Mohon tunggu...
Abraham Raditya T. P.
Abraham Raditya T. P. Mohon Tunggu... Musisi - Aku bertanya maka aku ada.

Sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Anak Muda Mengkritik Kebijakan Pemerintah. Pantaskah?

30 Oktober 2019   21:10 Diperbarui: 12 April 2022   01:39 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: merdeka.com

Indonesia sedang bergejolak. Indonesia sedang penuh dengan gelora protes dan teriakan penolakan. Sayangnya Indonesia juga sedang darurat literasi. Kenapa?

Rupanya, gejolak-gejolak politik Indonesia selama beberapa bulan terakhir cukup membangkitkan semangat anak muda Indonesia. Baik semangat berpendapat, berdemonstrasi, dan bahkan semangat bersatu. Peristiwa-peristiwa politik yang terjadi belakangan ini cukup beragam. Mulai dari keluarnya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), keluarnya revisi undang-undang KPK, bahkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, yang kemudian diikuti dengan pemilihan menteri-menteri  yang bisa dibilang cukup kontroversial. Seperti yang sudah pernah terjadi di masa yang lalu, peristiwa-peristiwa tersebut direspon oleh mahasiswa bahkan siswa sma/smk dengan demonstrasi besar-besaran yang diikuti dengan tindak anarkis.

Tapi, di balik banyaknya anak muda yang berteriak-teriak mengenai keadilan, ada hal yang membuat saya gundah. Sangat menyedihkan apabila kita menyadari bahwa aksi-aksi  protes kemarin separuhnya didominasi oleh orang-orang yang tidak paham mengenai isi-isi atau maksud dari  rancangan dan revisi dari undang-undang yang mereka proteskan. Jangankan pelajar SMA atau SMK, ada banyak juga mahasiswa-mahasiwi yang mengatakan kalau mereka hanya "ikut-ikutan" berdemonstrasi.  Bukan tanpa alasan, semangat mereka berdemonstrasi rupanya digerakkan keinginan untuk eksis dan keren. Lebih menakutkannya lagi, massa pada momen-momen seperti ini sangatlah mudah untuk ditunggangi oleh oknum-oknum yang memiliki kepentingan tersendiri.  

Menurut saya pribadi, apabila belum dibekali dengan bekal literasi dan kemampuan berpikir logis, anak muda Indonesia belum pantas mengkritik kebijakan pemerintah. Berargumen atau lebih jauh lagi beretorika, tanpa kecakapan-kecakapan mendasar terasa tidak tepat. Apalagi bila mereka sendiri sebenarnya tidak merasakan dampak langsung dari kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut. Lalu apa yang sesungguhnya mereka cari dari berdemonstrasi? Validasi dari teman tongkrongan? Publikasi atas tindakan yang mereka rasa keren? Atau mereka benar-benar punya sesuatu yang ingin mereka sampaikan?

Sebagai warga negara Indonesia, saya sadar bahwa saya memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat. Seperti yang sudah kita pelajari pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di bangku sekolah, mengeluarkan pendapat, beropini, dan berserikat adalah hak-hak yang diakui dan memiliki landasan hukum yang kuat ( UUD 1945 PASAL 28 E). Namun pendapat macam apakah yang dimaksud? Tentunya pendapat yang dimaksud adalah pendapat yang didasarkan pemikiran yang logis, matang, dan dibangun atas kesadaran seseorang mengenai dampak dan timbal balik dari pendapatnya. 

Saya percaya dari lubuk hati saya yang terdalam bahwa anak-anak muda Indonesia sejatinya adalah anak-anak yang cerdas dan kritis. Sayang sekali apabila semua kelebihan itu tidak diimbangi dengan kemampuan mengkritik yang mumpuni. Para pemuda-pemudi bisa dan boleh memantaskan diri mereka. Bagaimana caranya?  Apabila mereka merasa ingin berpendapat, tentunya mereka harus membekali diri mereka dengan pengetahuan yang cukup sebelum berpendapat atau bahkan berdemonstrasi. Bila diasah, pemikiran-pemikiran kritis mereka tentunya akan memberikan sudut pandang baru.  Bila saja anak-anak muda mau beraspirasi dengan cara yang lebih baik, bersamaan dengan pemikiran logis dan opini yang berbobot, pasti pemerintah tidak akan tinggal diam bukan?

Lantas bagaimanakah sikap  yang harus dibangun oleh anak-anak muda Indonesia dalam mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah?

Saya sangat yakin bahwa memahami suatu permasalah merupakan sebuah kewajiban sebelum kita mengkritisi permasalahan tersebut. Apalah gunanya berdebat apabila kita tidak tahu apa yang kita perdebatkan? Disinilah literasi memiliki peran yang sangat penting. Literasi yang saya maksud tidak berhenti pada kata "membaca" saja. Literasi yang saya maksud mencangkup arti literasi secara luas yang artinya adalah kemampuan mengolah informasi dan memahami suatu persoalan melalui  membaca dan menulis. Melebihi semua itu, tahukah anda bahwa kata "Literasi" diambil dari  kata "literatus" yang artinya adalah orang yang belajar? (Sumber : wikitionary.com ) kamus besar Dari literasi sendiri, terdapat impact yang bisa kita lahirkan.

Jadi, yang harus dilakukan oleh anak-anak muda Indonesia bukanlah hal yang sulit. Hanya sesederhana membaca dan memahami. Kemudian, dengan pengetahuan yang mereka miliki, mulailah diskusi sehat sebagai cara membuka prespektif baru. Setelah munculnya prespektif baru dan pemikiran yang matang, cobalah membuat sesuatu. Karya tulis, video, film pendek, cerpen, apapun itu yang dirasa bisa menyuarakan pendapat para penciptanya. Sumber informasi sudah sangat banyak. Media cetak dan digital sudah bisa diakses dengan sangat mudahnya. Kenapa tidak berusaha mencari tahu lebih jauh sebelum melakukan sesuatu?

 Pesan saya, sebagai sesama anak muda; jadilah manusia yang penasaran dan haus akan kebenaran. Carilah lebih jauh. Lakukanlah sesuatu yang bisa membawa perubahan. Mulailah dengan membaca.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun