Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pamali dan Logika? Bagaimana Menyikapinya

29 Oktober 2012   17:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:14 4177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam masyarakat kita pada umumnya, khususnya Jawa masih sering kita dengar adanya larangan-larangan atau pantangan-pantangan yang datangnya dari orang yang lebih tua (orang tua) yang biasanya ditujukan kepada orang lain terutama orang muda atau anak-anaknya yang sifatnya melarang atau biasa kita dengar dengan istilah ‘ora ilok’ atau entah apa lagi, yang pada dasarnya melarang atau anjurannya menganjurkan untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang dirasakan sebagai tidak masuk akal. Hal seperti ini biasanya didengar oleh generasi yang lebih muda namun masuk dari telinga kiri keluar melalui telinga kanan, bahkan tidak jaranng terjadi (walaupun dibelakang) dicemooh oleh mereka dan ditertawakan: “huh, dasar kolot”

Benarkah orang tua-orang tua dulu itu mengeluarkan larangan atau pantangan demikian tanpa sesuatu maksud apapun? Sudah tentu, orang tua-orang tua tersebut mempunyai maksud-maksud baik. Hanya karena satu dan lain alasan maka mereka enggan untuk menerangkan apa maksud larangan tersebut. Barangkali karena hal ini menyangkut masalah gengsi atau wibawa orang tua. Biasanya larangan atau pantangan yang datang dari orang tua ditujukan kepada orang muda atau generasi yang lebih muda. Wanita-wanita yang sedang hamil adalah ‘konsumen’ yang paling mengena untuk jenis “produk” orang tua yang berbentuk pantangan ini. karena wanita hamil umumnya merasa khawatir bila bayinya lahir nanti ternyata cacat atau tidak normal karena pada waktu hamil pernah melanggar salah satu pantangan bagi wanita hamil.

Dulu saat masih bujang hobi saya adalah mancing ikan, yang karena berbagai hal hobi itu tak tersalurkan beberapa tahun hingga saya menikah. Pada waktu itu kebetulan isteri saya sedang hamil, ketika saya mengutarakan keinginan untuk mancing kepada salah seorang teman. Kontan teman saya bilang :”Lho, isterimu kan sedang hamil?” dan saya pun semapat balik bertanya. “Memangnya kenapa?”

Konon kabarnya jawab teman saya tadi, kalau isteri sedang hamil maka sang calon ayah tidak boleh pergi mancing ikan, sebab anak yang lahir nanti bibirnya bisa sumbing.

Kalau anak-anak generasi muda masa kini mendengar petuah seperti itu, maka terheran-heran atau malah bisa tertawa sinis. Mana masuk akal? Mana mungkin. Apa hubungannya ikan dikail dengan janin yang masih didalam rahim?

Menanggapi pendapat kawan saya itu sayapun balas menjawab sambil tersenyum, “Kamu betul sob, soalnya kalau saya menyalurkan hobi saya itu berarti isteri saya akan sering saya tinggal dirumah, soalnya kalau sudah terpukau oleh pancing saya bisa semalaman. Kan kasihan istri ditinggal di rumah sendirian tanpa teman seorang pun”.

Kisah diatas adalah salah satu contoh saja dari larangan atau pamali atau penulis menyebutnya ora ilok. Contoh lain misalnya, jangan menyapu lantai dimalam hari, anak gadis jangan suka duduk didepan pintu, jangan menepuk-nepuk bantal di waktu mau berangkat tidur malam, dan masih banyak contoh jangan ini jangan itu atau dilarang ini dan dilarang itu yang sering kta dengar disekeliling kita.

Sebetulnya petuah itu berbentuk ‘ora ilok’ atau larangan itu ada mengandung maksud-maksud baik. Seseorang yang dilarang atau dianjurkan untuk melakukan sesuatu adalah dengan tujuan agar mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Semacam langkah prefentif. Bukankah langkah prefentif jauh lebih baik daripada langkah kuratif.

Yang sering kita dengar dan rasakan bila mendengar pantangan yang dilontarkan oleh seseorang, adalah tidak adanya keterangan rasional lebih lanjut yang terperinci dari larangan tersebut. Atau seandainya pun disertai dengan keterangan, biasanya sangat tidak masuk akal. Apalagi dewasa ini banyak orang muda yang suka berfikir kritis dalam menanggapi suatu persoalan. Adanya keengganan atau ketidakmampuan orang tua untuk menerangkan inilah barangkali yang menyebabkan generasi muda masa kini menanggapinya dengan cemooh dan sinisme. Sebagai akibatnya, orang tua menjadi tersinggung karena merasa bahwa nasehat dan petuah-petuahnya kurang dihiraukan oleh anak-anak atau generasi yang lebih muda. Dan lebh parah lagi, orang tua pada gilirannya merasa bosan dan enggan untuk melontarkan nasehat-nasehat sejenis ini kepada generasi penerusnya.

Duduk di depan pintu, apalagi bai seorang gadis, adalah tidak sedap dipandang mata yang melihatnya. Dan ini oleh para orang tua dikatakan sebagai pamali atau sekedar ora ilok (tidak pantas dan malati) saja.

Hikmah apa sebetulnya yang terkandung dalam larangan ini? kita bisa bayangkan apa yang akan terjadi bila ada orang lain tersandung ditengah pintu yang ingin dilewatinya. Atau jelasnya, duduk di depan pintu menghalangi semua orang yang akan lewat di samping tidak pantas di lihat.

Lantas kenapa ketika mau berangkat tidur malam orang tua sering melarang kita untuk menepuk-nepuk bantal yanga kan ditiduri? Waktu saya masih kecil jawaban yang saya peroleh adalah, “nanti didatangi makhluk halus atau genderuwo” maklum rumah orang tua saya terletak di kampung dan masih belum ada penerangan listrik pada waktu itu.

Baiklah mari kita mengupasnya secara logika;

-Menepuk-nepuk bantal dimaksudkan agar bantal itu menjadi empuk, dengan demikian akan menjadi lebih baik, enak dan pulas bila dipakai tidur. Orang yang kepulasan dalam tidur tidaka kan mendengar bila ada orang luar yang berniat jahat terhadap rumah kita.

-Menepuk bantal di malam hari yang sepi (apalagi kalau suasana di kampung), akan dengan mudah terdengar orang luar yang mempunyai niat jahat terhadap rumah kita. Dan ini akan dijadikan pedoman oleh maling bahw operasi bisa segera dimulai karena yang punya rumah mau berangkat tidur.

Pamali memang mengandung maksud baik dari orang tua terhadap anaknya atau generasi yag lebih muda. Namun karena penyampaiannya tidak disertai dengan keterangan-keterangan yang terperinci, petuah tersebut malah bisa jadi cemoohan yang diterima secara sinis. Padahal apabila disertai debgan keterangan-keterangan yang jelas apa makna dan maksud yang terkandung dalam pamali tersebut, maka seorang akan mengangguk dengan penuh pengertian. Dan dengan demikian wibawa orang tua tetap terpelihara.

Pada segolongan orang yang menerima petuah pamali itu tanpa dicerna lebih dahulu (diterima begitu saja), akan menimbulkan pengaruh yang negatif pada kejiwaannya. Karena dia akan merasa ketakutan terus dan khawatir, lebih-lebih bila dia melanggar pamali itu tanpa sengaja atau secara terpaksa harus melanggarnya. Padahal dia sendiripun tidak tahu apa akibatnya kalau seandainya pantangan itu dilanggar lebih lanjut.

Golongan ini diwariskannya akan menyimpan terus “ajaran” itu dan kemudian akan meawriskanya pula kepada generasi berikutnya (anak cucunya) tanpa disetai keterangan-keterangan yang logis dan rasional serta mudah dimenegerti. Akibatnya golongan ini akan dicap sebagai orang ketinggalan zaman dan kolot oleh golongan lain yang biasanya terdiri dari barisan generasimuda.

Walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju pesat dewasa ini, rasanya petuah-petuah itu masih juga diperlukan. Namun saya cenderung untuk menghimbau kepada generasi tua terutama, agar penyampaian petuah yang demikian itu dengan disertai keterangan-keterangan akan maksud dan tujuannya yang jelas dan bisa ditangkap, diikuti dan dimengerti oleh alam pikiran para “konsumennya” yang kebanyakan terdiri dari para generasi yang lebih muda.

Generasi tua tentu akan merasa sakit hati dan tersinggung bla ternyata nasihatnya tidak dihairaukan oleh orang lain, apalagi kalau orang itu adalah anaknya sendiri misalnya. Padahal, dengan keterangan-keterangan yang terperinci dan masuk akal akan membuat generasi muda merasa tidak dipaksa untuk menelan pamali begitu saja setiap “pamali”atau ujar “ora ilok’ yang datangnya dari para orang tua.

Pun, untuk generasi muda, apabila mendengar atau bahkan jadi sasaran dalam penyampaian pamali itu jangan lantas mentertawakan dan bersikap sinis dalam menanggapi. Biar bagaimanapun mereka adalah lebih tua dari kalian. Sah-sah saja berpikir dan bersikap kritis dalam menanggapi suatu persoalan, tetapi yang perlu kita ingat dan garisbawahi kita harus tetap hormat pada orang tua. Semoga tulisan yang tidak seberapa ini bermanfaat setidaknya sebagai peng-eling untuk diri saya pribadi. Akhir kata wassalam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun