang digunakan pun juga mudah dipahami dan menarik. Sampul buku juga tidak kalah menarik. Buku ini berwarna cerah, yaitu jingga. Warna jingga melambangkan rasa antusias, daya tarik, kreativitas, kebulatan tekad, sukses, dorongan, dan perangsang sehingga cocok dengan buku ini. Desainnya juga terlihat sederhana dan terkait dengan cerita di buku.

Dalam buku ini dinyatakan menjelaskan tentang quarter life crisis, tetapi tidak demikian. Buku ini menjelaskan krisis kehidupan bahkan saat penulis masih berumur kurang dari 20 tahun yang artinya jauh dari pengertian quater life crisis tersebut. Selain itu, penulis juga terlalu banyak promosi dalam bukunya ini. Hal tersebut tentunya mengganggu pembaca. Pendapat penulis mengenai masalah yang terjadi memungkinkan sebuah perbedaan pendapat sehingga pembaca harus mengambil keputusan sendiri.

Buku ini patut dibaca bagi mereka yang sedang, pernah atau akan mengalami krisis hidup. Hal ini dikarenakan terdapat sebuah makna menarik dari sebuah masalah sehingga kita perlu melihat dengan perspektif lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun