Mohon tunggu...
Abuya IrfanRahman
Abuya IrfanRahman Mohon Tunggu... Guru - Owner Sekolah Alam Dharmasraya

Nama : Irfan Rahman, Lc TTL : Tj. Barulak, 05 Februari 1986 Pendidikan : - TK Aisyiah Bustanul Anfal - SDN 26 Balai Baru - MTsN Tanjung Barulak - MAPK Koto Baru Padang Panjang - Universitas Al-Azhar Cairo Mesir Alamat : Jorong Lambau Nagari Sungai Kambut Kec. Pulau Punjung - Kabupaten Dharmasraya - Provinsi Sumatera Barat Share !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerita Rakyat Dharmasraya - Legenda Terbaliknya Batu Penjemuran Emas

21 Mei 2019   09:45 Diperbarui: 21 Mei 2019   10:02 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sebelum beranjak pulang, emas itu harus dijemur diatas batu dibawah terik matahari selama tiga jam hingga kering. Setelah itu barulah emas itu dijual ke pandai emas di pasar Pulau Punjung.

Inyiak kalombai sibuk menggelar emas basah di atas batu berukuran empat kali tiga meter. Diatas batu itu sudah ada tikar dari daun nipah yang dianyamnya sendiri untuk alas penjemur emas. Sementara matahari kian mengganas diatas kepalanya. 

Panasnya yang terik membuat kulit Inyiak kalombai terasa perih. Perutnya mulai keroncongan. Sambil mejemur emas ia istirahat sejenak dan mengganti baju yang sudah basah. Lalu ia duduk di pelataran didepan rumahnya. 

Matanya memandang kearah sungai. Emas yang masih basah terlihat mengkilat dan bercahaya diterpa sinar matahari. Inyiak Kalombai tersenyum. Ia merasa sangat puas untuk hari ini. Terbayang olehnya, bahwa emas yang sudah diapatkannya minggu ini sangat banyak. Hari ini hari sabtu, esok ia akan menjualnya ke Pulau Punjung.

Sambil menunggu emas benar-benar kering, Inyiak Kalombai memasak nasi untuk bekal makan malam. Matahari mulai beranjak keperaduan maghrib. Awan yang tadinya berwarna putih kini memikul beban hitam. 

Tak lama lagi hujan akan turun. Emas yang dijemur tadi sudah kering dan siap untuk diambil. Inyiak Kalombai tak mau menyia-nyiakan waktu. Ia berjalan menuju bibir sungai dengan hati yang riang. 

Tangannya memegang kain berwarna hitam untuk membungkus emas. Ketika kakinya melangkah ke dalam sungai, tiba tiba angin kencang menghadang. Petir mulai berteriak di sela-sela awan. Kilat menyambar membelah gelap. Awan pun tak kuasa menawan beban. Akhirnya hujan mulai menetes menuruni tangga langit.

Hati Inyiak Kalombai berkecamuk menyaksikan alam yang tak bersahabat. Ia percepat langkahnya menuju batu yang berjarak satu meter dari pinggir sungai. Tangan kanannya merengkuh sisi tikar yang digunakan untuk menjemur emas. 

Tiba-tiba air bergelombang dan angin semakin kencang. Hujan makin lebat. Badaipun tak terbendung. Tikar yang terletak diatas batu tersibak oleh angin yang sedang mengamuk. Emas milik Inyiak Kalombai berserakan kedalam sungai. Hatinya marah bercampur sedih. 

Amarahnya menyala dari dalam dada. Ia tatap langit mencari keadilan. Jantungnya semakin berdegup kencang. Nafasnya tak beraturan. Tangannya kuat mengepal jari-jarinya. Urat aliran darahnya semakin kelihatan dari kulitnya yang sudah mulai keriput. Ia sangat marah dan tak menerima kenyataan ini.

Inyiak Kalombai mengamuk. Batu tempat menjemur emas ia tendang dengan sekuat tenaga. Dengan kesaktiannya batu yang lebar itu melayang di udara hingga jatuh ketengah sungai dalam keadaan terbalik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun