Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tersesat di Kampung Jin Alas Ketonggo

16 Juli 2014   09:10 Diperbarui: 4 April 2017   17:54 18800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Srigati atau Alas Ketonggo ini dari penuturan Pak Marji adalah konon kabarnya, tempat ini dulunya adalah tempat peristirahatan Prabu Brawijaya V setelah lari dari kerajaan Majapahit karena kerajaan diserbu oleh bala tentara Demak dibawah pimpinan Raden Patah. Disini, terdapat Pelenggahan Agung yang banyak dijadikan sebagai tempat bermeditasi bagi mereka yang ingin Ngalap berkah dalam usaha dan Lain-lain.

Masyarakat sekitar percaya bahwa Pelenggahan tersebut merupakan tempat dimana Raden Wijaya bertapa mencari petunjuk sebelum membangun kerajaan Majapahit. Di Srigati juga terdapat sebuah batu besar yang biasa di sebut "Watu Gede" atau Batu Besar, konon disinilah merupakan pintu gerbang kerajaan "Dunia Lain" yang ada disana. Selain itu disini ada sebuah tempat bertemunya dua muara sunga yang disebut "Kali Tempuk" yang sering digunakan untuk mandi bagi mereka yang mendalami ilmu kekebalan, agar awet muda, dan berbagai tujuan lainnya.

Setelah menikmati mie rebus dan segelas kopi di warung waktu sudah menujukkan pukul 18.30. seperti petunjuk Pak Marji sang juru kunci adalah waktu yang tepat untuk mandi di kali tempuk atau dua aliran sungai yang bertemu

[caption id="attachment_333850" align="aligncenter" width="560" caption="Papan penunjuk menuju Kali Tempuk"]

14054500482138241456
14054500482138241456
[/caption]

Mudah saja menuju akses ke lokasi Kali Tempuk ini karena ada papan petunjuknya. Sampai pada lokasi terlihat masih ada banyak peritual yang tapa berendam di kali ini sambil menyulut dupa/hioswa. Karena menunggu terlalu lama peritual yang lain mentas, akhirnya saya putuskan untuk mandi juga dan tak berapa lama kemudian peritual lain selain kami bertiga sudah mentas dan naik. Tinggal kami bertiga.

Salah satu hal yang akan membuat hati merasa diselimuti hawa mistis di sini adalah ketika kita melihat orang-orang yang sedang melakukan ritual. Ada yang bertapa dipinggir kali, nyekar bunga di bawah pohon, bahkan ada yang rela tinggal di situ mengabdikan dirinya untuk terus bertapa di alas (hutan) ini. Memasuki Palenggahan Agung yang nampak adalah kain putih sebagai simbol kesucian yang menambah hawa mistis di sini.

Tak lebih dari sejam kami bertiga berendam di Kali Tempuk itu, selain karena banyak nyamuk juga lumayan dingin. Setelah mengobrol sejenak dan menikmati nuansa malam sungai yang terbalut mistis tadi kami bertiga pun beranjak naik untuk melewatkan malam di Palenggahan Agung.

Namun anehnya, perasaan saat akan menuju ke Kali Tempuk ini tidak ada jalan bercabang namun bengitu kami sampai ada jalan bercabang. Barangkali tadi kami kurang jeli, pikirku. Tapi hati kecilku sangat yakin kalau jalan setapak ini tunggal yang harusnya menikung kekiri kalau dari atas. Karena bingung, saya minta seorang temen yang paling depan untuk berhenti sejenak dan meminta pertimbangan pilih yang mana, kiri atau ke kanan. Karena dua teman sepakat yakin yang kiri ya sudah saya manut saja. Tapi sejujurnya saya yakn arah yang kanan jalan menuju ke Palenggahan Agung.

[caption id="attachment_333851" align="aligncenter" width="552" caption="Pose dulu sesaat sebelum kungkum di Kali Tempuk"]

14054502141914830947
14054502141914830947
[/caption]

Beberapa menit perjalanan, saya mulai melihat keanehan yang tidak biasanya kami lewati barusan saat akan menuju ke Kali Tempuk. Di arah depan ada kabut yang amat tebal, mungkin ini fenomena alam biasa. Jadi tidak ada alas an dengan kabut itu. Kira-kira semenit perjalanan kami menembus kabut tebal itu, akhirnya kabut mulai menipis. Setelah itu, kami memasuki sebuah perkampungan yang amat asing bagiku. Mengapa, seingatku tak ada kampung selain deretan warung penyedia makanan dan minuman di Alas Ketonggo ini. Saya mulai tersadar kalau kami memang kesasar.

“Kayaknya, kita salah jalan ya, Kang!” kata seorang temen yang paling depan yang lantas kemudian saya mengajak dua teman yang lain untuk berhenti berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun