Mohon tunggu...
Isroi Isroi
Isroi Isroi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berbagi Tak Pernah Rugi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dominggus Nones: Tidak Lulus SD, Sukses Mengelola 3505 Petani dengan Omzet Rp. 31.5 M

13 Mei 2015   08:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:06 1980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_417075" align="aligncenter" width="560" caption="Dominggus Nones di salah satu kebun pala organik Desa Galela Barat, Kec. Dokulamo, Kab. Halmahera Utara. (Foto koleksi pribadi)"][/caption]

Namanya Dominggus Nones, lahir empat puluh satu tahun yang lalu di desa Dokulamo, Kec. Galela Barat, Kab. Halmahera Utara. Kalau dilihat di peta lokasi desanya hampir di ujung pulau Halmahera yang berbentuk huruf ‘K’ itu. Om Minggus, begitu biasanya saya memanggilnya, hanya sempat mengenyam pendidikan sampai kelas lima SD saja. Seperti kebanyakan orang-orang di desanya, Om Minggus bekerja sesabagai petani pala dan kelapa. Kepulauan Maluku, termasuk pulau Halmahera, dari sejak jaman dahulu terkenal sebagai penghasil biji pala terbesar di dunia.

Om Minggus meneruskan tradisi petani-petani di desanya dengan menanam buah pala dan kelapa. Om Minggus menanam pala secara tradisional. Tradisi turun temurun petani pala di Galela tidak pernah menggunakan pupuk kimia apalagi pestisida kimia. Tanaman palanya ditanam dan dibiarkan tumbuh dengan sendirinya. Om Minggus dan keluarganya hanya datang ke kebun untuk memetik buah pala yang sudah matang atau biji pala yang berjatuhan ke tanah. Tanda buah pala yang sudah matang adalah buahnya terbelah dan warna fulinya sudah berwarna merah. Om Minggus hanya mengambil biji dan fulinya saja, buah palanya dibuang di kebun dan dibiarkan membusuk untuk pupuk kompos tanaman palanya. Jadi boleh dikatakan biji pala dan fuli yang dihasilkan oleh Om Minggus dan petani-petani lain di Galela adalah biji pala organik.

Om Minggus menjemur biji dan fulinya secara tradisional. Hanya dijemur saja di bawah sinar matahari sampai kering. Kalau sudah kering cangkang bijinya dipecah, biji bagian dalam dan fulinya yang dijual ke tengkulak atau pengepul di desanya. Harga biji dan fuli ditentukan oleh tengkulak. Harganya juga fluktuatif, kadang-kadang tinggi, tapi seringkali harganya rendah. Kalau harga rendah, petani malas memanen biji pala dan membiarkannya busuk di kebun. Sayang sekali.

Setahun yang lalu, Om Minggus ditawari untuk mensuplai biji pala organik oleh sebuah lembaga sertifikasi produk organik di Jakarta. Om Minggus diberitahu tentang keuntungan dan manfaat produk organik yang bersertifikat resmi. Om Minggus sangat tertarik dengan tawaran ini. Om Minggus mengumpulkan teman-teman sesama petani pala. Terkumpul sebanyak 1205 orang petani pala. Singkat cerita, lembaga tersebut akhirnya melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap biji pala yang diproduksi oleh Om Minggus dan teman-temannya. Hasilnya, memang biji pala yang dihasilkan oleh Om Minggus memang biji pala yang memenuhi persyaratan produk organik. Padahal, persyaratan ini sangat ketat sekali dan jarang yang langsung bisa dinyatakan produk organik.

Petani pala yang ikut musyawarah itu sepakat untuk membentuk kelompok tani dengan nama Kelompok Tani Tarakani dan mereka mufakat mengangkat Om Minggus sebagai ketuanya. Bulan Desember 2013 Om Minggus secara resmi menerima sertifikat pala organik yang memenuhi strandard USDA. Hebat. Om Minggus melalui kelompok tani Tarakani membuat kesepakatan pembelian biji pala organik langsung dengan eksportir. Mereka menyepakati harga pala yang tinggi, yaitu sebesar Rp. 105rb per kilo. Permintaan biji pala organiknya pun sangat besar 800 ton per tahun.

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Dominggus Nones di kebun pala organik Desa Dokulamo, Kec. Galela Barat, Kec. Halmahera Utara"]

Dominggus Nones di kebun pala organik Desa Dokulamo, Kec. Galela Barat, Kec. Halmahera Utara
Dominggus Nones di kebun pala organik Desa Dokulamo, Kec. Galela Barat, Kec. Halmahera Utara
[/caption]

Persyaratan biji pala organik sangat ketat. Petani sama sekali tidak boleh menggunakan pupuk kimia atau bahan kimia apa pun yang dilarang dalam budidaya biji pala. Proses pascapanennya pun tidak boleh menggunakan bahan kimia. Peralatan yang digunakan untuk mengolah biji pala tidak boleh dicuci pakai sabun colek atau detergen. Bahkan, petani tidak boleh menyalakan obat nyamuk bakar dekat-dekat dengan penjemuran atau penyimpana pala. Untuk menjaga kualias ini, Om Minggus membentuk koordinator-koordinator di tiap wilayah. Tugas koordinator ini untuk mengawasi agar prinsip-prinsip pertanian organik diterapkan dengan sunguh-sungguh oleh anggota kelompok tani Tarakani. Sertikat organik ini dievaluasi setiap tahun. Jadi setiap tahun petani pala akan dicek dan dievaluasi lagi produk biji pala organiknya.

Om Minggus dan kawan-kawannya hanya bisa memenuhi sebanyak 300 ton biji pala setahun. Harga biji pala organik tetap stabil. Meski harga pala lokal turun, harga pala organik tetap stabil. Jika harga pala lokal naik, harga pala organik ikut naik. Ini sangat menguntungkan Om Minggus dan teman-temannya. Om Minggus tidak lagi dipermainkan oleh tengkulak. Kalau dihitung omzet Om Minggus dan kelompok taninya setahun mencapai Rp. 31,5 M. Besar sekali.

Kepemimpinan Om Minggus di kelompok tani Tarakani cukup berhasil. Ini dibuktikan dengan banyaknya petani-petani lain yang ingin bergabung dengan kelompok tani Tarakani. Awal tahun ini sudah ada 2500 petani yang mendaftar dan memenuhi syarat sebagai petani pala organik. Jadi total anggota kelompok tani Tarakani pimpinan Om Minggus saat ini sebanyak 3505 orang. Sangat banyak untuk ukuran kelompok tani.

Om Minggus telah berhasil mengangkat nilai biji pala yang dihasilkan di Kab. Halmahera Utara. Om Minggus berharap usaha ini akan terus maju dan bisa memenuhi permintaan konsumen organik di luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun