Banyak para cukong bermain politik bahasa menggunakan kata pembangunan, dan kita terpengaruh oleh kata itu. Mereka terus membahasakannya secara rutin agar terus-menerus didengar dan dihayati masyarakat kita. Tujuan dari sering diutarakannya adalah agar kita mempercayainya. Mereka menyampaikannya layaknya iklan-iklan komersial yang terus menghiasi layar televisi kita.
Kenapa kata pembangunan menjadi alat pelindung bagi para cukong itu menyembunyikan nafsu bejatnya ? Karena kata pembangunan itu pada dirinya memberi imajinasi tentang sesuatu yang berkembang, maju, modern. Kata itu diyakini tanpa ragu sebagai satu-satunya yang meniadakan kemiskinan.
Para cukong itu seringkali berhasil memanipulasi kenyataan. Yang nampak jelas dimata, direkayasa olehnya menjadi kabur. Sementara yang absurd di modifikasi seakan-akan benar meski tidak demikian adanya.
Anehnya para cukong itu sering berhasil, sukse menipu rakyat. Pembangunan yang dihembuskannya ternyata tak lebih dari penyengsaraan dan perampasan ruang hidup bagi mereka yang berada di wilayah sekitar pembangunan itu.
Jika menguliti yang mampak dimata kita, contoh kecil adalah lokasi-lokasi yang menjadi wilayah kelola rakyat sebelum dimodifikasi menjadi aset daerah/pemerintah, seperti tempat-tempat wisata kita.
Dahulu, masyarakat kita bebas menikmati wilayah pesisir, menjadi tempat para nelayan dan perempuan mencari ikan dan jenis makanan laut lainnya, merasakan indahnya pesona laut dan pemandangannya dengan gratis.Â
Namun hadirnya pembangunan itu merampas semuanya, menelan semua sumber kehidupan masyarakat pesisir dan nelayan. Nelayan dan perempuan tersingkir dari mata pencahariannya. Parahnya, dalam menikmati indahnya pemandangan lautnya, mereka kadang harus membayar gegara pembangunan itu.
Inilah pembangunan yang dimaksud para cukong itu. Pembangunan yang berpihak pada kepentingan kuasanya, modal dan swasta. Bukan kepentingan rakyat, tapi kepentingan merampas lingkungan dan kehidupannya.