Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Bisnis Law

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jebakan White Collar dan Blue Collar, Hijrah dari Pekerja ke Wirausaha

17 Mei 2025   05:05 Diperbarui: 17 Mei 2025   05:05 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi White Collar Wolker ( Foto diunggah dari Kompas.com/(Shutterstock)

Narasi ini bukanlah kerangka teori dari motivator atau pembicara sukses. Ini adalah pengalaman pribadi, sebuah perjalanan yang penuh keraguan, harapan, dan perjuangan. Saya bukanlah orang yang sudah sepenuhnya menemukan jawaban, tapi saya sedang berproses dan belajar. Menulis ini justru menjadi bagian dari pencarian diri yang hingga kini masih terus berlangsung.

Ketika tulisan ini saya terbitkan, jujur saja, saya masih berada di persimpangan jalan. Saya belum tahu, apakah saya ini seorang pengusaha sejati atau masih sekadar pekerja yang mencari aman. Di dalam benak saya, ada pertanyaan besar yang kadang membuat saya termenung:

Apakah aku mau jadi pengusaha? Atau tetap jadi pekerja?

Didikan yang Menghantui, Mau Jadi Apa?

Dari kecil, kita selalu diajarkan satu hal:
"Kamu mau jadi apa nanti?"
Guru di sekolah, orang tua di rumah, bahkan tetangga dan teman, semua bertanya hal yang sama. Seolah-olah hidup ini tentang menentukan profesi, bukan menentukan hidup seperti apa.

Saya pun begitu, tumbuh dengan keyakinan bahwa menjadi sesuatu adalah tujuan hidup. Mau jadi dokter? Harus pintar biologi. Mau jadi insinyur? Harus mahir matematika. Mau jadi pengusaha? Ah, harus punya modal dulu.

Padahal, tidak ada yang pernah bertanya:
"Hidup seperti apa yang kamu inginkan?"

Kecanduan Gaji, Nyaman tapi Terperangkap

Coba bayangkan seorang pecandu narkoba. Awalnya mungkin sekadar mencoba, hanya untuk tahu rasanya. Tapi lambat laun, tubuhnya mulai bergantung. Meski tahu dampaknya buruk, tetap saja sulit berhenti. Kenapa? Karena tubuh dan pikiran sudah terprogram untuk merasa aman dengan candu tersebut.

Nah, percaya atau tidak, pekerja juga bisa kecanduan. Bukan pada zat terlarang, tapi pada kenyamanan gaji tetap, tunjangan bulanan, dan rutinitas harian.

Pekerja white collar dengan setelan rapi, ruangan ber-AC, dan meeting formal. Pekerja blue collar dengan kemeja kerja lusuh, peluh di dahi, dan instruksi langsung dari mandor. Dua dunia berbeda, tapi satu kesamaan: stabilitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun