Di aula hotel berbintang, anak-anak SD berjalan mengenakan toga kecil dan sepatu pantofel baru. Di kursi undangan, orang tua berlomba merekam momen terbaik untuk Instagram. Di belakang panggung, komite sekolah memastikan lobster cukup, hampers guru tersampaikan, dan photobooth tidak kalah dari pernikahan.
Yang lulus memang anak-anak, tapi yang tampil gaya justru orang tuanya. Yang belajar mereka, yang pamer kita.
Beginilah potret sebagian pendidikan kita hari ini: sekolah jadi catwalk, komite jadi sponsor utama.
Komite Sekolah: Fungsi Legal, Praktik Sosial
Secara regulasi, komite sekolah adalah implementasi dari Permendikbud No. 75 Tahun 2016. Fungsinya mulia:
- Memberikan pertimbangan kebijakan pendidikan,
- Mendukung pendanaan dan pengembangan program,
- Mengontrol akuntabilitas sekolah,
- Menjadi penghubung antara sekolah dan masyarakat.
Tapi dalam praktik, fungsi mulia ini kerap diseret oleh gengsi sosial dan benturan kepentingan.
Banyak komite sekolah hari ini lebih sibuk mengurusi pesta perpisahan daripada kualitas pembelajaran.
Alih-alih jadi pengawas, justru menjadi "perpanjangan tangan" kepala sekolah untuk merancang acara mewah, lengkap dengan souvenir mahal dan dokumentasi profesional.
Karena mayoritas pengurus komite adalah orang tua murid aktif, fungsi kritis berubah jadi fungsi kompromi.
Komite Di Sekolah Swasta, Gengsi Tak Kalah Hebat