Kata orang, hidup kita layaknya metamorfosis, berubah-ubah tiap waktu: bentuk, ukuran, warna, cita-cita.... Cita-cita? Ya, mungkin karena yang satu ini kita ikut mengalaminya. Beruntunglah kita kalau begitu! Kalian pikir, cuma kalian saja yang bisa, hai, Ulat, Kecoa, Belatung, Capung...!
Â
Siapa sangka aku akan jadi seperti sekarang. Seperti apa rupanya? Nanti kau akan tahu. Cerita ini dengan pelan akan menyampaikan kepadamu.
Â
Sekarang dengarlah dulu:
Â
Di hadapanku, orang-orang pada berkumpul. Meski jumlahnya tak banyak, tapi cukup untuk menyebut bahwa itu adalah perkumpulan yang tak biasa. Hari itu akan dilakukan pembongkaran kuburan seorang perempuan. Entah siapa perempuan itu, aku tak diberitahu.Â
Â
Alat-alat penggali dipersiapkan. Ada cangkul, ada sekop, ada beberapa kayu. Dua pria paruh baya yang nampaknya petugas penggali kubur sedang menikmati teh manis, duduk di sebuah joglo dari bambu yang nampaknya tempat mereka sehari-hari beristirahat.
Â
Di antara orang yang berkumpul, aku tak banyak mengenal. Hanya eyang, bibi, abang, yang benar-benar aku kenal. Adapun beberapa orang lain yang tak asing bagiku adalah seorang pria berparas dingin. Rambutnya pendek. Pada bola matanya nampak semacam urat-urat berwarna merah. Aku agak takut kalau bertatapan dengannya. Kemudian tetangga kami yang katanya kuliah jurusan psikologi.