Partai Solidaritas Indonesia (disingkat PSI) adalah partai politik berhaluan sekali karena tidak mendukung politik dinasti karena politik dinasti telah membunuh sendi-sendi demokrasi. Saatnya rakyat bersama parpol yang masih punya nurani bergerak menolak politik dinasti.
"Justru sebenarnya kan inti dari demokrasi itu kan memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat dari latar belakang apa pun, apakah dia dari kalangan elite atau rakyat biasa supaya bisa berpartisipasi baik sebagai pemilih maupun orang yang dipilih. Dengan lahirnya politik dinasti itu justru mengingkari makna demokrasi itu sendiri," kata Sekjen Partai Solidaritas Indonesia Raja Juli Antoni, Selasa (23/6/2015).[1]
Awal pendirian PSI dengan lantang menentang berbagai bentuk politik dinasti. Namun, belakangan partai ini pula yang ikut lantang menyuarakan dukungan terhadap Putra Jokowi.
PSI telah menjilat ludah sendiri tidak sedikit yang menyorot dukungan terhadap Gibran. Sebab sikap PSI ini dinilai tak sejalan dengan semboyan yang mulanya diusung partai tersebut.
“Misalnya pura-pura lugu padahal licik, pura-pura peduli padahal bodo amat, atau sifat-sifat yang berbeda 100 derajat di depan maupun di belakang. Bagai Bunglon yang pindah tempat beda sifat. Di sekitar kita kini banyak berseleweran para politisi munafik dengan gaya politik muka dua dan kemunafikan,”kata Hamdani, pada sabtu (6/7/2019).[2]
Jejak digital sebagai gejala itu mulai terindikasi sebelum masa pencoblosan dilakukan pilwalkot solo. Ciri utama politik kemunafikan adalah mereka bermuka dua, tidak konsisten pada pilihan awal pendirian partai, hanya mementingkan diri sendiri dan golongan mereka. Media online mencatat setiap pernyataan PSI secara teliti dan menyeluruh. Ini berbahaya bagi demokrasi di era jokowi. Politik bermuka dua sangat dibenci masyarakat Indonesia.
“Terlebih lagi, secara etika dan teori politik, kemunafikan politik sangatlah dibenci. Ilmuwan politik dari University of Cambridge, David Runciman, dalam bukunya Political Hypocricy: The Mask of Power, from Hobbes to Orwell and Beyond (2010) menjelaskan, politik muka dua merupakan cermin kemunafikan politisi. Di atas panggung politik, para politisi berpura-pura memainkan peran yang sama sekali bukan dirinya,” kata Moh Ilham A Hamudy, Peneliti di BPP Kementerian Dalam Negeri pada kamis (2/10/2014).[3]
Politik bermuka dua tumbuh dalam sandiwara Indonesia. Menurut Mahfud MD bahwa orang munafik sesuai sabda Nabi Muhamda bahwa ada tiga ciri-ciri. Tiga ciri ini merupakan sikap orang tercela dan hina. Sejarah akan mencatat reformasi dalam masalah serius. Politik telah diisi oleh orang tidak baik dalam demokrasi Indonesia.
“Bisa sih. Kata Nabi ciri2 munafik ada 3: 1) Kalau omong, dusta; 2) Kalau berjanji, ingkar; 3) Kalau dipercaya , khianat. ” kata Mahfud MD pada sabtu (5/8/2017). [4]
Dengan demikian Indonesia harus membuat partai politik menjadi moda harapan penyangga bagi proses perbaikan demokrasi sehingga demokrasi Indonesia sedang melangkah lagi menepaki pilwalkot solo beradab pasca era reformasi.
Keterangan :
Banyak tergelincir pada kubangan prahara karena orang munafik berada di politik. Padahal hakikatnya demokrasi telah melekat nilai kejujuran sekaligus fungsi-fungsi politik adiluhung meliputi pendidikan politik, sosialisasi politik, komunikasi politik, dan rekruitmen politik.*
PSI contoh buruk tidak untuk ditiru sikapnya ya... Salam Excellent
Baca tips menarik tentang "Bagaimana cara beragama ala milenial untuk jodoh ideal" dengan klik disini