Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Zaki Zakariya Anshari, mengatakan bahwa penyelenggara Haji Furoda atau haji non-kuota bisa rugi jika jamaah gagal berangkat. Menurutnya, tingkat kerugian tergantung pada strategi manajemen masing-masing travel. Pernyataan ini disampaikan dalam wawancara dengan Kompas.com yang dipublikasikan pada 1 Juni 2025. Ini menarik, karena justru pernyataan ini membuka diskusi penting, Â siapa yang sebenarnya rugi kalau visa tidak terbit---travel atau jamaah?
Janji Manis Furoda, Tapi Siapa yang Menanggung Pahitnya?
Coba kita lihat betapa mudahnya iklan Haji Furoda ditelan mentah-mentah publik. Yang ditawarkan terdengar menggiurkan Haji tanpa antri , langsung berangkat, eksklusif, bintang lima. Tapi benarkah semudah itu? Di sinilah kita perlu jernih, apa yang dijanjikan, dan siapa yang benar-benar bertanggung jawab ketika kenyataan tak seindah brosur.
Setiap tahun, ada saja yang tergiur ikut Haji Furoda. Katanya tanpa antre, langsung berangkat, fasilitas mewah, dan lebih eksklusif. Tapi di balik semua janji itu, selalu ada pertanyaan yang bikin gelisah: kalau gagal berangkat, siapa yang rugi?
Travel bilang mereka yang rugi. Katanya sudah booking hotel, beli tiket, keluar duit ratusan juta. Tapi... coba kita balik logikanya. Yang dijanjikan siapa? Yang setor uang duluan siapa? Yang berharap bisa naik haji tahun ini siapa? Yang akhirnya nggak jadi berangkat siapa? Ya jamaah.
Uang bisa sampai USD 20.000, bahkan lebih. Tapi visanya? Belum tentu keluar. Bahkan seringkali belum dibuka sama sekali, tapi jamaah sudah diminta bayar. Alasannya: amankan slot ini itu. Tapi ketika visa gagal, muncul kalimat pamungkas: "Maaf ya, hotel dan tiket hangus, refund nggak bisa full."
Lho? Serius? Faktanya, semua travel itu pasti minta setor dulu. Uang jamaah dititipkan dulu, dan dari situlah mereka bayar ke vendor: hotel, tiket, dan lain-lain. Tidak ada travel yang mau nombokin duluan. Jadi logikanya jelas: kalau belum ada visa tapi duit sudah ditarik, berarti risiko ditanggung jamaah. Kalau visa gagal, ya jamaah yang paling dirugikan.
Uang Masuk Duluan, Visa Masih Angin-Anginan
Bandingkan dengan skema Haji Plus. Jamaah daftar, bayar sekitar USD 4.000, lalu disetor resmi dan langsung mendapat nomor porsi keberangkatan. Estimasinya bisa dicek secara digital lewat sistem Kemenag. Ada kepastian, ada transparansi.
Di zaman digitalisasi, apakah masih masuk akal ada yang percaya sistem 'calo' visa atau spekulasi visa Furoda? Ini bukan seperti zaman beli tiket pesawat lewat makelar. Yang penting masuk dulu, urusan nanti belakangan---itu pola lama yang semestinya sudah ditinggalkan.
Masalahnya bukan soal travel rugi atau nggak. Tapi jangan sampai ini dijadikan drama seolah-olah travel adalah korban utama. Justru jangan sampai ini jadi celah untuk narik duit dulu dari jamaah, padahal visa belum jelas. Urusan berangkat nanti-nanti, yang penting setor dulu --- ini pola yang berbahaya.