Mohon tunggu...
Abdurrofi
Abdurrofi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penyuka Kopi dan Investasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Investasi gagasan untuk masa depan

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Abu Janda Kebal Hukum dan Anies Baswedan Kebal Hinaan di Twitter

28 Januari 2021   03:28 Diperbarui: 28 Januari 2021   04:39 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : tribunnews.com

Perpecahan itu penting untuk mencapai sebuah kepentingan sehingga  strategi komunikasi pemasaran sebuah buzzer berubah menjadi influencer. Perlu diketahui Abu Janda naik satu lever dari anonim menjadi tokoh fiksi di konten media sosial.

"Buzzer itu nggak ada yang salah. Di UU ITE nggak ada buzzer dilarang. Apa bedanya buzzer dengan influencer, buzzer dengan endorser. Itu saja. Kalau dia salah, kalau kontennya melanggar Undang-Undang. Selama nggak melanggar undang-undang, mau buzzer, mau influencer ya sama saja," kata Rudiantara di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, dikutip dari detik.com

Tak sedikit berpikir mereka telah mengikuti banyak pelatihan dan pendidikan politik sehingga ia dikenal sebagai orang yang melek isu publik namun mengubah isu menjadi konten untuk mendapatkan engagement social media.

Abu Janda bisa dengan cepat membuat konten berdasarkan isu yang sedang marak saat ini. Oleh karena Abu Janda membutuhkan gimik untuk meyakinkan ratusan, bahkan jutaan orang, dengan menyudutkan orang dalam bermedia sosial, korbannya pasti Anies lagi.

Ilmu kebal hukum terdapat pada UU ITE itu tidak ada istilah kata mengenai buzzer. Apalagi melarang buzzer, influencer dilarang. Mereka sama. Influencer atau endorser itu lebih ke arah komersial komunikasi publik bayaran per isu.

Ini tentang bisnis  pertukaran gagasan dan informasi yang memiliki tujuan tertentu yang disajikan secara personal pegiat media sosial dalam isu publik.

Itulah mengapa kita nyaris jarang menonton televisi sebagai media utama (mainstream). Bahkan sejak pejabat dilantik jika ia ingin mendapatkan perhatian publik perlu influencer dan buzzer kecuali orang punya karisma.

Kalau mau kaya raya dan tidak ingin serabutan, kamu harus memiliki kemampuan komunikasi publik untuk menjalani profesi Abu Janda. Jangan cuman mengandalkan keberuntungan untuk menjadi kaya raya sebagai impian banyak orang.

So, Jadi Abu Janda itu susah bahkan lebih susah daripada skripsi, tesis, dan disertasi di perguruan tinggi. Karena ini menyangkut praktik langsung di depan publik se-Indonesia.

Meskipun kita belum pernah mendengar Anies Baswedan masuk Banser dan menggelar konferensi pers. Tapi Twitter terdapat dokumen bahwa Anies masuk Banser, kita lebih percaya pada media sosial.

Keahlian ini membuat suaranya Abu Janda lebih layak didengar oleh publik dibandingkan buzzer di dunia politik umumnya karena ia menyampaikan pesan mudah diterima publik dibandingkan pakar ahlinya. 

Penggiringan opini melalui buzzer dan influencer lebih murah daripada membayar pakar berbicara di publik untuk kepentingan politik. Mungkin pembaca sebagai penikmat ucapan para pakar bicara, buzzer atau   influencer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun