Saya berjumpa dengan Najamuddin Musthafa baru kali ini saja namun kesan perjumpaan itu begitu sangat dekat terasa dikarenakan adanya kesamaan kultur antara saya dengan Najamuddin, beliau dari Sakra Timur saya dari Sakra Barat, tentang keinginan dan niatnya untuk mencalonkan diri mendampingi HMSL adalah bagian lain dari hal itu tetapi bil khusus saya sangat tertarik dengan konsep dan pandangan beliau tentang TGB gubernur NTB dua periode.
Islam dan kepemimpinan adalah simbiosis, keduanya bergandengan dan saling melengkapi sebagai contoh seorang yang memiliki kompleksitas seperti kecerdasan intlektual,kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual akan memiliki daya tarik yang berbeda dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan, selain daya tarik mereka memiliki kesadaran yang lebih dari pada orang yang tidak berilmu konteksnya tentu saja sama dengan daya tarik diatas karena keilmuannya, kembali kepada keislaman tentang kesadaran personal yang mengelilingi orang-orang islam yang memiliki ilmu pengetahuan pasti akan mendapatkan derajat yang mulia.Â
 secara personal perlu untuk kita sebutkan contohnya seperti Gubernur NTB H. Zainul Majdi (TGB) sangat di gandrungi oleh masyarakat Indonesia secara nasional sebabnya tidak lain adalah karena keilmuannya, disamping capaian dan prestasi dalam bidang politik juga barang tentu karena ia memiliki kemampuan komunikasi yang santun dengan semua pejabat dan rakyatnya, contohnya sudah sangat banyak, namun disebalik capaian prestasi itu tidak semua orang akan menyenangi sosok TGB pertanyaannya ialah siapakah mereka???
untuk menjawab pertanyaan pertanyaan ini tentunya tidak mudah, dibutuhkan penelitian dan konsistensi mengurai benang kusutnya mulai dari Lombok timur,NTB bahkan Nasioanal karena gerakan TGB dalam membangun bangsa tentunya memiliki konsep tersendiri dan saya bisa pastikan konsep semacam itu akan sama dengan konsep Nahdliyyin karena nahdlatul wathan sama ideolaoginya dengan Nahdlatul ulama pada konsep tentang ukhuwwah wathaniyah, ukhuwah wathaniyyah artinya semngat mencintai tanah air NKRI.
Menganalisa persoalan kita sebagaimana yang termuat di media-media nasional melalui media cetak dan elektronik kita saksikan pembantaian kepada para ulama oleh sejumlah orang, kemudian adanya penyerangan kepada kaum nasionalis dengan mengatas namakan agama islam, maka dipandang perlu melakukan pendekatan yang lebih koherensif untuk mewujudkan semngat kebersamaan, contoh kongkrit tentang hal ini kita teliti dari sejarah kemunculan TGB dikancah politik yang berawal dari kalangan santri tentu hal ini adalah bagian dari konsfirasi dan ganjalan bagi karier beliau menuju kemanfaatan yang lebih besar untuk nasioanal dan internasional.
kebersamaan yang dimaksudkan disini adalah kesatuan visi dan misi membangun bangsa dan tanah air, haruslah sama meskipun dilatar belakangi oleh kendaraan dan mesin politik yang berbeda dengan tetap menjaga dan merawat nasionalisme kebangsaan, itulah semangat ukhuwah wathaniyyah atau semangat mencintai tanah air dengan tidak membedakan agama,ras dan suku-suku bangsa.
Ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) bukan hanya slogan, melainkan juga sudah menjadi kepribadian bangsa, khususnya bangsa indonesia. Semua umat dan etnik yang hidup di bawah atap indonesia mengejawantahkan slogan ini di dalam bentuk kepribadian. Khusus untuk umat islam, sejak awal berdirinya bangsa ini menganggap kosakata islam dan nkri bagaikan sebuah kata majemuk. Kedua kata ini tidak bisa dipisahkan karena sudah saling memberi energi satu sama lain. Jika kita berbicara tentang islam di indonesia, pasti kita berbicara tentang nkri, demikian pula sebaliknya. Pemahaman islam yang berkeindonesiaan dan islam yang berkeislaman sudah terjadi jauh sebelum indonesia lahir sebagai negara.