Mohon tunggu...
Arsyad
Arsyad Mohon Tunggu... Guru - cerpen

Nama Arsyad Dengan satu istri dan dua orang anak,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Senja Merah Danau Burung

4 Desember 2019   10:39 Diperbarui: 4 Desember 2019   10:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Paman Mawi mengeluarkan mandau dari sarung warna kuning, berkilap  memantulkan cahaya merah matahari senja, mandau berhulukan ukiran kepala burung.

"Argh........" suara pekikan panjang rasa sakit terdengar jelas, darah merah segar mengalir dari dada Paman Mawi,jelas terlihat, cakaran kuku tajam makhluk mengerikan berhasil menembus kulit hitam keriput, Paman Mawi tersungkur jatuh ketanah becek jalan setapak ditepi rawa, Aku dan Bani berteriak agar Paman Mawi menjauh dan menghindar dari makhluk menyeramkan  itu. Tapi dia tidak bergeming sedikitpun, Pamam Mawi bangkit dari jatuhnya dan membalikan badannya, berdiri tegap memegang mandau yang sudah sedari tadi dikeluarkan dari sarungnya, menatap makhluk menyeramkan itu dengan penuh amarah, darah yang terus mengalir tidak dihiraukannya.

Paman Mawi menyerang makhluk menyeramkan  dengan membabi buta, tebasan, tusukan dan sabetan mandau berkali kali diarahkan  ketangan, perut tubuh makhluk itu, tinju, tendangan pun dilayangkannya,anehnya tidak ada satupun dari tebasan dan sabetan mandau paman mawi melukai makhluk menyeramkan itu, ia tetap kokoh berdiri tanpa sedikitpun bergerak, hanya mata merah, dan kepaladengan taring dan bulu hitam menyeramkan yang bergerak memperhatikan Paman Mawi, seakan menantang kami semua untuk menyerangnya.

Paman Mawi terlihat kelelahan, serangan nya mulai melemah, kaki tanpa alas dengan celana cingkrang mulai goyah, ditambah luka yang terus mengeluarkan darah. Kami yang ketakutan hanya bisa memandang khawatir dari balik pohon galam.

Akhirnya, satu serangan tiba-tiba tangan kanan besar berbulu hitam, jari dan kuku tajam dengan cepat berhasil memegang dan mencekik keras leher Paman Mawi, mandau yang digenggamnya terjatuh, tubuh tidak terlalu tinggi Paman Mawi perlahan naik terangkat oleh tangan kokoh makhluk menyeramkan, kulit leher keriput kembang kempis menahan sakit,lidahnya terjulur seakan ditarik, mulutnya ternganga lebar, kedua tangan nya berusaha keras membuka cekikan tangan kokoh dan jari besar makhluk mengerikan,kakinya yang terangkat dari tanah kesana kemari mencari pijakan.

Melihat keadaan Aku dan Bani langsung berusaha menolong Paman Mawi, ku peluk erat kaki Paman Mawi yang semakin tinggi terangkat, kutarik dengan keras berharap makhluk liar ganas ini melepaskan cekikannya, Bani dengan cepat melompat dan menebaskan mandau Paman Mawi yang jatuh terlepaskearah tangan makhluk menyeramkan yang sudah mulai menunjukkan kemarahannya, tapi usaha kami sia-sia.

Satu pukulan keras tangan kiri makhluk liar tepat didada Bani membuat nya terlempar dan terguling beberapa meter kebelakang,mandau yang digenggamnya terlepas dan jatuh kedanau, darah segar mengalir dari bekas pukulan keras makhluk itu, goresan kuku tajam makhluk menyeramkan merobek baju dan kulit dada Bani, sejenak Bani diam tidak bergerak menahan sakit yang amat sangat akibat pukulan itu, tangan kanan nya memegang dada bekas pukulan makhluk kasar mengerikan, dipandang sesaattelapak tangan yang berdarah, darah merah didada bekas pukulan yang menempel ditelapak tangan nya.

Paman Mawi mulai tidak bergerak, kakinya terasa kaku, tangan nya yang berusaha melepaskan cekikan makhluk mengerikan melemah dan terjatuh disamping badannya, lidahnya terjulur keluar, matanya melotot. Makhluk mengerikan itu menatapku dengan tajam, tangan ku perlahan melepaskan pelukan kaki Paman Mawi yang sudah tidak benafas kaku, Aku mundur menjauh sedikit demi sedikit dari makhluk itu, tatapan nya terus mengikuti kemana aku bergerak, makhluk mengerikan itu berjalan perlahan  mendekati ku.

Senja merah berubah menjadi malam, samar cahaya bulan menampakan cahanya yang temaram tertutup awan, suasana mencekam nan mengerikanbegitu terasa, makhluk mengerikan semakin mendekat kepadaku, mata merahtanda amarah seakan menyala tidak sedikitpun berkedip menatap tajam, tangan besarnya mulai bergerak seakan hendak menerkamku, kuku tajam terlihat menonjol dijarinya, aku sudah tidak bisa berlari, terasa sangat berat kaki ini untuk melangkah, rasa takut, kelelahan dan putus asa bercampur menjadi satu.

Terasa semakin dekat ajal ku, tidak terbayangkan olehku akan menjadi seperti ini, sebentar lagi aku akan menyusul Ipul dan Paman Mawi, kematian yang mengerikan dan mungkin semua orang ketakutan saat membayangkannya, "buruk nian nasib mu Sat"terdengar jelas suara yang berbisik ditelinga ku

Makhluk menyeramkan itu mengangkat tangan kanannya tinggi, mengarahkan kuku tajam kebagian dadaku, bersiap untuk merobek mengoyak baju dan kulitku yang telah basah oleh keringat, secepat kilat makhluk itu mengayunkan tangan dengan kuku tajamnya ketubuhku, aku hanya pasrah mataku terpejam menanti sakit yang amat sangat ketika kuku tajam makhluk ganas mengerikan mengoyak kulit tubuhku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun