Mohon tunggu...
Abdurrahman Addakhil
Abdurrahman Addakhil Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Pelajar

How to express your idea by good writting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, dari Kisah Nyata hingga Layar Lebar

15 Juni 2020   15:15 Diperbarui: 15 Juni 2020   15:17 2814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kapal Van der Wijck merupakan kapal penumpang milik maskapai pelayaran Belanda, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). Kapal ini pertama kali dibuat pada tahun 1921 oleh Maatschappij Fijenoord N.V, pabrik galangan kapal di Fyenoord, Rotterdam. 

Nama kapal ini diadopsi dari nama seorang Gubernur Jenderal Hindia Belanda Carel Herman Aart Van Der Wijck (1840-1914), yang berkuasa dari 1893 hingga 1899.

Kapal Van der Wijck memiliki kapasitas 1093 penumpang dengan Kelas Utama (VVIP) berkapasitas 60 orang, Kelas Kedua (VIP) berkapasitas 34 orang dan kelas ekonomi berkapasitas 999 orang. Berat kotor (GT) kapal 2.633 ton, berat bersih (nett) 1.512 ton dengan daya angkut 1.801 ton. Panjang kapal 97,5 meter, lebar 13,4 meter dan tinggi 8,5 meter.

Sampai pada tahun 1936, kapal ini mengalami insiden tenggelam. Sejak masa tenggelamnya, kapal ini baru berusia 15 tahun. Hal ini tergolong kapal muda yang mengalami kecelakaan dini, sehingga mengakibatkan kerugian besar. Lokasi tenggelamnya berada di pantura Jawa, tepatnya di kecamatan Brondong, kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Pemerintah Hindia Belanda mengapresiasi jasa para nelayan sekitar pesisir Brondong, dan sebagai bentuk peringatan atas tenggelamnya Kapal Van der Wijck, maka didirikan monumen. Tertulis jelas di monumen tersebut. “Tanda Peringatan Kepada Penoeloeng- penoeloeng Waktoe Tenggelamnja Kapal Van der Wijck, DDO 19-20 0ctober 1936”. 

Berangkat Menjadi Novel 

Sampai pada suatu saat, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, sebut HAMKA, mendapatkan ilham untuk menciptakan karya sastra roman dengan judul “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck”. 

Kisah yang termotivasi dari kritik HAMKA kepada keprihatinan sosial semasa hidupnya di Minang, banyak sekali ketidak adilan yang nyata dan masih dijunjung tradisi turun-temurun, seperti kawin paksa dan rasisme.

Novel Buya HAMKA sebagai cerita bersambung melalui majalah yang dipimpinnya, Pedoman Masjarakat, pada tahun 1938, dan dirilis sebagai novel pada tahun 1939. Novel yang mengkritik tradisi kawin paksa dan rasisme yang tumbuh subur di Minang, bahkan menurutnya, tradisi tersebut menggeser nilai luhur agama dan akal budi hulur, karena membatasi secara paksa keinginan seseorang untuk memilih.  

Konon, tokoh Zainuddin dalam kisah tersebut diambil dari nama sahabat karibnya, Zainuddin Fananie, yang kelak menjadi tokoh pendiri Pesantren Gontor. 

Kedekatan antara HAMKA dan Zainuddin terlihat jelas ketika tiga ulama Muhammadiyah; HAMKA, Zainuddin, dan Malik Ahmad yang ditugaskan ke beberapa daerah di Sumatera. Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasy melalui Republika, menyebutkan bahwa pesahabatan ketigannya disimbolkan melalui kesepakatan pemberian nama depan ‘Rusydi’ terhadap anak mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun