Mohon tunggu...
Emir Yunus
Emir Yunus Mohon Tunggu... Auditor - Muslim; seorang anak, suami, sekaligus ayah.

Hanya seorang murid yang belajar di sekolah kehidupan; berharap lulus dengan nilai bagus.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kebenaran

11 Maret 2020   11:46 Diperbarui: 11 Maret 2020   11:46 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Salah satu kutipan yang mencakup cara hidup cara pikir cara pandang kita adalah "Jangan mengikuti kebenaran karena orang, tapi ikutilah orang karena kebenaran."

Jangan ikuti kebenaran karena orang; maksudnya, jangan fanatik. Jangan ikuti orang dari A sampai Z seolah dia pasti selalu benar. Jangan. Karena pasti orang ada salahnya, kecuali Rasulullah.

Jadi, satu-satunya yang diperbolehkan untuk kita fanatik, kita ikuti/patuhi dari A sampai Z adalah Rasulullah.

Bahkan, panutan-panutan lain, yang tidak bisa kita ikuti dari A sampai Z tadi, bisa kita nilai dari kecocokannya dengan apa yang diajarkan Rasulullah, sehingga kita bisa memilah mana yang bisa diikuti & mana yang tidak, dari orang selain Rasul tersebut.

Ikutilah orang karena kebenaran. Nyambung dengan kalimat pertama. Patokan kebenaran kita sebagai muslim adalah Rasulullah. Kita boleh mengikuti siapapun, termasuk nonmuslim sekalipun, dalam hal yang Rasulullah juga telah mengajarkannya, seperti konsep Minimalis dari orang Jepang kemarin itu.

Abu Hurairah bahkan pernah diajari Setan untuk membaca Ayat Kursi sebelum tidur agar tidak diganggu oleh Setan. Setelah menceritakan kepada Rasul dan Rasul membenarkannya, maka Abu Hurairah mengamalkannya.

Tapi apakah dikatakan bahwa Abu Hurairah berguru kepada setan ? Manut kepada setan ? Ya jelas tidak. Abu Hurairah mengamalkan membaca ayat kursi sebelum tidur, karena dia tahu sesuai dengan petunjuk Rasul, Rasulullah membenarkannya.

Jadi, bukan ukuran siapa yang mengatakan/berbuat, tetapi apa yang dikatakan/dilakukan. Jika ia kebenaran yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah, maka kita terima. Jika tidak, maka tidak kita terima.

Dan untuk mengetahui mana yang sesuai dan yang tidak sesuau dengan petunjuk Rasul, lagi-lagi kita harus belajar. Menuntut ilmu. Ngaji.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun