Mohon tunggu...
Inin Nastain
Inin Nastain Mohon Tunggu... lainnya -

Nikotin, Kafein, http://atsarku.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cersama) Mukena Ijo

21 Agustus 2012   11:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:29 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1345549651178958768

“Ayah, Kakak Sudah khatam tadarrus-an nya, Yah.. Kakak pinter khan Yah?” berapi-api, Sella bercerita pada Ayahnya saat menelepon di sahur hari ke 26 ramadan.

“Alhamdulillah.. Selamat ya Sayang.. Kakak emang pinterr.. anak sholehah Ayah,” jawab Diba yang berada ber mil-mil dari keluarganya di kampung. “Kalau puasanya gimana, Kakak?” sambung Diba menahan air mata bangganya

“Hehehe, Kakak puasanya bolong tiga hari, Yah.. Panas pisan atuh da, Yah,” dengan nada manja, Sella mencoba melakukan pembenaran

“Wow, Cuma tiga hari Sayang? Hebattt!! Anak Ayah emang hebatt, anak sholehah,” mendengar puasa Sella bolong, Diba memberikan semangat

“Sekarang, Kakak minta apa sama Ayah, sayang?” masih berapi-api, Diba mencoba menghibur Sella

“Kakak mah mau minta mukena yang renda-renda. Yang warna ijo ya, Yah,” kini suara Sella kembali berapi-api

“Iya, Sayang... Nanti, Ayah pulang bawa mukena yang bagus ya Sayang.. Tapi, Ayah sekarang mau bicara dulu sama Bunda.. Kakak berikan dulu HP nya ke Bunda, ya” terdegar suara Diba penuh kasih sayang pada anak sulungnya itu

“Ya Kang... Akang kapan pulang?” suara Mirna setelah Sella memberikan HP nya kepada dirinya

“Insya Alloh, H-2, Sayang.. Do’akan Akang ya, Sayang.. muga-muga bisa pulang, dan berkumpul bersama kalian di rumah,” jawab Diba.

“Iya, Kang.. Neng rindu Akang.. Entah kenapa, Neng bener-bener merasa rindu sekali sama Akang.. Akang jaga kesehatan ya..” suara Mirna kini tersedat. Sementara Sella sudah asyik dengan radio di kamarnya

“Iya, Sayang.. Akang juga kangen Neng.. Akang ingin, Neng adalah tempat Akang istirahat dalam sisa waktu Akang ini, Neng.. Akan ingin, ketika Akang nanti mudik, berada di pangkuan Neng,” jiwa lelaki Diba luluh, yang ada suara parau terdengar dari mulutnya

“Sayang, di sini sudah adzan.. Akang subuh dulu ya.. Do’a kan Akang, Neng.. Assalamualaikum,” kemudian terdengar suara tut..tut..tut..

“Alaykumsalam” jawab Mirna kemudian mencoba mengusap air matanya yang mulai menggelayut di pipi lembutnya. Kerinduan pada suaminya, hanya bisa dilampiaskan melalui suara

#

“Neng, Maafkan Akang.. Sampai dengan usia pernikahan kita 10 tahun, Akang masih belum bisa menjadi suami yang baik untuk Neng.. Akang belum bisa memenuhi segala kebutuhan Neng,” suatu ketika, pada tahun lalu ketika Diba dan Mirna seusai makan malam

“Akang jangan bicara seperti itu atuh.. Neng bangga, karena Akang sudah beusaha sebisa mungkin untuk memenuhi tanggung jawab sebagai suami Neng, Kang” Mirna mencoba menetralisir keadaaan.

Masih sangat jelas dalam ingatannya ketika suaminya memberikan wejangan seusai sholat magrib saat mereka baru nikah. “Neng, suatu saat nanti, Akang mungkin tidak bisa menahan emosi. Dan itu akan berdampak kepada Neng.. Saat itu lah, Akang butuh Neng untuk meredakan emsoi Akang. Ketika Akang menangis, Neng menjadi penghibur. Neng, rumah tangga itu bukan untuk mendominasi. Akang adalah partner Neng dan Neng adalah partner Akang,” suasana honeymoon, semakin terasa teduh bagi Mirna ketika mendengarkan wejangan dari suaminya itu

“Neng, Akang minta ijin untuk merantau.. bagaimanapun juga, kita diwajibkan untuk ikhtiar, Sayang,” suara Diba, sambil membelai rambut panjang istrinya.

“Akang mau ke mana? Nanti di sana kerja apa Kang? Akang tega ninggalin Neng bertiga sama Kakak dan adek?” sesaat mata Mirna serasa panas. Ada butiran bening yang siap meleleh

“Sayang, satu minggu yang lalu, Akang dihubungi temen lama Akang.. Dia ngasih tau, ada pekerjaan di tempatnya sana, Neng,” suara Diba mencoba tegar

“Neng, Akang percaya Neng ikhlas dengan kondisi Akang seperti ini. Tapi Neng, Akang punya kewajiban untuk memperbaiki kondisi kita ini.. Tolong jaga Kakak dan Adek, sayang.. Maafkan Akang, karena hanya bisa membebani Neng,” suara Diba nampak bergetar.

Tanpa sepengetahuan ke dua anaknya, dua insan suami-istri itu saling berpelukan. Ada perasaan sakit pada ke duanya. Perasaan tersinggung dan berontak pada taqdirnya. Lengan Diba tiba-tibahangat, ketika ada setetes air jatuh dari pipi istrinya itu.

Akhirnya, hari yang telah ditentukan tiba. Diba akan segera berangkat ke daerah temannya untuk mempebaiki kondisi ekonomi. Entah, kendaraan apa yang akan mengantarkannya ke sana. Sementara Mirna, mencoba menyiapkan barang-barang yang mungkin akan berguna untuk suaminya di perjalanan. Tidak ada suara dari mulut Mirna. Dadanya sesak, karena sebentar lagi, laki-laki yang pernah gigih untuk mengejarnya itu akan segera meninggalkan dirinya bersama dua orang anak, buah cinta dengan Diba

#

Suasana lebaran semakin berasa, ketika puasa memasuki hari ke 28. Hati Mirna berbunga-bunga, karena lelakinya akan segera datang. Dia sudah tidak sabar untuk mencium punggung tangan lelakinya itu. Suara petasan, menghiasi suasana menjelang magrib sebagi petanda puasa akan segera bathal.

Magrib segera tiba dalam itungan kurang dari 10 menit. Namun, telinga Mirna belum menangkap suara salam dari Diba, lelaki yang ditunggunya itu. Hatinya semakin was-was.. Bayangan-bayangan gelap mulai menghantui. Pertanyaan Sella, semakin membuat hatinya kalut. “Bunda, Ayah lama pisan datangnya. Sella pan mau nyoba mukena baru dari Ayah, Bund,” entah sudah berapa kali, Mirna mendengar rengekan dari anak sulungnya itu

“Sabar ya, Sayang.. Ayah pasti pulang dengan mukena renda-renda warna ijo untuk Sella,” Mirna mencoba menenangkan anak sulungnya itu. Namun, hatinya tidak bisa dibohongi. Kegelisahan hatinya jauh lebih besar dibanding Sella

“Assalamualaikum,” persis ketika air pertama masuk ke tenggorokan, Mirna mendengar suara salam dari luar

“Alaykumsalam. Eh Mas, silahkan masuk Mas.. buka dulu, lumayan ada ta’jil alakadarnya,” jawab Mirna ramah.

Dira, si tamu itu duduk di tikar rumah kerabatnya itu. Namun dia masih mencari cara untuk bisa berbicara dengan Mirna, istri Diba kawannya.

“Mas, bagaimana kabar Kang Diba? Jadikan suami saya pulang hari ini?” tidak sabar, Mirna memberondong Dira

“Teh.. Mmmm,” penuh keraguan Dira mencoba membuka mulut

“Ada apa Mas? Kang Diba baik-baik saja bukan? Dia akan pulang bukan?” suaranya kini meninggi tidak terkendali

“Teh.. Kang Diba.. Kang Diba.. Beliau.. Maafkan Saya Teh, Saya tidak bisa menolong Kang Diba ketika coran itu menimpa Kang Dirba, Teh.. Kang Diba pulang Teh.. Maafkan Saya Teh, maafkan.. Kang Diba telah mudik Teh..Beliau mudik saat berjihad untuk keluarganya,” nanar, Dira mencoba menjelaskan.

Seketika tubuh Mirna lunglay setelah menjerit histeris. Gelas minuman yang semula akan disuguhkan untuk Dira terjatuh mengenai kakinya.

“Bunda, Bunda.. Bunda kenapa? Bunda kenapa Om?” Sella menghambur ke tubuh Mirna yang pingsan

Air mata Dira tidak bisa dibendung lagi. Dengan penuh kasih sayang, dipeluknya Sella, anak dari sahabatnya itu. “Sayang, Ayah akan pulang Sayang.. Ini, Ayah nitip hadiah buat Sella ke Om,” Dira mencoba menenangkan Sella

Diambilnya mukena renda warna ijo untuk Sella yang dititipkan sahabatnya. “Mas, tolong bawakan mukena renda ijo untuk Sella. Ambil di lomari Saya, Mas.. Mukena hadiah untuk Sella. Dia Khatam Mas,” masih membayangi memory Dira.

“Kang, Saya akan menyampaikan impian yang tertunda mu, Kawan. Aku janji, akan aku serahkan hadiah ini pada putrimu,” janji Dira ketika tidak ada gerak lagi pada diri Diba

#Cersama adalah kependekan dari Cerita Bersama, adalah even yang dibuat oleh kami berenam yaitu Novi Octora, Inin Nastain, Vianna Moenar, Rieya MissRochma, Elhida, dan Ajeng Leodita

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun