Mohon tunggu...
Abdul Wahid Azar
Abdul Wahid Azar Mohon Tunggu... Bisnis Law

Menulis subtansi kehidupan, Jujur pada realitas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Di Laut Sherly Menyelam, di Senayan Mereka Tenggelam

5 April 2025   15:30 Diperbarui: 6 April 2025   09:48 150831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sherly Laos Berenang menjadi putri duyung atau mermaid ( foto : diunggah oleh  TribunTernate.com diambil dari Instagram.com/@s_tjo 2 April 2025.Arti)

Sherly Laos, Gubernur Maluku Utara, melakukan sebuah aksi yang tak biasa. Ia menyelam di laut Halmahera menggunakan kostum putri duyung berwarna hijau kebiruan. 

Tanpa alat bantu selam, tanpa tabung oksigen, Sherly meluncur ke kedalaman dengan tenang dan percaya diri. Bukan demi konten viral, bukan demi sanjungan, tapi untuk satu tujuan: memperkenalkan potensi bawah laut Maluku Utara yang luar biasa indah.

Aksi ini menjadi simbol kuat. Bukan hanya karena keberaniannya menyelam tanpa pengaman, tapi karena Sherly menunjukkan kualitas yang langka di tengah sorotan publik terhadap para pejabat ketulusan, keheningan, dan kedalaman. 

Dalam dunia politik yang riuh oleh pencitraan dan keributan, Sherly memilih jalan yang sunyi, namun bermakna.

Sementara Sherly menyelam ke laut dengan kesadaran penuh, di Senayan justru banyak pejabat yang tenggelam---bukan di laut, tapi di dalam pusaran pencitraan, konflik kepentingan, dan kehilangan arah. 

Kita menyaksikan bagaimana para Wakil Ketua DPR sering tampil di media, bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, tapi justru menjadi Juru Bicara kebijakan eksekutif, melampaui batas tugas pokok dan fungsi mereka.

Mereka rebutan mikrofon, bicara seolah-olah tahu segalanya, tanpa refleksi, tanpa rujukan, tanpa empati. Bahkan ada yang bangga menyebut dirinya "korea-korea", sebuah istilah yang awalnya dianggap puitis, tapi kemudian justru mengaburkan makna integritas. Istilah itu digunakan untuk menandai kesetiaan mutlak kepada ketua partai. 

Padahal, dalam sistem demokrasi, wakil rakyat seharusnya setia pada rakyat, bukan pada tokoh politik.

Ketika DPR berubah fungsi menjadi perpanjangan tangan partai, ketika suara anggota dewan tak lebih dari gema ruang rapat elit, maka tenggelamnya wakil rakyat di Senayan bukan hanya kiasan---itu kenyataan.

Di sisi lain, kita juga menghadapi fenomena gubernur konten. Setiap hari, ada video baru: menangis saat memberi buku, menangis lagi saat membantu nenek menyebrang, marah karena sampah, marah karena lampu jalan, marah karena hal remeh lainnya. Semua direkam, semua dibagikan. 

Bukan untuk mendorong perubahan sistemik, tapi sekadar masuk FYP TikTok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun