Mohon tunggu...
Abdy Jaya Marpaung
Abdy Jaya Marpaung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lihat, dengar, nulis

laki-laki yang senang berbagi cerita lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pilih Jalan Siang atau Malam?

15 Maret 2010   09:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:25 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah menyelesaikan suatu urusan di Banda Aceh. Saya memutuskan untuk kembali ke Meulaboh. Biasanya saya memilih waktu malam hari untuk berangkat baik ketika pergi dari Meulaboh ke Banda Aceh atau sebaliknya. Tapi hari itu, saya memutuskan untuk berangkat pada pagi hari dengan hitungan, jika berangkat dari Banda Aceh pada 09.00 wib dan tidak ada halangan, maka saya akan tiba di Meulaboh pada waktu maghrib atau sekira pukul 18.00 wib. Dengan begitu saya bisa menyaksikan pertandingan Raul Gonzalez dkk pukul 03.00 dini hari.

Agak menyesal pada awalnya keberangkatan. Cuaca di Kota Iskandar Muda itu begitu menyengat, sementara saya duduk di buritan dengan kondisi bangku tegak karena terganjal sepeda motor yang ikut dibawa dalam mobil jenis L-300 itu. Sudah panas, busnya warna hitam lagi. Klop dah... Tapi, saya teringat pesan seorang biksu, daripada meratapi kegelapan, lebih baik segera menyalakan lilin. Jadi bersyukur aja dapat bus pulang. (gak nyambung)

Selama ini, jika bepergian di malam hari, praktis hanya hitam pekat yang saya lihat. Selebihnya saya akan tidur di sepanjang perjalanan. Syukurlah belum pernah seorangpun yang bertanya tentang situasi dan kondisi dalam perjalanan.

Berbeda dengan berangkat pagi hari, saya menemukan apa yang tidak saya lihat di malam hari. Perumahan mewah yang semakin bejibun, bangunan pertokoan dengan corak dan arsitektur yang artistik dan kemudian berbagai pemandangan alam bisa saya saksikan di sepanjang perjalanan dari Banda Aceh - Meulaboh.

Saat melewati Lamno, Kab. Aceh Jaya, saya baru benar-benar melihat dan merasakan gimana rasanya saat bus naik rakit. Inilah salah satu manfaat bepergian di siang hari. Moment-moment biasa jadi berharga.

Untuk menyingkat perjalanan, biasanya bus akan menyeberangi sungai dengan menggunakan jasa rakit yang dijalin dari kepingan papan yang disusun rapi di atas tiga buah sampan kecil. Rakit ini dioperasikan beberapa orang warga. Satu orang mengoperasikan mesin boatnya, tiga sampai empat orang mengatur bus untuk naik ke rakit sehingga rakit tersebut dapat memuat hingga empat bus.

Tarif yang dikenakan untuk setiap kendaraan roda empat sebesar Rp. 20.000. Lumayan juga kalau dihitung-hitung penghasilan yang diperoleh warga setempat dari jasa penyeberangan ini. Karena hampir setiap 5 menit akan ada kendaraan yang melalui jalur tersebut.

Tempat penyeberangan ini juga menjadi tempat strategis untuk warga menjual oleh-oleh makanan khas daerah setempat. Terlihat dari sisi kiri kanan jalan berderet warung-warung yang memanjakan selera penumpang sembari menunggu antrian busnya untuk dinaikkan ke rakit.

Pernah saya tanya salah satu warga disitu, kenapa tidak dibangun saja jembatan penyeberangan agar memudahkan transportasi warga dan pengguna jalan lainnya. Ia menjawab, Pemerintah daerah setempat pernah berniat untuk membangun jembatan disitu. Namun sejumlah warga menolak karena jembatan tersebut akan menghilangkan mata pencaharian mereka yang diperoleh dari jasa penyeberangan rakit tersebut.

Ini hanya beberapa keindahan yang bisa saya tangkap dalam perjalanan siang hari. Begitupun ada juga ketidaknyamanan yang saya rasakan. Sepanjang jalan antara Lamno hingga Calang, saya terus-terusan menghirup debu, kondisi jalan memang belum di aspal dan malangnya bus kami selalu berada di belakang bus yang lain.

Beruntunglah yang memakai pelindung kepala. Saya lihat penumpang yang tidak memakai penutup kepala seperti saya, rambutnya berubah pirang. Bangku dan dinding bus pun bisa kita gambar dengan jari. Tas ranselku juga ikutan pirang, apalagi dengan baju dan celana, benar-benar jorok. Sebenarnya jika pintu kaca mobil ditutup semua, derita tidak separah itu. Tapi sopir bus dan penumpang di samping kirinya tidak melakukan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun