Mohon tunggu...
Sabri Leurima
Sabri Leurima Mohon Tunggu... Freelancer - Ciputat, Indonesia

Sering Dugem di Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penghancuran Tanah Surga Indonesia

25 Mei 2019   18:33 Diperbarui: 25 Mei 2019   18:36 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peristiwa bersejarah terjadi pada 1 Mei 1963 dimana secara resmi UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) menyerahkan kembali wilayah Irian Barat (Papua) yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda kepada pemerintah Indonesia. Saat itu pula bendera Merah Putih kembali dikibarkan di tanah Irian Barat secara gagah berani.

Sejarah ini menambah keluasan daerah kekuasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kini di usia yang ke-65 tahun bergabungnya Papua ke tangan Republik Indonesia. Belum cukup menjawab semua persoalan yang di alami orang papua.

perlajuan pembangunan infrastruktur dan pemerataan ekonomi belum bisa ditafsirkan sebagai satu instrumen "Papua sudah Maju seperti daerah lain", ini ambigu. Kejahatan rasial dan stigma-stigma buruk masih di alami orang papua. Sekali lagi infrastruktur bukan jawaban dari semua masalah yang di alami papua.

Walapun diberlakukanya Otonomi Khusus (Otsus) No 21 Tahun 2001, sama sekali adalah bagian yang memperkeruh suasana. Otsus bukan memberi solusi malah menambah masalah. pemberlakukan Otsus menambah pasukan keamanan yang begitu besar sehingga tak jarang kasus-kasus penembakan sering terdengar, intimidasi, dan kekerasan, walaupun jarang diberitakan nasional.

Saya sengaja mencoba mengambarkan Papua dari sudut pandang berbebeda. Perampasan lahan, kekerasan dan dehumanisasi, menjadi konsen internum dalam tulisan ini. Sehingga pada saat yang sama kita tidak berhak menjudgtifikasi keburukan orang lewat stigma negatif.

Pada Desember 2012 disela-sela konfrensi Islam di Malasyia, Chairul Anhar, dengan gagahnya mengatakan akan berinvestasi perkebunan sawit di Indonesia, sekisar 4.000 Km, atau seluas 4 kali lipat Ibukota Jakarta. Rencana itu Papua adalah targetnya.

Hal lain adalah proyek besar  Merauke Integrated Food And Energy Estate ( MIFEE ) pada 2010 dimasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ada sekita 2,5 Juta Hektar lahan tradisional yang akan di babat habis. Lahan tradisional itu berupa lahan sagu yang akan digantikan dengan sawah. Padahal kita tahu bersama Sagu adalah identitas orang Papua.

Strategi ini merupakan bagian dari strategi perang kebudayaan kolonial,  aspek-aspek ketradisionalan dihilangkan dan dipaksa untuk hidup dengan pola kebudayaan baru. Ini sangat tidak rasional. Pemaksaan seperti ini yang mendehumanisasi orang-orang papua secara pelan-pelan hingga keturunan mereka.

Sejak Undang-Undang No 1 Tahun 1967 Penanaman Modal Asing (PMA) diluncurkan Presiden Soeharto,  UU PMA adalah pintu masuknya perusahan besar di Indonesia. Sejak saat itu pula PT. Preefort menghancurkan alam Papua dan kekayaan sumberdayanya.

Sayangnya berbagai upaya yang dilakukan masyarakat Papua, masih mendapat citra buruk oleh pemerintah dan publik Indonesia bahwa itu merupakan tindakan separatis. Persepsi ini terus dibangun bertahun-tahun. Orang Papua yang berjuang melindungi tanahnya diperhadapkan dengan moncong senjata, kasusnya sudah banyak. Tapi publik menanggapi sebagai gerakan separatisme.

Konyol, membicarakan Papua dengan argumentasi parsial. Jauh-jauh hari sebelum berdirinya NKRI, sungai dan lembah-lembah adalah kehidupan orang Papua yang terus dipertahankan. Disana mereka bahagia sebelumnya datangya negara dan regulasinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun