Mohon tunggu...
Razakisme Egaliter
Razakisme Egaliter Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

LIFE ON THE BOOK. ( @abdurrazak34 )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kembali pada Reforma Agraria Sejati

25 Maret 2015   14:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:02 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia sejak lama di kenal dengan istilah negeri ‘gemah ripah loh jinawi”, namun yang dipertontonkan hari ini adalah penderitaan rakyat. Hampir setiap hari media Indonesia memberitakan betapa kerasnya penderitaan rakyat. Mulai dari persoalan kemiskinan,busung lapar akibar gizi buruk, hingga perampasan tanah milik rakyat. Semuanya itu merupakan realita yang menimpa rakyat Indonesia.

Padahal di dalam pembukaan UUD 1945 pada alenia ke empat dengan jelas menyatakan bahawa tujuan berdirinya Negara Indonesia adalah salah satunya untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemudian di tegaskan kemabali pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya, tidak ada alasan apa pun bagi pemerintah untuk tidak memberikan jaminan hidup layak bagi rakyat Indonesia.

Kedaulatan rakyat atas kekayaan alam telah di rampas oleh pemerintah dan kaum pemodal. Pemerintah lebih sibuk melayani kaum pemodal, sementara rakyat terus menderita (korban). Dan mirisnya lagi adalah pemerintah secara perlahan melepaskan tanggung jawabnya kepada rakyat.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 (UU No.2/2012) tentang pengadaan tanah merupakan bukti konkrit atas keberpihakan pemerintah kepada kaum pemodal yang jelas-jelas menyeret rakyat ke lubang malapetaka. Pemerintah tidak pernah menyadari bahwa adanya undang- undang ini mengakibatkan liberalisasi di sector agraria. Sehingga hanya akan menguntungkan kaum pemodal.

Tidak heran kemudian jika kita menyaksikan adanya konflik agraria atau perampasan tanah rakyat di negeri agraria yang “gemah ripah loh jinawi”. Salah satu Sebagai buktinya adalah setiap tahun terjadi peningkatan jumlah konflik agraria. Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA,2014) menunjukkan dari tahun 2012 terdapat 198 kasus,tahun 2013 terdapat 369 kasus (naik 171 kasus dari tahun 2012) dan pada tahun 2014 terdapat 472 kasus (naik 103 kasus dari tahun 2013). Jumlah konflik agraria meningkat,luasan areal konflik juga meningkat dan parahnya adalah peningkatan dalam kurun waktu 2012-2014 hampir dua kali lipat setiap tahunnya. Luas lahan sengketa agraria sepanjang tahun 2012-2014 seluas 4.460.886,05 ha. tahun 2012 seluas 318.248,89 Ha, pada tahun 2013 seluas 1.281.660,09 Ha (naik 963.411,20 Ha dari tahun 2012) dan di tahun 2014 seluas 2.860.977,07 Ha (naik 1.579.316,91 Ha dari tahun 2013). Setiap tahun ada saja yang menjadi korban (meningal, ditangkap, dianiaya, diusir, ditembak). Pelaku kekerasan (berdasarkan peringkat pelaku kekerasan terhadap warga dan petani), yaitu pihak kepolisian, PTPN, perusahaan swasta, tentara. Kasus-kasus tersebut tidak jelas penyelesaiannya secara hukum. Kesemuanya itu lagi-lagi harus rakyat yang menanggung kerugiannya baik secara materi maupun non materi

Pemerintah tidak pernah serius dalam mengatasi berbagai permasalahan rakyat. Justru yang terjadi adalah upaya melemahkan dan memperpanjang penderitaan rakyat. Pemerintah membiarkan alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi bangunan/gedung pencakar langit dan beberapa infrastruktur lainnya. Alih fungsi lahan tersebut hanya untuk kepentingan kaum pemodal,akibatnya rakyat semakin menderita.

Jika pemerintah tidak segera melakukan reformasi agraria maka permasalahan kedepannya akan siap menghadang. Kemiskinan akan terus menggerogoti indonesia,penyempitan lahan akan terlihat,kelaparan akan terjadi. Semuanya itu di sebabkan karena lahan-lahan yang dulunya pertanian sekarang berubah fungsi menjadi bangunan-bangunan megah. Pemerintah pun abai dalam mencari langkah-langkah atau terobosan baru sebagai tawaran solusi kepada rakyat.

Janji presiden jokowi akan swasembada pangan merupakan rasa optimisme sebagai negeri agraris. Tidak ada satu pun rakyat indonesia yang tidak menginginkan yang namanya “surplus pangan”. Mengucapkan swasembada pangan sangatlah mudah,namun yang menjadi berat adalah uapaya-upaya yang konstruktif dalam hal kaitannya dengan lahan pertanian.

Mudah-mudahan ini bukan hanya janji manis dari pak jokowi selaku presiden indonesia. Rakyat indonesia menunggu apa yang telah di janjikan tersebut. Apalagi presiden jokowi telah mencanangkan apa yang di sebut “gerakan ayo kerja” beberapa minggu yang lalu. Kita berharap gerakan ini bukan slogan semata. Akan tetapi pemerintah harus bekerja secara nyata dan mereformasi masalah agraria di indonesia.

Pemerintah harus kembali pada UUPA No.5 Tahun 1960 sebagai langkah untuk benar-benar mengembalikan hak-hak rakyat atas tanah demi kesejahteraan yang di dengung-dengungkan. Kedaulatan rakyat atas kekayaan alam indonesia harus benar-benar menjadi prioritas yang harus di berikan oleh pemreintah.

Kita menginginkan agar pemerintah tidak berpura-pura dan tidak gengsi untuk kembali pada semangat UUPA No.5 tahun 1960. Pemerintah harus merevisi dan mereview kembali undang-undang no.2 tahun 2012 (UU No.2/20120) tentang pengadaan tanah yang jelas-jelas malapeta bagi rakyat indonesia. Buktinya konkritnya seperti yang penulis katakan sebelumnya,yakni rakyat kehilangan tanah,penyempitan lahan akibat alih fungsi lahan,kelaparan akibat krisis pangan dan terjadinya gizi buruk. Semua permasalahan ini datang akibat reformasi agraria yang libralis.

Mengembalikan indonesia sebagai negrei agraris merupakan tantangan yang sangat berat. Namun,jika kita benar-benar serius terutama dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan maka dengan rasa optimis indonesia akan tetap mendapat julukan “gemah ripah loh jinawi”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun