Mohon tunggu...
Achdiat Fadrin Almukni
Achdiat Fadrin Almukni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Manajemen - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Palangkaraya

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektivitas Stimulus Kebijakan Fiskal untuk Meningkatkan Perekonomian Indonesia di saat Pandemi Covid-19

28 November 2022   15:55 Diperbarui: 28 November 2022   15:57 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kontraksi ekonomi global yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 sebesar 8,8 triliun USD, atau 9,7% (Anggraeni, 2020). Penurunan tersebut tercermin dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) beberapa negara, antara lain China (-6,8%), Amerika Serikat (-0,3%), dan Jerman (-2,3%). Pandemi ini juga berdampak pada perekonomian Indonesia, dimana perekonomian Indonesia menyusut sebesar 5,4% (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2020). Realisasi penerimaan negara dan subsidi triwulan II 2020 hanya mencapai 31,21 persen dari target APBN. Realisasi penerimaan pemerintah tersebut antara lain karena penerimaan pajak yang hanya sebesar Rp434,33 triliun. Dibandingkan dengan tahun 2019, penerimaan pajak mengalami penurunan sebesar 3,1%. Jenis pajak yang tumbuh negatif adalah PPh Badan (-15,23%) dan PPh Impor/PPN (-8,90%), PPN dalam negeri (naik hanya 0,82%), pajak impor (-2,64%) dan pajak ekspor (-34,97%). %) (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2020).

Pemerintah Indonesia telah memberikan dorongan melalui berbagai langkah untuk meningkatkan perekonomian, termasuk kebijakan fiskal. Dalam program PEN pemerintah, insentif bagi pengusaha antara lain PPh 21 yang dibayar pemerintah (DTP), pembebasan impor 22 PPh, diskon golongan 25 PPh, pengembalian PPN sementara dan pengurangan pajak penghasilan badan (Kementerian Keuangan RI, 2020.) Keringanan pajak ini diharapkan dapat meningkatkan pengeluaran sehingga dapat meningkatkan PDB (Munandar, 2020).

Kebijakan fiskal terdiri dari kebijakan kontraksi dan ekspansi. Kebijakan fiskal yang tepat digunakan untuk mengurangi pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak, sehingga menurunkan daya beli masyarakat (Makmun, 2010). Pada saat yang sama, kebijakan fiskal yang stimulatif akan meningkatkan pengeluaran pemerintah dan menurunkan tarif pajak bersih, sehingga daya beli masyarakat akan meningkat. Sebaliknya, kebijakan ekspansif meningkatkan belanja publik dan menurunkan pajak bersih untuk meningkatkan daya beli masyarakat.Melalui kebijakan ini, efek multiplier fiskal terhadap permintaan tercapai, dan penawaran umum merespons pertumbuhan tersebut (Abimanyu, 2005).

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai kebijakan perpajakan untuk mendorong perekonomian berbagai negara. Kajian Bhattarai dan Trzeciakiewicz (2016) menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dapat meningkatkan PDB baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini didukung oleh Nurlina & Zurjani (2018) dan Karpova et al (2020) yang menemukan bahwa kebijakan fiskal dapat mempengaruhi pertumbuhan PDB. Di sisi lain, Canelli et al. (2021) menemukan bahwa kebijakan pemerintah saat ini masih belum cukup efektif untuk memitigasi dampak negatif krisis akibat COVID-19. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Burger & Calitz (2020) yang menyatakan bahwa peningkatan pengeluaran hanya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui efektivitas langkah-langkah stimulus fiskal yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menghidupkan perekonomian di masa pandemi pertumbuhan ekonomi. Kajian dilakukan dengan menggunakan data ekonomi Indonesia yang diperoleh dari Kementerian Keuangan RI, Bank Indonesia dan BPS.

Estimasi model ARIMA dapat dilihat dari jumlah selisih, kurva ACF dan plot PACF. Kelayakan model pendahuluan ditentukan oleh tingkat signifikansi parameter. Nilai parameter dari koefisien AR dan MA ditentukan oleh nilai p-velue < a, di mana a adalah 5%. Hasil estimasi dan pengujian parameter menunjukkan bahwa p-value variabel SKF (0,1,1) (0,1,1)4 adalah 0,002 sehingga model dikatakan valid. Selain itu, nilai p variabel PEI (2,3,2) adalah 0,009 dan 0,000, sehingga model dikatakan valid.

Pengujian selanjutnya adalah uji kecocokan model menggunakan uji Ljung-Box. Model ARIMA dikatakan tidak memiliki white noise dan dapat digunakan untuk peramalan, p-value-nya harus > a (0,05). Hal tersebut menunjukkan hasil uji Ljung-Box untuk nilai p variabel SKF sebesar 0,317 dan nilai p variabel PEI sebesar 0,210. Berdasarkan pengujian tersebut, semua variabel tidak terdapat white noise, sehingga dapat disimpulkan desain penelitian ini baik.

Forecasting Tingkat Penerimaan Pajak

Berdasarkan hasil pengujian variabel proksi penerimaan pajak SKF diperoleh model SARIMA (0,1,1)(0,1,1)4 yang digunakan sebagai dasar peramalan. Penerimaan pajak yang mewakili SKF pada tahun 2021 dan 2022 akan mengalami fluktuasi, menurun di awal tahun dan meningkat menjelang akhir tahun. MAPE model sebesar 50,9%, sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang ada sudah cukup baik. Menurunnya penerimaan pajak tersebut disebabkan karena pada awal tahun penghasilan wajib pajak (WP) mengalami penurunan yang berarti pajak yang dibayarkan lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Kebijakan fiskal pemerintah di masa pandemi berdampak positif, karena penerimaan pajak cenderung meningkat. Wajib Pajak menikmati insentif pemerintah sehingga penerimaan pajak tumbuh dan menjadi lebih stabil. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal, terutama di masa pandemi saat ini, memiliki keunggulan dalam penerapannya yang cepat. Pemerintah bertanggung jawab atas stimulus seperti PPh 21, pembebasan impor PPh 22, pengurangan tarif PPh 25 dll. yang dapat meningkatkan pendapatan pemerintah selama pandemi.

Forecasting Tingkat PDB

Tingkat PDB akan meningkat pada tahun 2021 tetapi menurun pada tahun 2022. Pertumbuhan PDB pada tahun 2021 diperkirakan karena kebijakan fiskal yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2020 dan pencabutan pembatasan mobilitas publik pada akhir tahun 2020, yang akan berdampak pada dampak positif bagi kesejahteraan rakyat Prakiraan ini didukung oleh proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyatakan bahwa PDB riil Indonesia akan tumbuh sebesar 4,8% pada tahun 2021 dan sebesar 6% pada tahun 2022 (Dana Moneter Internasional, 2021). Aktivitas ekonomi perlahan meningkat karena lebih banyak kebebasan bergerak di tempat kerja, yang juga meningkatkan daya beli masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun