Mohon tunggu...
RZ Hakim
RZ Hakim Mohon Tunggu... lainnya -

Rakyat biasa yang senang menulis. Kini tinggal di Kalisat, kabupaten Jember.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Semoga Tidak Menjadi Trend, Bocah Bunuh Diri dari Atas Tower

29 Juli 2012   19:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:28 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua malam yang lalu saya terlibat obrolan santai bersama seorang kawan, sebut saja Edge (bukan nama sebenarnya). Dia ini yang menyumbang dua lukisan pada saat acara pesan dalam botol kemarin. Alhamdulillah, setelah melalui proses lelang yang meriah, kedua lukisan tersebut laku. Bukan masalah harga lelang yang membuat saya kagum, tapi lebih pada semangat berbaginya. Sayang pada malam musik amal tersebut, Edge berhalangan hadir.

Lelang Lukisan

Kembali pada obrolan antara saya dan Edge. Dia bercerita pada saya tentang suatu hari ketika dia berada di Ambulu, Jember Selatan. Saat itu sedang berlangsung piala dunia 2010. Edge muter-muter, bermaksud mencari tempat yang nyaman untuk nobar pertandingan antara Brasil vs Belanda. Tiba di depan rumah Pak Kades, Edge memelankan laju sepeda motornya. Di sana ada banyak orang yang sedang berkumpul. Dia hanya memelankan laju motor, tidak benar-benar berhenti. Tiba di sebuah warung, barulah Edge berhenti. Lalu dia menyempatkan diri untuk bertanya, apa gerangan yang terjadi di sekitar rumah Pak Kades? Dan jawabannya menggugah naluri keingin tahuan Edge. "Ada bocah kelas lima SD yang hendak bunuh diri Mas. Dia memanjat tower yang berdiri tepat di samping rumah Pak Kades" Sekarang sudah pukul setengah tujuh. Padahal kabarnya anak kecil tersebut memanjat tower sedari pukul setengah lima sore. Tanpa pikir panjang, akhirnya kawan saya ini kembali ke TKP. Sesampainya di sana, Edge mencoba mengumpulkan data, serpih demi serpih. Edge semakin tahu apa yang terjadi. Garis besarnya begini. Ada seorang bocah lelaki kelas 5 SD yang nekat memanjat tower (hingga ada di ujung dekat lampu) hanya karena masalah biaya sekolah. Orang tuanya menginginkan anak tersebut rajin sekolah. Tapi ketika tiba waktunya membayar SPP, Bapaknya marah-marah dan mengatakan kalau dia adalah anak yang tidak berguna. Ironis.. Tapi Edge tidak bisa berlama lama memikirkan itu. Ada yang harus lebih diprioritaskan. Tentang keselamatan anak yang ada di ujung tower. Hari sudah merangkak semakin gelap. Sementara yang terjadi di bawah, orang-orang terlalu lama terjebak pada sebuah kata. Koordinasi. Ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam lewat, Edge berinisiatif untuk berbincang dengan Kapolsek setempat. Saat dia ditanya, "Anda ini siapa?" Edge dengan tangkas mengatakan, "Kebetulan dulu saya aktif di SAR OPA Jember Pak. Apakah Bapak sudah menghubungi BASARNAS dan lain-lain?" Singkat cerita, akhirnya Edge ikut terlibat dalam koordinasi mereka. Edge juga mengusulkan beberapa hal. Mulai dari mempersiapkan terpal mengelilingi empat sisi tower, hingga mengatur orang-orang yang bergerombol karena ingin tahu. Dan tak lama setelah itu, Edge berhasil memperoleh kepercayaan untuk memanjat tiang tower. Edge memanjat selangkah demi selangkah. Tanpa pengaman dan tanpa penerangan. Dia juga memohon pada rekan-rekan jurnalis untuk tidak menyalakan blitz. Maksudnya sederhana, agar si anak tidak terkejut dan melakukan gerakan yang tidak diinginkan. Tibalah saatnya dimana posisi Edge sejajar dengan si bocah. Mereka ada di posisi yang berlawanan. Mata si bocah melotot tajam manakala mengetahui keberadaan Edge. Sebentar-sebentar dia berkata, "Aku mencolot lek sampeyan nyedhek Mas". Dia mengatakan dalam bahasa jawa. Artinya kira-kira, kalau Mas mendekat, saya meloncat. Pada saat itu suasana tiba-tiba hening. Lalu terdengar suara bocah perempuan balita dari bawah sana. "Maaaas... turun Maaaas". Ternyata itu adalah adek kandung satu-satunya dari si bocah yang hendak meloncat. Dia tertegun. Pada saat itulah Edge mendekat pelan-pelan. Detik berikutnya, Edge nekat. Meloncat dan mendekap tubuh si bocah. Syukurlah loncatannya berhasil. Ah, saya memang kesulitan jika harus menceritakan kisah yang dramatis. Intinya, kisah di atas sukses membawa Edge resah dengan dunia pendidikan di negeri ini. Pada saat kawan-kawan membuat program penggalangan botol kosong untuk pendidikan, Edge sangat support. Dia menyumbangkan ide, pemikiran, dan dua lukisannya. Jangan sampai tragedi bocah bunuh diri dari atas tower (gara-gara masalah biaya sekolah) menjadi trend di negeri ini, begitu kira-kira yang ingin Edge sampaikan. Saat ini, ketika kawan-kawan (di Jember) membuat acara lanjutan bernama Tutup Botol, Edge termasuk yang paling antusias menyumbangkan ide dan apa saja yang bisa dia lakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun