Mohon tunggu...
David
David Mohon Tunggu... Musisi - Penulis advokat tentang KDRT terhadap laki-laki

Mahasiswa LSPR

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pandangan Standar Ganda dalam KDRT

21 Januari 2020   08:30 Diperbarui: 22 Januari 2020   01:12 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jogjapolitan.harianjogja.com

Kita harus mengubah perspektif masyarakat dari perspektif "kekerasan dalam rumah tangga hanya terjadi jika laki-laki memukul perempuan" menjadi perspektif "semua bentuk kekerasan dalam rumah tangga dapat dilakukan oleh perspektif kedua gender".

Pada 19 Mei 2018 terjadi kasus di Indonesia ketika seorang suami bernama Adi Putra yang berasal dari Perum Pucangan Baru, Kartasura, Sukoharjo menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang melaporkan istrinya, RE, ke Kepolisian Daerah Sukoharjo untuk perlakuan kasar. 

Setelah istrinya melemparkan keranjang ke wajahnya yang menyebabkan dia cedera, Adi segera melaporkan ke Unit Perlindungan Wanita dan Anak. 

Tidak ada pembaruan lebih lanjut, pada 11 April 2019, Kasatreskim AKP Rifeld Constantien Baba mewakili kepala polisi AKBP, Iwan Saktiadi mengatakan kasus tersebut telah didelegasikan ke tahap II ke kantor Kejaksaan Negeri Sukoharjo. Istri Adi didakwa dengan Pasal 44 Ayat 4 UU RI No. 23 tahun 2004. Hukumannya maksimum empat bulan penjara atau denda maksimal Rp. 5 juta.

Meskipun kasus-kasus seperti ini jarang muncul ke permukaan, saya mencoba membuat survei terkait dengan situasi ini. 74,5% dari responden setuju bahwa standar ganda ada di Indonesia, namun jumlah responden yang sama juga tidak setuju bahwa pria harus memukul wanita itu kembali. 

Sebagian besar responden mengkonfirmasi bahwa jika pria membalas, itu hanya akan memperpanjang masalah. Yang lain menjawab bahwa pria secara fisik lebih kuat daripada wanita dan bahwa mereka harus menyerah terhadap pasangan mereka. 

Ini berarti bahwa terlepas dari jumlah orang yang menyetujui dan menyadari bahwa standar ganda memang ada di Indonesia, stigma laki-laki dilarang untuk memukul balik atau ketidakpercayaan dan cemoohan yang dihadapi sebagian besar korban laki-laki ketika melaporkan masih tetap ada.

Seperti psikiater dari Rumah Sakit Siloam Bogor dan penasihat @ibunda_id, Dr. Jiemi Ardian tweeted, "Laki-laki enggan menceritakan perasaannya, karena takut dianggap "kurang laki laki". Cowo ga boleh nangis, Cowo harus kuat. Apa yang bisa kita harapkan dari masyarakat yang laki lakinya tidak diijinkan merasakan emosi?" 

Pernyataan ini memberikan konfirmasi terhadap solusi dari responden survei. Mereka menyarankan bahwa standar ganda harus dihilangkan dari kasus kekerasan dalam rumah tangga, tidak peduli apa jenis kelamin yang harus diperoleh, dan terakhir, laki-laki harus diperlakukan sama dan terbuka untuk konseling untuk mendapatkan dukungan yang dibutuhkan.

Ditayangkan juga di Hipwee

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun