Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rayakan Imlek dengan Semangat Toleransi, Bukan Politisasi

24 Januari 2020   15:51 Diperbarui: 24 Januari 2020   15:57 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber publicinsta.com

Tinggal menghitung jam saja masyarakat Tionghoa di berbagai penjuru dunia akan merayakan tahun baru Imlek sebagai sebuah tradisi. Imlek bukan saja kita kenal sebagai hari pergantian tahun bagi etnik Tionghoa namun di dalamnya terdapat dimensi cultural history.

Menuju kesana, kita akan menyaksikan berbagai pertunjukan/atraksi kebudayaan yang ditampilkan sebagai langkah estetis. Pusat-pusat pembelanjaan seperti Mall, supermarket, hotel, akan terpampang kain merah. Menandakan warna kesucian dari Imlek itu sendiri.

Indonesia sebagai sebuah negara yang majemuk patut untuk aktif dalam menyambut perayaan Imlek. Sandaran persaudaraan yang terkandung dalam semangat kebhinekaan harus menjadi legalitas kolektif.

Bahwasannya, semangat kebhinekaan yang tersirat sejak lama telah dikotori oleh perilaku intoleran dan kebencian antar sesama manusia yang memiliki kepercayaan berbeda. Apalagi panggun mayoritas kerap kali menggunakan super powernya untuk melegitimasi minoritas.

Bukan saja itu, klan minoritas menjadi ladang subur untuk dipolitisasi. Pastinya pada momen-momen Pilkada dan Pilpres. Isu anti China, dan tenaga kerja asing sering kali dipolitisir kepada mereka. Doktrin kolonial ini sungguh laku dipasaran jika goreng kembali oleh mereka yang anti kemajemukan.

Apalagi bicara atmosfir demokrasi Indonesia masih menyimpang narasi antar kelas. Mereka yang berketurunan China dianggap sebagai warga kelas dua dan bisa tiga. Senyata dalam teorinya, demokrasi sangat anti terhadap ajaran kelas.

Problema sikap toleransi sejujurnya masih rendah dikalangan masyarakat Indonesia. Ini yang kemudian memberikan ruang bebas kepada mereka gerombolan politisasi guna memanfaatkannya dengan berbagai cara.

Oleh karenanya, edukasi pengetahuan akan nilai-nilai toleransi dan kebhinekaan harus digempurkan lagi. Toh, semuanya telah tercover rapih dan dianggarkan pemerintah. Tapi kita sebagai insan budiman jangan mengharapkan hal tersebut. Kita punya rasionalitas lebih untuk dilekatkan kepada mereka yang terpapar ajaran kebencian.

Seharusnya semangat ini yang harus kita bawah dan tanami disanubari warga bangsa. Bahwa mencintai dan menerima perbedaan adalah hak setiap warga negara. Intoleran yang nyata bukan ajaran leluhur dan agama Allah SWT. Memiliki sifat damai dalam diri merupakan bekal di akhirat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun