Mohon tunggu...
Abdu Rozaqi
Abdu Rozaqi Mohon Tunggu... - -

Stay Foolish, Stay Hungry

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Analisis Simulasi Perang Indonesia - Australia (2)

11 Oktober 2015   21:15 Diperbarui: 11 Oktober 2015   21:57 3193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bentuk propaganda Barat terhadap pasukan elit Kopassus Indonesia jelas menjadi santapan yang "lezat" bagi Barat. Media dapat merekayasa semau mereka tanpa publik tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ini seperti halnya Mossad yang bekerjasama dengan CIA yang menyiapkan panggung sandiwara besar, yang mereka mainkan di Irak dan Suriah. Contohnya kasus penangkapan James Foley, jurnalis Amerika yang hilang di Suriah pada 2012 dan ditangkap ISIS lalu dipenggal hidup-hidup. Yang janggal adalah bagaimana ISIS dengan cerdik menyiapkan panggung studio "pemenggalan" sebagus mungkin dengan pencahayaan dan sorot kamera yang bisa disebut profesional. Tentu saja ISIS tidak mungkin dapat menguasai teknik pencahayaan, kamera, serta teknik-teknik fotografi yang dilakukan didalam studio dimana mereka memenggal James Foley tanpa bantuan dari CIA, bisa dikatakan mustahil. Operasi ini merupakan jenis operasi favorit CIA yang mayoritas warga dunia tidak mengatahui. Ciri-ciri kasus pemenggalan warga negara Barat yang dilakukan ISIS dan termasuk rekayasa atau dipakai sebagai alat propaganda Barat bisa dilihat dari tidak utuhnya video yang diupload ISIS ke media. Biasanya, ISIS memenggal kepala orang lalu meng-upload video tersebut secara utuh. Namun karena kepentingan global yang lebih luas, biasanya kasus-kasus pemenggalan tertentu (bukan pemenggalan jalanan ISIS tetapi pemenggalan ISIS di studio dengan pencahayaan yang bagus), merupakan kepentingan global ISIS dan Amerika secara lebih luas. Dan pola-pola operasi intelijen rahasia dimana CIA bekerjasama dengan ISIS bisa dilihat dari para korban yang dipaksa untuk mengenakan kaos orange. Jika anda melihat ada pola-pola pemenggalan yang video nya disensor, atau para korban yang dipenggal mengenakan kaos orange, tentu itu merupakan operasi intelijen CIA. Karena misi CIA didalam video pemenggalan tersebut bukan darah atau betapa brutalnya ISIS memenggal mereka, tetapi CIA (dalam hal ini ISIS) ingin menyampaikan pesan kepada dunia khususnya Amerika bahwa jangan macam-macam degan ISIS. Berbeda dengan kasus-kasus pemeggalan jalanan ISIS kepada para tentara Irak dimana video tanpa sensor sedikitpun dan dilakukan di jalan-jalan di kota-kota Irak dan Suriah.

Itu hanyalah contoh nyata bagaimana CIA memainkan sandiwara mereka di saat ribuan warga dunia sedang dimanjakan dengan berselfie ria, berfoya-foya, bersenang-senang dalam kebodohan dan cinta buta, serta diantara mereka hanya mementingkan materi dan duniawi. Lama-kelamaan orang-orang hedonisme kemudian "buta" akan apa yang terjadi di dunia ini. Mereka apatis terhadap perang karena tidak mengerti apa yang terjadi. Orang-orang dunia seperti domba yang diberikan rumput yang baik dari orang yang tidak dikenal, tetapi domba tersebut memakan rumput hijau tersebut tanpa bertanya darimana rumput itu berasal dan mengapa orang asing memberikan rumput kepada saya? Kemana majikan saya? Rumput dan domba itu ibaratnya mayoritas orang sekarang dimana menerima "mentah-mentah" apa yang ada dihadapan mereka tanpa berpikir dua kali darimana rumput ini berasal, dan melupakan agenda tersembunyi orang asing tersebut.
Katakanlah di tahun 2022, ISIS sudah berhasil dihancurkan oleh Rusia. Hal itulah yang membuat Amerika marah, karena Amerika berkepentingan untuk lebih lama mengembang-biakkan ISIS untuk mengacaukan situasi di Irak dan Suriah. Rusia yang sudah mencium agenda CIA di Suriah dan Irak tidak mau dibodohi dengan berita-berita mainstream begitu saja. Mereka menghancurkan apa yang harus dihancurkan, menghancurkan apa yang telah dikembangkan Amerika, tanpa adanya rekayasa apapun.

Sedangkan masalah di Pasifik, Jepang sebenarnya mulai terancam dengan kekuatan militer Indonesia. Jepang khawatir masalah Singapura-Indonesia dan Australia-Indonesia akan mulai merambat ke babak baru peperangan. Setelah berunding dengan otoritas senior AS, Jepang mulai banyak melakukan latihan militer gabungan di dekat wilayah mereka dan terkadang pesawat-pesawat mereka secara diam-diam menerobos wilayah udara di atas wilayah Laut Cina Selatan. 

Melihat gelagat buruk Jepang, Cina tidak tinggal diam. Cina yang di tahun 2020 sudah menyulap satu pulau di Laut Cina Selatan menjadi basis militer dengan menempatkan pangkalan udara mereka otomatis tidak akan terkecoh dengan permainan Jepang dan Amerika. Yang dipandang Cina akan dapat memperkeruh suasana. Cina juga melihat kesempatan untuk mendukung Indonesia, dimana di tahun 2020 Indonesia sudah dibanjiri oleh produk-produk murah-berkualitas asal Cina dan banyak investor Cina menanamkan modalnya di Indonesia. Cina harus bergerak cepat untuk dapat merebut dukungan Indonesia, dengan misi sebenarnya untuk mendukung Cina dalam mempertahankan Laut Cina Selatan yang sedang disengketakan. Para pengamat Indonesia sebenarnya sudah tahu bahwa Cina sangat berkepentingan mendapatkan dukungan dari Indonesia untuk menyeret Indonesia menjadi sekutu terdekat cina dalam ajang sengketa Laut Cina Selatan, namun berhubung Indonesia masih diisi oleh para pejabat korup dan pejabat-pejabat yang gila harta dan materi, situasi tersebut tidak secara cerdik dipandang Indonesia secara serius. Para pejabat Indonesia masih saja sibuk saling sikut-menyikut antara partai satu dengan partai lainnya, para "petugas partai" masih terlibat korupsi dan semuanya tidak melihat rakyat sebagai prioritas utama. Imbasnya, di tahun-tahun mendatang di tahun 2030-2050, Akan terjadi gap yang sangat besar antara si kaya dan si miskin. J

ika hal itu tidak diatasi saat ini, maka rakyat yang miskin mudah sekali termakan provokasi, ditambah lagi banyak dari mereka tidak berpendidikan dan pengangguran. Untuk itu Indonesia memerlukan Presiden yang hebat. Berhubung Amerika (sejak era Soekarno) tidak menginginkan Indonesia dipimpin pemimpin hebat, maka Amerika selalu mencari cara agar mendapatkan pemimpin Indonesia yang pro-Amerika agar Indonesia bisa terus "menyusu" kepada Amerika. Sedangkan Rusia yang cemburu sekaligus kasihan terhadap Indonesia, tidak dapat berbuat banyak lantaran banyak dari pejabat kita lebih sibuk mengurusi partai dan korupsi (terlepas dari masalah militer). 
Malaysia melihat bahwa hubungan Cina dan Indonesia yang semakin dekat tentu membahayakan. Dimana Malaysia juga sudah sangat menyadari potensi kekuatan militer Indonesia jika seandainya perang pun pecah. Meski banyak negara eropa Barat bergabung dengan NATO dan mendukung Amerika sepenuhnya jika perang pecah di kawasan pasifik, namun lain halnya dengan Jerman.

Sejak insiden memalukan penyadapan NSA dan CIA terhadap intelijen Jerman dimana NSA menyadap perangkat komunikasi pejabat negara Jerman, Jerman mulai skeptis terhadap Amerika dan tidak gegabah mengirimkan Tentara mereka untuk bergabung dengan NATO di wilayah Pasifik. Amerika mengetahui bahwa sejak insiden penyadapan NSA itu, hubungan AS-Jerman didepan layar adem-anyem, namun dibelakang kedua negara tidak saling mempercayai. Terlebih karena sikap egois Amerika yang menyadap, bahkan negara-negara sekutu mereka sendiri. Ketidakpercayaan Jerman terhadap sikap egoisme Amerika dibayar mahal dengan Jerman yang bergabung ke poros Kiri (Rusia dan Cina), namun tidak semua mayoritas Jerman setuju dengan hal itu. Jerman pun kembali pecah menjadi dua- Jerman Barat (mendukung AS) dan Jerman Timur (mendukung Rusia), situasi konflik di Jerman pun pecah dan konflik meletus seperti halnya konflik di Ukraina. Jerman harus segera memilih antara Amerika atau Rusia, sedangkan di sisi lain rakyat Jerman pun pecah menjadi dua dan situasi Jerman menjadi mencekam. 

Di Indonesia, Kopassus dipuja rakyat dan rakyat sepenuhnya mendukung TNI, tetapi tidak bagi media internasional. Di tengah hinaan terhadap kopassus yang dihembuskan media-media mainstream Barat tersebut, sebenarnya Amerika sedang berada diambang kebingungan. Amerika harus memilih mendukung Indonesia atau berperang dengan Indonesia? Dimana kedua pilihan itu tidak mudah. Jika Amerika mendukung Indonesia, berarti Amerika mengabaikan Singapura dan itu berarti Amerika memerangi Singapura dan Australia? Jika Amerika memerangi Indonesia, itu berarti Perang di kawasan Asia Tenggara tidak terbendung lagi dan hal itu berimbas kepada rusaknya hubungan baik antara Amerika dan Indonesia.

Faktor lainnya adalah jika Amerika memerangi Indonesia, otomatis Rusia tidak akan tinggal diam dan perang pun jadi meluas. Amerika khawatir perang pasifik akan dapat meluas menjadi perang di kawasan Eropa. Bahkan majalah TIMES menerbitkan sebuah judul berita kontroversial; Indonesia; Enemy or Ally?" (Indonesia; Musuh atau teman?). Para pakar militer di Amerika sendiri tidak menganjurkan Amerika berperang ke Indonesia, bukan masalah Amerika takut terhadap Indonesia, tetapi lebih kepada keretakan hubungan dan perang berkelanjutan di pasifik yang tentu akan membuat Rusia dan Cina bergerak mendukung Indonesia.

Hal itu dipahami betul oleh Amerika, di saat yang sama CIA sudah terlanjut menggerakkan para milisi PNG dan merebut simpatisan OPM untuk mendukung perjuangan Papua untuk lepas dari Indonesia. Namun dalam minggu-minggu selanjutnya, militer Indonesia berhasil menumpas seluruh milisi PNG yang menyeberang ke Papua serta para simpatisan OPM yang dipersenjatai milisi PNG. 
Australia tentu saja tidak senang dengan hal itu, itu berarti rencana mereka di Papua gagal. TNI sudah bersiaga penuh di perbatasan, di kota-kota di Papua, serta mencurigai para jurnalis asing yang biasanya meliput dan menuliskan tulisan sesuka hati mereka. Pergerakan pasukan sangat terlihat di pulau Jawa, dan di Jakarta, tank-tank berkeliaran dimana-mana, menarik dukungan rakyat sekaligus mengintimindasi lawan. Di Australia sendiri, Amerika telah mengirimkan 10.000 Tentara mereka, beserta pasukan khusus Navy SEAL, Ranger, USMC (Marinir), serta Green Berets yang merupakan pasukan elit terbaik Amerika. Australia kebingungan, takut jika perang pecah, Indonesia akan segera menginvasi Australia. Atas ketakutan itu, Amerika menyakinkan Australia bahwa tidak perlu takut terhadap Indonesia, dan Amerika akan membantu Australia dengan mengirimkan banyak pasukan dan pesawat tempur mereka. Pasukan khusus SAS Australia juga secara intensif terus menajamkan kemampuan perang mereka dan melakukan latihan gabungan dengan pasukan elit Amerika.

Di saat situasi yang semakin gawat itu, rakyat Indonesia segera mendukung diberlakukannya wajib militer. Presiden segera mengesahkan UU dan militer segera menerapkan wajib militer secepat mungkin (dengan asumsi bahwa di tahun 2020 pun Indonesia masih belum diberlakukan wajib militer). Anggaran Wamil segera didiskusikan dan kurang dari setahun Wamil selesai dilaksanakan. 

Rusia yang tidak ingin ketinggalan panggung perang lalu menawarkan Indonesia sebuah penawaran dengan persyaratan. Rusia ingin membantu Indonesia dengan mengerahkan pasukan darat mereka dengan balasan bahwa Indonesia diharuskan membeli pasokan gas dari Rusia, tentunya dengan penawaran harga gas yang murah dan menggiurkan, sebagai cadangan energi Indonesia jika perang berkecamuk. Indonesia kaya akan cadangan gas alamnya, namun di tahun 2020 kemungkinan 45-50% pasokan Migas masih dipasok dari luar. Untuk itulah Indonesia mengambil kesempatan untuk membeli gas murah dari Rusia, ditambah Indonesia akan mendapatkan bantuan pasukan dari Rusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun