Mohon tunggu...
Abest
Abest Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Segala puji dan syukur untuk segalanya hari ini

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kecelakaan Adalah Budaya di Indonesia

9 Januari 2015   18:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:28 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bung Hatta pernah menyatakan bahwa korupsi adalah budaya di Indonesia. Pernyataan itu sudah diungkapkan puluhan tahun lalu. Walau tidak ada pembuktian empiris ilmiah dari lembaga resmi, rakyat Indonesia yang setiap hari hidup di Indonesia, tahu apa yang dikatakan Bung Hatta itu benar adanya.

Dan rakyat awam Indonesia juga bisa saat ini mengatakan, bahwa kecelakaan adalah budaya di Indonesia. Tata cara hidup, gaya hidup, cara berkegiatan dan bekerja, baik secara pribadi, maupun di perusahaan kecil rumah tangga hingga perusahaan besar bertaraf internasional berteknologi tinggi, yang dapat disebut sebagai budaya hidup masyarakat Indonesia, rawan menjadi sebab-sebab kecelakaan.

Gegap gempita masyarakat dalam menanggapi kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 di teluk Karimata, tanpa bermaksud tidak hormat kepada keluarga korban kecelakaan pesawat tersebut, dengan jumlah korban 162 orang, membuat bertanya-tanya, mengapa masyarakat Indonesia tidak gegap gempita dengan jumlah korban meninggal kecelakaan lalulintas yang mencapai puluhan ribu setiap tahun? Korban meninggal kecelakaan di tahun 2013 sejumlah 26.416 orang, tahun 2012 sebanyak 29.544 orang, 2011 sebanyak 31.195 orang..

Bila akhir tahun 2014 masyarakat Indonesia gegap gempita dalam merasakan duka untuk kecelakaan pesawat AirAsia, kenapa tidak setiap akhir tahun merayakan duka untuk puluhan ribu nyawa hilang dalam kecelakaan lalulintas di tahun tersebut? Apa karena pesawatnya, yang merupakan sarana transport berteknologi canggih berharga 1 triliun? Karena penumpangnya yang golongan mampu menengah ke atas dari rakyat Indonesia? Apa karena nilai asuransinya yang miliaran per orang?

Karena media yang gegap gempita menyiarkannya, bahkan live 24 jam tiap hari (tidak dianggap merampok hak publik?) ?. Atas nama semangat reportasi menguber sumber berita, keluarga korban, sampai lupa tepa selira ? Menayangkan gambar korban yang ditemukan secara realtime, dalam kondisi apa adanya, lupa mempertimbangkan hancurnya perasaan keluarga korban yang menyaksikan tayangan?

Disebut kecelakaan karena merupakan kejadian buruk yang tidak diinginkan, dan tidak disengaja terjadinya. Kecelakaan yang terjadi sebagian besar disebabkan faktor kelalaian manusia. Ambil contoh perilaku pengendara motor yang melaju ngebut, menyalip, menikung, mengerem mendadak, menyeberang memotong arus. Apakah mereka dalam kondisi sadar akan keselamatan dirinya, dan orang lain di jalan raya, akibat dari cara berkendaranya ?

Seorang gadis siswa SMA melaju kencang di atas motor matic. Apakah dia sudah memiliki SIM? Apakah dia sudah terlatih mengendalikan motornya bila harus mengerem mendadak dalam kecepatan setinggi itu? Apakah dia memperhatikan rute jalan yang dilaluinya, di depannya adakah persimpangan gang, belokan tajam, pasir di jalan, atau lubang menganga di aspal ? Apakah tali helm yang dipakainya sudah dikancingkan ? Apakah dia rutin mengecek kondisi kendaraan? Kondisi rem? Kondisi ban?

Hampir dipastikan hal-hal seperti itu tidak diperhatikan oleh seorang gadis remaja, dan juga kebanyakan -atau hampir semua- masyarakat Indonesia yang mengendarai motor. Kebiasaan seenaknya sendiri, menyepelekan aturan dan prosedur, menganggap remeh detil-detil, masih menjadi gaya hidup orang Indonesia, baik yang masih belia, yang dewasa, tua, yang bodoh maupun yang berpendidikan tinggi. Padahal perbedaan kecil antara helm dikancingkan atau tidak, nanti akan menjadi perbedaan besar, antara nyawa masih ada atau melayang, bila terjadi kecelakaan, kecelakaan akibat hal remeh sekalipun, seperti jatuh sendiri karena mengerem mendadak di tikungan.

Tidak hanya dalam urusan transportasi, kebiasaan meremehkan prosedur standar, SOP, juga dilakukan dalam kegiatan pekerjaan. Kegiatan yang dianggap sederhana seperti mengelas besi di bengkel, suatu hal lumrah di sekitar kita, dilakukan tanpa menggunakan seragam kerja standard bengkel, tidak memakai topeng pelindung, tanpa sepatu safety dan sarung tangan, dan bila kadang on site yang posisinya di ketinggian, tidak menggunakan tali pengaman.

Kecelakaan di pabrik, seperti kulit kepala terkelupas karena rambut panjang buruh tertarik mesin pemintal benang, kaki terpotong karena seenaknya mengatur posisi kayu menggunakan kaki di mesin pemotong kayu, tubuh hancur karena terpeleset ke mesin penggiling, dan masih banyak lagi macam kecelakaan kerja akibat kebiasaan meremehkan aturan SOP kerja yang dianggap ribet dan berlebihan.

Tukang bangunan yang sedang merenovasi rumah, tidak waspada dengan situasi tempat kerja, lalu tersengat kabel daya PLN, sering diberitakan akhir-akhir ini. Peristiwa seperti ini terjadi tidak hanya akibat kelalaian pekerja, tapi juga akibat budaya serampangan dalam pemasangan instalasi perkabelan listrik PLN di lapangan. Budaya asal-asalan tanpa perencanaan masyarakat dalam membangun rumah tanpa memperhatikan tata lingkungan. Dan lingkup besarnya, pemerintah yang kenyataannya tidak mengurus dengan benar tata kelola pemukiman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun