Mohon tunggu...
adika ranggala
adika ranggala Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ahok-Djarot (Masih) Nothing to Lose

16 Februari 2017   13:40 Diperbarui: 16 Februari 2017   15:28 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemungutan suara pilkada DKI rasa pilpres, akhirnya sudah pula terlaksana kemaren (15 Februari 2017), dengan tersungkurnya pasangan Agus-Sylvi secara mengejutkan. Perolehan suara pasangan Agus-Sylvi, berdasarkan hasil akhir quickcount (hitung cepat) semua lembaga survey hanya berkisar pada angka 16-18%. Bahkan di bererapa titik pemungutan suara, pasangan Agus-Sylvi, tidak mendapatkan suara sama sekali alias NOL.

Namun kekalahan pasangan Agus-Sylvi tidak serta merta mengakhiri hiruk pikuk pilkada DKI, karena pasangan Ahok-Djarot hanya mampu mendulang suara sebesar 43-44%, sedangkan pasangan Anies-Sandi mengumpulkan suara sebesar 39-41%. Yang berarti tidak ada pasangan kandidat yang bertarung mencapai suara 50%+1 sebagai syarat menutup pilkada DKI dengan satu putaran saja. Sehingga pilkada DKI harus berlanjut ke putaran dua.  

Putaran kedua pilkada DKI dijadwalkan puncaknya pada pemungutan suara putaran dua pada 19 April 2017, kurang lebih dua bulan lagi. Yang artinya dalam kurun waktu dua bulan, kedua pasangan bersama tim sukses dan pendukungnya akan kembali mengulang apa proses yang sudah dilalui sebelumnya; melakukan kampanye, sosialisasi, dan kegiatan-kegiatan untuk meraih suara untuk memenangi pemungutan suara berikutnya. Hanya saja, kali ini dengan durasi waktu yang lebih singkat dari putaran pertama.

Kampanye, sosialisasi dan kegiatan yang akan dilakukan kedua pasangan bersama tim sukses dan pendukungnya, sepertinya tidak akan banyak berbeda dengan apa yang sudah dilakukan dalam tiga bulan terakhir. Bahkan kemungkinan tidak ada yang baru, karena semua strategi pastinya sudah ditumpahkan untuk memenangkan putaran pertama sebisa mungkin. Tidak mungkin sebuah strategi jitu yang bisa membawa pada kemenangan di putaran satu disimpan untuk berjaga-jaga jika sampai harus dua putaran.

Satu hal penting penting yang perlu menjadi perhatian adalah pada akhir masa kampanye putaran satu, masing-masing pasangan telah pula memberikan laporan keuangan kegiatan kampanye-nya, dan kita bisa melihat dengan nyata betapa besar biaya yang dibelanjakan oleh masing-masing pasangan, bagaimana pengelolaannya, dibelanjakan untuk apa, dan darimana sumbernya, hingga akuntabilitas pelaporannya.

Berikut dana kampanye dari ketiga pasangan yang berkompetisi di pilkada DKI 2017.
Pasangan Calon No. 1 Agus-Sylvi
Pemasukan sebesar Rp68.967.750.000
Pengeluaran sebesar Rp68.953.462.051

Pasangan Calon No. 2 Ahok-Djarot
Pemasukan sebesar Rp60.190.360.025
Pengeluaran sebesar Rp53.696.961.113

Pasangan Calon No. 3 Anies-Sandi
Pemasukan sebesar Rp65.272.954.163
Pengeluaran sebesar Rp64.719.656.703

Berdasarkan nilai, tidak ada yang menyolok dari dana kampanye ketiga pasangan, karena tidak terdapat ketimpangan yang berlebihan. Namun, yang menarik cukup menarik ditelaah adalah sumber dana kampanye tersebut.

Bendahara tim pemenangan pasangan Agus-Sylvi, Gatot Suwondo, ketika menyampaikan laporan dana kampanye menjelaskan bahwa dana kampanye pasangan Agus-Sylvi sebagian besar bersumber dari sumbangan kelompok, perusahaan berbadan hukum, perorangan, dan partai-partai pengusung.

Sementara itu, bendahara tim pemenangan pasangan Ahok-Djarot, Charles Honoris dalam jumpa pers 12 Februari 2017, di Posko Pemenangan, Jalan Borobudur, Jakarta, mengemukakan bahwa dana kampanye Ahok-Djarot sekitar 70% merupakan sumbangan individu, ditambah sumbangan perusahaan berbadan hukum dan partai pengusung. Ahok dan Djarot masing-masing menyumbang 1 juta rupiah.

Kemudian, bendahara tim pemenangan Anies-Sandi, Satrio Dimas Adityo di Posko Pemenangan Anies-Sandiaga, Melawai, Jakarta Selatan pada 11 Februari 2017 menjelaskan bahwa sumber terbesar dana kampanye Anies-Sandi berasal dari uang pribadi cawagub Sandiaga Uno, yakni sebesar 62,8 miliar rupiah.

Dengan data-data yang dilaporkan oleh bendara masing-masing tim pemenangan tersebut, hari ini kita bisa menyimpulkan beberapa hal, diantaranya:

- Pasangan Agus-Sylvi
Dengan perolehan suara hanya sebesar 16-18% sangat tidak berimbang untuk pengeluaran dana kampanye sebesar Rp68.953.462.051 (paling besar diantara ketiga pasangan calon). Belum lagi memperhitungkan biaya pribadi kelas bisnis diluar dana kampanye yang dibelanjakan sebagai reward untuk tim pemenangannya 2 hari sebelum pemungutan suara.

- Pasangan Ahok-Djarot
Dengan perolehan suara sebesar 43-44%, walau tidak unggul satu putaran seperti yang diharapkan, dapat disimpulkan dana partisipasi grass root dikelola dengan sangat baik. Besarnya partisipasi individu menyumbang juga mengindikasi besarnya trust masyarakat pada pasangan petahana ini. Ini menjadi nilai tambah bagi pasangan Ahok-Djarot.

- Pasangan Anies-Sandi
Dengan perolehan suara sebesar 39-41%, dibandingkan dengan besaran pengeluaran dana kampanye, masih dapat dikatakan layak. Namun kecilnya partisipasi individu menyumbang mengindikasikan kecilnya trust masyarakat pada pasangan Anies-Sandi. Dengan kata lain, sesungguhnya dengan dana pribadi sebesar itu,  cukup dengan Event Organizer, Sandiaga Uno sudah bisa berkampanye.

Dana kampanye, se-utopis apapun seseorang yang mau merogoh koceknya, adalah tetap merupakan sebuah investment. Siapapun yang menyumbang untuk dana kampanye pasangan paslon yang berkompetisi dalam pilkada (bahkan pilpres sekalipun), tentu memiliki ekspektasi akan "return-nya'. Return bisa dalam berbagai wujud. Ada yang berkekspektasi akan terwujudnya iklim usaha yang lebih baik, banjir yang berkurang, kesejahteraan yang meningkat, birokrasi yang bersih, perubahan yang significant, dan lain sebagainya.

Berkaca pada fakta data sumber dana kampanye pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi, sesungguhnya pasangan Ahok-Djarot, secara pribadi berada dalam posisi NOTHING TO LOSE, alias apakah kemudian menang atau kalah di putaran dua, karena keduanya tidak perlu mengkhawatirkan ROI (Return of Investment) alias balik modal dari satu juta rupiah yang mereka masing-masing sumbangkan.

Sebaliknya, untuk pasangan Anies-Sandi, terutama Sandi tentunya, ROI atas uang pribadinya 62,8 miliar tersebut sangat tergantung pada kemenangan di putaran kedua. Jika pasangan Anies-Sandi kalah, apakah Anies dan partai-partai pengusung akan bersedia urun-an (patungan) untuk mengganti seluruh atau sebagian dari uang Sandi tersebut? Mungkin saja, walau probabilitas-nya sangat kecil.

Maka memenangi putaran dua, menduduki kursi wakil gubernur DKI adalah satu-satunya harapan bagi Sandiaga Uno untuk mencapai titik ROI. Minimal dari sisa dana operasional Gubernur DKI yang sebesar 50 miliar pertahun dikalikan 5 tahun, dana pribadi 62,8 miliar yang dikeluarkan oleh Sandiaga Uno dalam kampanye pilkada DKI dipastikan ROI.

Tapi, mungkin saja Sandiaga Uno tidak berharap balik modal atas 62,8 miliar uang pribadinya... ya mungkin saja... yang pasti warga DKI perlu bersiap diri jika kemudian tahun-tahun berikutnya, tidak pernah ada lagi pengembalian sisa dana operasional gubernur DKI, seperti yang selama ini dikembalikan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.

Pada akhirnya, pasangan Ahok-Djarot masih seperti dulu-dulu, NOTHING TO LOSE.

SALAM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun