Enam bulan sudah usia warung kopiku.Warung kecil yang kubangun dari sisa-sisa harapan,sisa-sisa tabungan, dan beberapa gesekan kartu kredit ---
yang sampai hari ini masih meninggalkan jejak berupa "telepon cinta" dari bagian kolektor bank.
Tak megah. Tak mahal. Tapi nyaman.
Warung ini bukan sekadar tempat minum kopi.
Ia adalah tempat pulang sementara bagi mereka yang belum tahu akan berlabuh ke mana.
Kursi-kursiku diisi oleh wajah-wajah penuh teka-teki:
Anak muda yang belum jelas profesinya,
Mahasiswa yang mencari kehangatan selain dari teori ekonomi pembangunan,
Pengangguran terdidik yang belum berjodoh dengan HRD,
Hingga sosok-sosok yang hanya ingin "keluar rumah" karena hidup di dalam terasa terlalu sempit.
Mereka semua berkumpul, berselimut aroma kopi, berbagi keluh, berbagi tautan lowongan, dan sesekali --- berbagi mimpinya yang mulai kehabisan tempat.
Warung ini berdiri bukan hanya dengan modal uang, tapi dengan tekad dan nyali.
Dan meski belum bisa disebut "laku keras",
aku tahu --- aku sedang membangun sesuatu yang jujur.
Lalu Aku Tahu,
Ada yang Bisa Mendapatkan 5 Miliar Tanpa Menyeduh Secangkir Kopi Pun