Kuburan selalu identik dengan hal-hal berbau angker, seram, hantu, dan segala momok menakutkan lainnya. Setidak-tidaknya begitulah kesan tentang kuburan yang selama ini berkembang ditengah-tengah masyarakat kita. Akan tetapi ada sebagian juga anggapa itu sama sekali tidak berlaku di Langgar (musholla) tempat saya tidur dan mengaji di kampung saat kecil dulu. Kuburan begitu dekat dengan dengan keseharian kami disebabkan Langgar kami lokasinya di tanah wakaf bersebelahan dan hanya berbatas pagar bambu. Kala itu, Langgar dari kayu jati yang bersebelahan dengan kuburan itu adalah tempat favorit berkumpulnya anak laki-laki dan sekaligus tidur di dalamnya. Tempatnya strategis sekali karena berada di pinggir jalan raya.
Kedekatan tersebut semakin terasa sewaktu tikar yang biasa kami gunakan sebagai alas tidur mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Kami baru akan mendapatkan tikar pengganti begitu ada orang yang meninggal dunia dan dikuburkan di samping Langgar. Ya, tikar bekas pembungkus mayat yang sudah dikafani itulah yang akan kami gunakan sebagai alas tidur. Memang merupakan kebiasaan di kampung kami apabila ada orang meninggal, mayatnya dikafani lalu dibungkus dengan tikar, namun ketika dikubur tikar tidak disertakatan untuk men, pada saat itulah kami akan rebutan untuk mendapatkan tikar. Lanjutkan Membaca