Mohon tunggu...
adika ranggala
adika ranggala Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sebaiknya Ahok Kalah

20 Februari 2017   04:41 Diperbarui: 20 Februari 2017   05:03 2527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Walau saya bukan penduduk DKI, tidak ber-KTP DKI dan tidak memiliki hak pilih di DKI, namun saya mengikuti hebohnya pilkada DKI 2017, dan sejak lama berharap Ahok dapat menang dalam kontestasi pilkada bercita-rasa pilpres tersebut. Akan tetapi, beberapa hari terakhir ini, saya mulai berpikir sebaliknya. Walau saya masih berharap Ahok bisa tetap melanjutkan pembenahan Jakarta, namun saya juga mulai berpikir bahwa sebaiknya Ahok kalah dan tak lagi menjadi gubernur DKI untuk periode berikutnya.

Pikiran bahwa sebaiknya Ahok kalah itu, sebetulnya muncul setelah saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri, apa yang akan saya lakukan seandainya saya adalah Ahok. Dan saya yakin saya tidak setegar Ahok, dan tidak mau "sebodoh" Ahok yang mau habis-habisan menegakkan idealismenya namun dirinya sendiri babak belur.

Seandainya saya adalah Ahok, maka dengan segala kemampuan managerial seperti Ahok, saya tidak butuh hidup dari jabatan gubernur DKI, saya bisa hidup lebih sejahtera dari bekerja sebagai manager di perusahaan ternama, dengan bayaran yang bisa berkali lipat gaji seorang gubernur DKI. Jadi, saya akan dengan senang hati mundur saja dari kontestasi untuk sebuah kursi yang selanjutnya akan membuat sakit kepala, mikirin hajat hidup orang banyak.

Juga, tidak perlu tiap saat dicaci maki "cina", dimaki "kafir", dimaki "haram", dimaki "aseng", dimaki "cukong", dimaki "kacung", dan segala makian yang hanya berakar primordialisme. Buat apa memperjuangkan hidup orang-orang yang menikmati hasil perjuangan kamu, tetapi tidak menghargainya?

Itu pemikiran pertama saya, kenapa Ahok sebaiknya kalah saja dalam pilkada DKI 2017 ini. Pemikiran kedua adalah bahwa manusia memang tidak pernah menghargai sesuatu yang berharga, sebelum kehilangan. Biasanya, setelah sudah hilang, baru manusia merasakan bahwa apa yang selama ini tidak dihargainya, ternyata cukup berharga. Karenanya saya pikir, ada baiknya Ahok hilang saja dari jabatan gubernur DKI, dan biarlah mereka yang sudah merasakan perubahan yang dibawakan oleh Ahok, tetapi tidak menghargainya, merasakan kehilangan setelahnya. Ahok kalah dan membawa serta perubahan yang ada.

Mungkin, ada yang merasa saya terlalu percaya diri bahwa pengganti Ahok tidak akan mampu membawa Jakarta menjadi lebih baik. Ya saya sangat yakin bahwa perubahan yang sudah tampak di Jakarta saat ini akan terhenti jika Ahok sudah tidak lagi menjadi gubernur Jakarta. Karena, fakta berbicara bahwa sekian puluh tahun, berulang kali berganti gubernur, apakah Jakarta mengalami perubahan yang siginificant? Apakah dari gubernur satu ke gubernur lain sebelumnya berbagai masalah di Jakarta dapat dibenahi? Faktanya hanya di era Ali Sadikin Jakarta pernah mengalami perubahan yang siginificant, setelah itu, Jakarta kian hari kian semrawut.

Kenapa berulang kali ganti gubernur, kondisi di Jakarta tidak membaik? Sangat mungkin karena gubernur-gubernur setelah Ali Sadikin adalah gubernur-gubernur yang karakternya tidak keras seperti Ali Sadikin, tetapi sebaliknya gubernur-gubernur yang santun, sangat santun yang saking santunnya sehingga sering kali permisif.

Oleh sebab itu, next, jika Jakarta kembali dipimpin oleh gubernur santun, saya sangat yakin Jakarta akan kembali seperti Jakarta era pasca gubernur Ali Sadikin. Jakarta jalan di tempat, dan hari demi hari kesemrawutan menguasai semua urusan di Jakarta. Dan saat itu, saya akan jadi orang yang tertawa paling keras sambil berteriak "rasain".

Itulah sebabnya, saya pikir sebaiknya Ahok kalah saja, biarlah Anies Baswedan yang menjadi gubernur santun idaman umat. Biarlah waktu yang akan menyadarkan warga Jakarta, gubernur seperti apa sesungguhnya yang bisa membantu mereka keluar dari kubangan masalah Jakarta. Apakah gubernur yang santun bertutur kata, atau gubernur yang selama ini sering diolok-olok bermulut jamban.

Sungguh, sebagai bukan warga DKI, saya benar-benar berpikir sebaiknya Ahok kalah saja, dan kita tunggu bagaimana gubernur pendukung ormas intoleran membenahi masalah-masalah akut di Jakarta.

Dan saya juga penasaran, bagaimana kehidupan kelompok-kelompok yang selama ini sangat menjunjung tinggi toleransi (sebagai contoh kaum nahdliyin) akan hidup dalam intoleransi yang mungkin akan sangat merajalela di Jakarta jika gubernur yang mendukung (dan didukung) ormas intoleran berkuasa.

Semua pemikiran saya itu, hanya kontemplasi saya seandainya saya adalah Ahok. Sayang sekali, Ahok terlalu idealis, sedangkan saya realistis. Ahok mau saja babak belur untuk orang-orang yang tidak siginificant bagi hidupnya, bagi orang-orang yang menolaknya. Ahok bukan saya, bahkan Ahok mungkin tidak pernah berandai-andai jadi diri saya. 

Pada akhirnya, saya memang mengagumi idealist seperti Ahok, tapi saya tidak akan pernah mau menjadi idealist seperti dirinya. Sekali-kali tidak! Apalagi di negeri di mana seorang seperti Ahok tidak akan pernah memenuhi kriteria pimpinan idaman umat, karena "label" bajunya beda. 

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun