Perpecahan itu penting untuk mencapai sebuah kepentingan sehingga  strategi komunikasi pemasaran sebuah buzzer berubah menjadi influencer. Perlu diketahui Abu Janda naik satu lever dari anonim menjadi tokoh fiksi di konten media sosial.
"Buzzer itu nggak ada yang salah. Di UU ITE nggak ada buzzer dilarang. Apa bedanya buzzer dengan influencer, buzzer dengan endorser. Itu saja. Kalau dia salah, kalau kontennya melanggar Undang-Undang. Selama nggak melanggar undang-undang, mau buzzer, mau influencer ya sama saja," kata Rudiantara di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, dikutip dari detik.com
Tak sedikit berpikir mereka telah mengikuti banyak pelatihan dan pendidikan politik sehingga ia dikenal sebagai orang yang melek isu publik namun mengubah isu menjadi konten untuk mendapatkan engagement social media.
Abu Janda bisa dengan cepat membuat konten berdasarkan isu yang sedang marak saat ini. Oleh karena Abu Janda membutuhkan gimik untuk meyakinkan ratusan, bahkan jutaan orang, dengan menyudutkan orang dalam bermedia sosial, korbannya pasti Anies lagi.
Ilmu kebal hukum terdapat pada UU ITE itu tidak ada istilah kata mengenai buzzer. Apalagi melarang buzzer, influencer dilarang. Mereka sama. Influencer atau endorser itu lebih ke arah komersial komunikasi publik bayaran per isu.
Ini tentang bisnis  pertukaran gagasan dan informasi yang memiliki tujuan tertentu yang disajikan secara personal pegiat media sosial dalam isu publik.
Itulah mengapa kita nyaris jarang menonton televisi sebagai media utama (mainstream). Bahkan sejak pejabat dilantik jika ia ingin mendapatkan perhatian publik perlu influencer dan buzzer kecuali orang punya karisma.
Kalau mau kaya raya dan tidak ingin serabutan, kamu harus memiliki kemampuan komunikasi publik untuk menjalani profesi Abu Janda. Jangan cuman mengandalkan keberuntungan untuk menjadi kaya raya sebagai impian banyak orang.
So, Jadi Abu Janda itu susah bahkan lebih susah daripada skripsi, tesis, dan disertasi di perguruan tinggi. Karena ini menyangkut praktik langsung di depan publik se-Indonesia.
Meskipun kita belum pernah mendengar Anies Baswedan masuk Banser dan menggelar konferensi pers. Tapi Twitter terdapat dokumen bahwa Anies masuk Banser, kita lebih percaya pada media sosial.
Keahlian ini membuat suaranya Abu Janda lebih layak didengar oleh publik dibandingkan buzzer di dunia politik umumnya karena ia menyampaikan pesan mudah diterima publik dibandingkan pakar ahlinya.Â
Penggiringan opini melalui buzzer dan influencer lebih murah daripada membayar pakar berbicara di publik untuk kepentingan politik. Mungkin pembaca sebagai penikmat ucapan para pakar bicara, buzzer atau  influencer.