[caption id="attachment_336358" align="alignnone" width="448" caption="Gambaran musyawarah"][/caption]
Arah demokratisasi yang sedang berlayar dari pulau nestapa menuju pulau harapan harus diselamatkan melalui dua cara yakni, pertama mengedepankan "musyawarah" dan kedua memenuhi ketaatan terhadap "prose demokrasi". Proses demokrasi yang dimaksud adalah masyarakat ikut memikirkan dan menyusun pendapat dalam membuat beberapa keputusan serta menciptakan hasil akhir, tujuan, batas, dan metode dalam memilih pemimpin yang dapat meminimalisir dampak bawaan demokrasi masa lalu. Dua hal tersebut diatas bertumpu pada satu pekerjaan utama, yakni sinkronisasi desain proses pemilihan langsung melalui musyawarah mencari untuk menemukan bakal calon pemimpin didalam bilik suara untuk diputuskan atau ditetapkan.
Secara operasional, warga masyarakat berkepentingan untuk mengendalikan kekuasaan dari penyalahgunaan yang dilakukan oleh pemimpin yang terpilih melalui mekanisme hukum. Dan sepertinya inilah yang belum terwujud pasca pemilihan pemimpin.
Tanggung jawab besar dari penyelenggara negara sudah menanti, bagaimana berfikir dan bertindak dengan benar dan sudah pasti baik dalam membuat dan melaksanakan regulasi yang dibuat yang dimulai dari membuat tata tertib bermusyawarah. Berikanlah ruang dengan mengedepankan nalar konstitutif sehingga aturan yang dibuat bisa dipahami dengan baik ditingkat operasional.
Warga masyarakat (desa) sebagai pemegang kedaulatan dengan berbagai elemen didalamnya perlu dibangun secara optimal melalui keasadaran diri, pengenalan diri untuk mengontrol berjalannya aturan hukum (peraturan desa) yang dibuat.
Prakarsa ini dapat dicontohkan melalui Pemilihan Kepala Desa (pilkades) di level desa yang tejadi di desa Baleanging Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dalam pilkades tersebut terdapat beberapa calon kepala desa (kades) yang bersepakat memasang baliho dalam satu bingkai bersatu (satu baliho dengan lima calon didalamnya). Termasuk pemborosan jika membuat gambar masing-masing dan dipasang di pohon-pohon secara individual. Inilah contoh baik. Inilah modal demokrasi yang sesungguhnya yakni persatuan dan kesatuan yang tercermin dari keadilan sosial, kemerdekaan dibingkai dengan permusyawaratan/perwakilan dalam wadah "Badan Permusyawaratan Desa (BPD)" ditingkat desa. Hal ini dimaksudkan dalam rangka menjamin tidak terjadinya konflik pasca pilkades dan mencegah biaya demokrasi yang terlalu besar dan mubasir.
Pilkades di level desa, pilkda di Kabupaten dan pilgub di tingkat provinsi serta pilpres di level pusat kemudian selanjutnya pileg di semua level perlu dirumuskan kembali untuk menemukan desain yang dimulai dari input seperti regulasi, kebijakan, dana dan lain-lain kemudian diproses sedemikian rupa sehingga outputnya tidak terjadi konflik yang bersifat laten.
Oleh karena itu, tanggung jawab bersama dalam menyelamatkan demokrasi yang modal utamanya adalah persatuan dan kesatuan yang diplester oleh keadilan dalam bermusyawarah dalam membentuk peradaban dengan ciri, pengetahuan, kebaikan dan keindahan.
wallahu a'lam bissawab!
Bulukumba, November 2014
Abd. Rahim
[sumber gambar: jallus12.wordpress.com]