Mohon tunggu...
RZ Hakim
RZ Hakim Mohon Tunggu... lainnya -

Rakyat biasa yang senang menulis. Kini tinggal di Kalisat, kabupaten Jember.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Santi Sang Paskibraka Indonesia Tahun 1996

16 Agustus 2013   21:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:13 2036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1376645756614246441

Santi Dwi Setyaningrum | Foto dari FB milik Santi

Kali ini saya ingin bercerita tentang seorang kawan. Namanya Santi Dwi Setyaningrum. Untuk bisa membuatnya menoleh, cukup panggil dia Santi. Nah, si Santi ini adalah kawan saya satu angkatan di SMA Negeri 1 Arjasa - Jember, meskipun kami tidak pernah satu kelas. Cerita dimulai pada bulan Agustus tahun 1996. Saat itu di Jember masih ramai oleh Karnaval kelas rakyat, dan belum ada JFC. Di tahun yang sama, 1996, pemuda pemudi Jember mulai mengenal berboncengan gaya menyabuk, yaitu si perempuan (yang dibonceng) melingkarkan tangannya di perut laki-laki yang memboncengnya. Hehe, entahlah, mereka terinspirasi oleh apa. Ohya, ada satu lagi yang saya ingat. Antara tahun 1995 - 1996, celana komprang (gaya jadul) kembali marak dimana-mana, termasuk di kota kecil Jember. Itu semua ditandai dengan harga tiket angkot Bus DAMRI yang naik menjadi 100 rupiah untuk pelajar, dan 200 rupiah untuk umum. Diantara itu semua, ada satu berita yang berhasil mencuri perhatian masyarakat Jember. Tidak lain adalah berita tentang seorang siswi asal Jember yang akan mewakili Provinsi Jawa Timur ke Tingkat Nasional dalam rangka persiapan menjadi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) tanggal 17 Agustus 1996. Dan siswi yang dimaksud itu adalah Santi, teman seangkatan saya di SMA Arjasa. Tentu saja saya turut merasa bangga, bahkan meskipun saya tidak pernah sekelas dengan Santi. Lebih bangga lagi, ternyata wakil dari tiap-tiap Propinsi hanya ada dua. Selain Santi, masih ada satu lagi, namanya Dodik Setyowibowo. Entah dari mana, mungkin dari Surabaya. Saya berhasil mendapati namanya (Dodik Setyowibowo) di buku daftar nama PASKIBRAKA Nasional 1967 - 2007. Ketika itu saya masih SMA, jadi wajar bila saya bangga melihat orang yang saya kenal bisa menjadi salah satu Pengibar Bendera Pusaka di Jakarta, dan bisa berjabat tangan dengan orang-orang penting. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan sifat kedaerahan, lokalitas, Jember sentris, atau apalah namanya. Selama Santi sedang mempersiapkan diri untuk keberangkatannya, saya dan kawan-kawan sedang sibuk membicarakan apa itu PASKIBRAKA. Haha, aneh ya. Tapi begitulah kenyataannya. Setiap jam istirahat, atau pada saat pulang sekolah, ketika ngopi di kantin, nongkrong di Terminal Arjasa, sesekali kami obrolkan juga tentang apa itu Paskibraka. Namanya juga masih SMA, kami tidak pernah serius dalam berdiskusi. Dulu, yang kami tahu tentang Paskibraka hanya yang sederhana saja. Apa yang terlihat di mata kami, itulah Paskibraka. Bahwa Paskibraka adalah mereka yang mengenakan baju atas bawah warna putih, mengenakan sarung tangan yang juga berwarna putih, sepatu hitam bersih, mengenakan songkok hitam yang dibubuhi dengan pin garuda, dan pandai baris berbaris. Ya, itulah Paskibraka di mata kami. Jika saya ditanya tentang apa kepanjangan dari Paskibraka, pastilah saya akan menjawab, bahwa Paskibraka adalah singkatan dari Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Manalah saya tahu bahwa dulunya Paskibraka memiliki penjabaran yang lain. Pasukan Pengerek Bendera Pusaka, itu dia awalnya. Baru pada tahun 1973, kata Pengerek diganti dengan Pengibar. Usul tersebut berasal dari Idik Sulaeman. Untuk apa dan siapa Bapak Idik Sulaeman, anda bisa googling sendiri. Anda tahu Bapak H. Mutahar kan? Itu lho, yang menciptakan lagu Himne Syukur, Hari Merdeka, dan lain-lain. Tadinya saya tidak mengira jika seorang yang lebih dikenal sebagai komponis musik Indonesia ini juga turut berperan pada lahirnya Paskibraka. Dimulai pada 17 Agustus 1946, saat itu H. Mutahar (waktu posisinya masih sebagai salah seorang ajudan Presiden) diberi tugas oleh Presiden (Bapak Soekarno) untuk menyusun upacara pengibaran bendera, di HUT pertama kemerdekaan RI. Embrio ini kembali mendapat penyempurnaan manakala pada tahun 1967, ketika H. Mutahar menjabat sebagai direktur jenderal urusan pemuda dan Pramuka, H. Mutahar diminta Presiden (kali ini Presiden Soeharto) untuk menyusun tata cara pengibaran Bendera Pusaka. Mulailah H. Mutahar menyempurnakan penyusunan pengibaran bendera. Kembali ke Santi Santi memang tidak pernah bercerita tentang sejarah Paskibraka, apalagi bicara tentang sosok H. Mutahar. Tentang gagasan Paskibraka yang lahir pada tahun 1946, pada saat ibukota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta, itu juga tidak pernah Santi omongkan. Dia tetaplah seorang Santi Dwi Setyaningrum (di daftar nama Paskibraka Nasional, ejaan namanya adalah Santi Dwi Setiyoningrum) yang ramah, suka bercanda, dan satu lagi... Dulu jaman sekolah, saya tidak pernah mendapati Santi ngomong serius, haha.. Saya masih ingat saat-saat dimana Santi hendak berangkat ke Jakarta untuk mewakili Propinsi Jawa Timur sebagai Paskibraka. Saat itu Santi berwajah ceria. Sedikit-sedikit Santi berkata, "Ayo, sing kepingin salaman karo Pak Soeharto, salaman karo aku ae rek." Dia mengatakan itu dengan nada yang apa adanya, bercanda, dan sama sekali bukan untuk menunjukkan keakuan. Saya tahu itu, sebab saya temannya Santi, meskipun tidak pernah satu kelas :) Keberangkatan Santi kami antarkan dengan doa dan tatapan bangga. Ya, kami bangga. Meskipun dulu SMA Negeri 1 Arjasa belum ada lapangan basketnya, tidak sementereng sekarang, tapi kami memiliki Santi. Masih ada satu kisah ketika Santi pulang dari Jakarta. Dia mendapatkan kehormatan dari Bapak Winarno (Bupati Jember 1996) untuk menjadi salah satu peserta gerak jalan TAJEMTRA (Tanggul - Jember Tradisional), ditempatkan di garis depan, dan menjadi pusat perhatian warga Jember. Wuih, keren. Sayang saya tidak bisa menceritakan bab ini secara rinci, sebab waktu itu (di Tajemtra 1996) saya tidak melihatnya secara langsung. Dari Santi saya belajar, bahwa untuk mencintai tanah air, kita bisa mewujudkannya dari berbagai sisi. Ya, apapun yang kita bisa, yang kita enjoy saat menjalaninya, ada baiknya kita persembahkan untuk negeri ini. Ketika melihat foto-foto Santi di facebook, baru saya tahu ternyata sekarang dia sudah enjoy menjalani hidup sebagai seorang istri bagi suaminya, dan seorang Ibu bagi anak-anaknya. Mungkin dia tidak pernah mengerti, di suatu hari yang lampau, Indonesia pernah tersenyum sebab memiliki putri bangsa bernama Santi. Saya juga tersenyum bangga, meskipun saya tidak pernah satu kelas dengan Santi, haha.. Itulah cerita tentang Santi, salah seorang Paskibraka Indonesia tahun 1996. Untuk Santi, terima kasih ya balasan sms-nya barusan. Itu dibutuhkan untuk penguat tulisan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun